26

393 45 1
                                    

"Cowok itu," gumam Hansel menatap ke arah Harlan.

Harlan melempar makanan ke tubuh hewan-hewan ternak. Lelaki itu tersenyum sangat licik tidak peduli teriakan sakit dari para hewan. Sesekali tertawa dengan mengumpat kepada hewan itu.

Seketika Hansel membeku melihat Harlan. Senyuman dan tawa itu sangat sering ia lihat di kehidupan sebelumnya. Senyuman licik itu membuatnya sedikit takut, tetapi ia tidak tahu ingin bereaksi seperti apa.

"Han! Coba liat mereka sangat lucu, kan? Haha," gurau Harlan menunjukkan sekumpulan babi yang kelelahan. Ia berpikir siapa suruh sudah membuatnya kesal.

"Hansel lo denger gue ngomong nggak, sih?" lanjut Harlan dengan mengguncang tubuh lelaki itu.

Hansel mengerjap pelan. Ia memegang pelipisnya dengan menggelengkan kepalanya berkali-kali. Ia mengangkat wajahnya dengan tertegun. Sejak kapan lelaki itu datang di depannya dengan wajah kebingungan.

"Engga papa," celetuk Hansel dengan menepis tangan Harlan.

"Yakin?" tanya Harlan yang terlihat memastikan.

Hansel mengangguk pelan. Ia tidak berniat menjawab pertanyaan Harlan. Ia tidak mungkin menjawab jika sedang mengingat Harlan yang tengah merundung dirinya dulu. Itu sama sekali tidak terlihat masuk akal. Namun, ingatan yang melintas di otaknya membuatnya teringat misinya untuk balas dendam.

Matanya menatap Harlan yang masih berada di sampingnya. Raut wajah tenang itu membuatmu kesal seketika. Ia bahkan hampir saja melupakan mereka masih berada di desa orang dan hampir kembali mengeluarkan feromonnya.

"Ada yang salah sama gue? Atau lo kesal gue nggak bantu apapun?" duga Harlan dengan mengangkat alisnya.

Hansel hanya menggelengkan kepala. Lelaki itu salah paham dengan tindakannya. Ia kembali melanjutkan pekerjaan daripada terus berlarut lalu pekerjaan tidak selesai.

Pada akhirnya mereka melakukan pekerjaan dengan pemikiran masing-masing. Mereka tidak lagi berniat untuk berbicara maupun bercanda lagi. Namun, sepertinya tindakan Hansel untuk tidak memperdulikan Harlan merupakan kesalahan besar.

Feromon Harlan tiba-tiba kembali keluar. Ia menatap Harlan yang sibuk memberi makan kambing dengan tatapan dingin. Lelaki itu sepertinya sengaja membuat perhatiannya teralih.

"Harlan jangan keluarin feromon lo lagi bisa?" pinta Hansel yang telah berdiri menatap Harlan.

"Apaan, sih?! Gila lo?! Mulai dari emosi mulu kayak cewek. Gue mana ada keluarin feromon. Emangnya gue cowok apaan yang keluarin feromon tiap menit," gerutu Harlan yang terus melempar kulit jagung ke dalam kandang kambing. Ia bahkan tidak sadar melempar kulit jagung mengenai muka kambing. Kambing itu mungkin tengah berpikir salah apa yang telah dibuatnya.

Hansel mengerutkan keningnya. Lelaki itu mengatakan jika sedang tidak mengeluarkan feromonnya. Namun, mengapa ia masih bisa mencium feromon lelaki itu. Akhirnya ia hanya berpikir positif jika penciumannya semakin tajam karena fisiknya masih belum berubah seperti semula.

Dengan mereka berdua yang membersihkan dan memberi makan hewan tanpa pembicaraan. Tugas mereka sangat cepat diselesaikan. Mereka tinggal membersihkan lantai kandang.

"Harlan lo siram air ..."

Hansel menutup matanya. Ia merasakan air dingin menyentuh wajahnya. Ia bisa mendengar suara gelak tawa dari Harlan.

"Gue kasih air ke lo biar nggak emosi mulu! Gimana udah enak, kan?" gurau Harlan dengan tertawa puas melihat wajah Hansel yang basah kuyup.

"Iya, seger banget!" celetuk Hansel dengan tersenyum palsu.

Hansel berjalan menuju Harlan. Lelaki itu justru kembali menyiram air menggunakan selang. Harlan tertawa dengan menghindar dari Hansel yang ingin menangkap dirinya.

Harlan terus bermain-main dengan selang di tangannya. Kemudian hingga Hansel dapat memegang pergelangan tangannya. Mata mereka saling menatap satu sama lain. Keduanya tampak terdiam melihat keindahan masing-masing. Mereka bahkan tidak sadar air terus menyiram tubuhnya.

"Ehem, udah jangan main air lagi," tegur Hansel dengan mengalihkan pandangannya.

"Hmm," balas Harlan dengan ekspresi wajah datar.

Harlan mulai menyiram lantai dengan tenang. Sesekali Hansel menyapu lantai berkali-kali agar menghilangkan kotoran di lantai. Mereka kembali menjadi diam mengerjakan tugas sampai pekerjaan mereka selesai.

***

Keduanya berjalan dengan diam menuju rumah. Di jalan mereka berdua bertemu dengan Galen dan Ravin yang duduk di bawah pohon. Di samping tubuh mereka terdapat mobil pickup. Kedua lelaki itu tampak sangat kecapean.

"Lo berdua kenapa?" tanya Harlan menatap kedua sahabatnya yang terengah-engah tampak habis dikejar sesuatu.

"Anjir, nyesel gue! Kita di sana disuruh angkut karung hasil kebun sama hasil pertanian! Kita udah kayak kuli bangunan, nyet!" geram Galen yang terlihat merenggangkan ototnya.

"Nggak gitu aja. Kami disuruh-suruh sama pemilik pickup ngebeli stok makanan di pasar kota. Kami udah kayak pembantu, jingan!" timpal Ravin yang mencoba meratapi nasib mereka.

"Lo masih untung."

Di belakang Harlan dan Hansel. Tiba-tiba muncul Jay, Miko, dan Arka yang entah dari mana. Jay dan Arka terlihat tampak kelelahan begitu juga Miko yang langsung terjatuh di samping Ravin. Ravin bahkan tidak terlihat protes mungkin karena lelaki itu juga terlalu capek untuk berdebat.

"Gue kira kami cuman diminta petik hasil kebun. Taunya kami juga disuruh tanam jagung, kacang, juga sayuran lain! Yang lebih parah lagi kami juga disuruh bercocok tanam di siang bolong! Gila nggak, sih?! Lama-lama kulit gue jadi daging gosong," celetuk Jay menunjuk kulit Miko yang hampir terbakar karena mengenai sinar matahari secara langsung.

"Udah-udah tugas kami yang paling susah. Jadi diem aja lo pada."

Jay menatap Varo yang terlihat tidak terlalu capek. Ia kebingungan mengapa lelaki itu mengatakan tugas mereka paling susah.

"Gini, ya, para abang sekalian. Tugas kalian itu nggak seberapa sama tugas kami yang perlu pakai otak. Jadi kami disuruh melakukan pembukuan koperasi dari tahun 2022 sampai sekarang," ucap Yolan dengan cengengesan.

"Tapi yang lebih parah kami disuruh nagih hutang ke warga yang hutang ke koperasi! Lah, abang di sini bayangin aja kalau mereka nggak mau bayar! Babak belur kami!" lanjut Yolan dengan meringis membayangkan nasib mereka.

Mereka semua mendesah dengan berbarengan. Tampaknya memang tidak ada tugas yang mudah diberikan kepada mereka. Kini mereka menatap kepada Harlan dan Hansel yang hanya diam sedari tadi.

"Kalian gimana?" tanya Galen yang juga penasaran.

"Ya, nggak gimana-gimana kalau gue. Paling-paling cuman mandikan hewan. Coba kalian tanya Harlan," jawab Hansel yang mencoba mengalihkan kepada Harlan.

"Ya, gitu kayak kata Hansel. Tapi bedanya gue cuman ngasih makan hewan. Tangan gue hampir digigit si babi, sih. Tapi gue jijik aja liat tahi berserakan di kandang. Kek, lama aja nggak dibersihkan sama mereka!" seru Harlan dengan merinding mengingatnya.

"Pasti Harlan cuman beban, doang! Iya, kan Bang Han!" celetuk Yolan dengan menatap Hansel.

"Udah-udah ngapain juga adu nasib. Mending mandi dulu," celetuk Hansel dengan memutar matanya.

"Han ... gue baru sadar. Kenapa di wajah lo juga muncul tato?" celetuk Arka.

***

Jangan lupa vote dan komen :v
Lanjut!

Dendam ParalelTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang