Hansel menatap sekeliling kamar dengan memegang kepalanya. Kepalanya serasa ingin terbelah menjadi dua, sakit itu lebih membuatnya ingin mati saja dibandingkan dengan hidup. Ia berlari dengan mendorong beberapa wanita yang telah menghalangi jalannya. Ia bahkan tampak mendorong pintu yang ada dalam kamar tanpa mengetahui ruangan apa itu.
Ia mengeluarkan seluruh isi perut dengan memegang kepalanya. Hansel terduduk di lantai dengan napas terburu-buru. Matanya yang sayu terlihat menatap sekeliling ruangan sesekali menepuk pipinya. Ia tidak mempercayai semua ini apalagi setelah kejadian mengerikan menimpa dirinya sebelumnya.
Hansel berdiri dengan perlahan menuju cermin. Hansel menatapnya dengan mata terbelalak, lalu menggeleng pelan. "Gue nggak percaya," desis Hansel dengan suara penuh ketidakpercayaan.
Dirinya melihat wajahnya dengan terkejut. Wajahnya yang tampak mulus tanpa ada bekas luka sedikitpun. Padahal ia baru saja mengalami kecelakaan tragis seumur hidupnya, bahkan tamparan ibunya masih membekas dalam ingatan. Namun, wajahnya terlihat baik-baik saja begitu juga tubuhnya.
Hansel mencoba mengingat tragedi kecelakaan yang bisa membuatnya berada di sini. Tempat asing yang membuatnya bertanya-tanya. Seingatnya karena kecelakaan itu seharusnya jiwanya tidak akan bisa diselamatkan. Darah yang mengalih dari kepala belakang juga rasa sakit yang menusuk jantungnya. Ia tidak tahu pasti, tetapi rasanya jantungnya serasa tertancap benda tajam.
Semakin mengingatnya maka membuat dirinya tambah sakit. Ia menatap keran air, lalu menyalakannya dengan perlahan. Ia memercikkan air ke wajahnya dengan berkali-kali. Namun, kenyataan ia yang terseret ke dalam tempat asing harus membuatnya beradaptasi untuk mengetahui semuanya.
"Kayaknya gue harus nyari tau dulu," pikirnya sementara matanya menerawang ke kejauhan penuh dengan keingintahuan.
Hansel berjalan keluar toilet seolah tidak terjadi apa-apa. Kehadirannya justru membuat wanita paruh baya itu merasa ketakutan. Tatapan mata mereka hanya ditujukan kepada lantai. Ia justru bingung karena yang seharusnya takut di sini itu dirnya bukan mereka. Ini merupakan kawasan kekuasaan mereka.
"Bi ..."
"Ampun, Tuan Muda! Kami salah!" Semua wanita itu bersujud kepadanya yang membuat ia menjadi terkejut dan ikut berlurut.
"Bi, jangan sujud! Sujud cukup kepada Tuhan saja!" seru Hansel tidak terima dengan tindakan mereka.
Hansel merasa orang-orang di sini sangat memberikan perilaku aneh. Padahal ia sendiri merupakan orang yang asing di tengah-tengah kawasan mereka. Ia setidaknya akan memberikan rasa hormat kepada orang yang menolong dirinya walaupun agak tidak logika.
"Ehem, tadi kata Bibi ini di perumahan begitu, kan? Apakah saya boleh ketemu sama pemilik rumah?" tanya Hansel dengan sopan. Matanya penuh harap menunjukkan keinginannya untuk bertemu dengan pemilik rumah.
Hansel justru sebaliknya. Tadinya penasaran sekarang dibuat kebingungan oleh beberapa wanita paruh baya itu. Wanita itu tampak berbisik dengan menatapnya penuh kebingungan.
"Tuan Muda tidak bercanda bukan? Ini rumah Tuan Muda sendiri. Tuan Muda itu anak Tuan Nugroho," jawab salah satu wanita paruh-baya itu dengan terlihat berhati-hati.
"Iya, saya anak Nugroho. Lalu apa hubungannya sama pemilik rumah ini?" tanya Hansel dengan rasa penasaran yang mencoba merunut benang merah antara dirinya dan pemilik rumah.
Para wanita itu seketika merasa bingung begitu juga dengan Hansel. Mereka memikirkan kejadian-kejadian yang paling membingungkan. Mereka menatap satu sama lain dengan saling mencurigakan.
"Kamu Hansel Bima Nugroho bukan?"
"Iya, saya sendiri. Lalu bagaimana dengan permintaan saya untuk bertemu pemilik rumah?" pinta Hansel dengan mengerutkan keningnya.
Suara langkah kaki membuat para wanita itu berbaris dan menundukkan kepalanya. Hansel menatap ke arah pintu dengan rasa penasaran. Orang mana yang telah membawanya ke tempat asing ini. Setidaknya ia harus berterima kasih karena telah menolong dirinya walaupun banyak kejadian aneh yang menimpanya.
"Saya pemilik rumah ini."
"Bapak ..."
Hansel menatap pria paruh-baya itu dengan tidak percaya. Pria itu merupakan bapak kandungnya yang sudah miskin dari lahir. Lalu bagaimana mungkin bapaknya menjadi pemilik rumah yang berada di perumahan mewah. Pastinya juga perumahan elit dengan keamanan ketat.
Hal yang lebih aneh lagi. Bapaknya itu menggunakan setelan jas yang terlihat tampak mewah. Setelan itu tampak tidak cocok buat wajah pendosa, seperti pria paruh-baya di depannya sekarang. Ia mungkin terdengar jahat menghina bapak kandung sendiri, tetapi keluarganya keji layaknya iblis.
"Bapak? Sejak kapan kamu panggil saya Bapak? Saya bukan Bapak kamu."
Hansel yang mendengar seketika cuman tertawa saja. Ia mengangguk kepalanya pelan. Ia cukup sadar diri saja jika sudah tidak diakui anak oleh bapaknya. Keluarganya sudah tidak membutuhkan dirinya lagi.
"Okay, as you wish," ucap Hansel tanpa ekspresi berarti terlihat tidak mengindahkan seakan tangannya terpaku di sisinya.
Hansel mendorong beberapa orang yang menghalangi jalannya. Saat ingin keluar dari pintu, ia terdorong cukup keras. Akan tetapi, ia bersyukur masih bisa menahan tubuhnya agar tidak terjatuh. Ia melirik sedikit ternyata seseorang yang asing.
"Lo asisten dia? Misi jangan nutup jalan!" geram Hansel dengan mendorong tubuh pria yang terlihat berumur 5 tahun lebih tua darinya.
Pria itu justru menahan tangannya dengan raut wajah kaku. Pria itu membawa tubuhnya kembali masuk ke dalam kamar. Ia sangat kesal dan ingin membalas perbuatan pria itu, tetapi tidak bisa dilakukan karena tenaga pria itu lebih besar.
Hansel mendesis pelan waktu tangannya di cengkeram cukup kuat. Ia menepis tangan pria itu dengan mengelus pergelangan tangan yang memerah. Ia menatap orang-orang yang ada dalam ruangan dengan cukup kesal.
"Asisten Tuan Nugroho kasar juga ke tuannya sendiri," cibir Hansel dengan melirik pria itu.
"Asisten apanya?! Dia itu kakak kandung kamu!"
Hansel yang mendengar seketika terdiam. Sejak kapan dirinya mempunyai kakak kandung. Seumur hidupnya ia tidak pernah mendengar bapak dan ibunya mempunyai anak sulung selain dirinya. Namun, setelah dipikir lebih jauh akhirnya ia tertawa terbahak-bahak.
Beberapa orang yang berada dalam ruangan menatap Hansel dengan bingung. Mereka mungkin akan berpikir ada yang salah dengan otaknya. Namun, tidak seperti yang mereka pikirkan.
"Haha, ternyata wanita iblis itu selingkuhan dari Tuan Nugroho! Wah, Tuan Muda Nugroho yang satu ini kasihan sekali ibunya diselingkuhi oleh Tuan Nugroho!" ejek Hansel dengan menatap remeh bapaknya.
Tentu saja, perkataan Hansel membawa bapaknya ke dalam emosi. Pria paruh-baya itu mulai memberikan tamparan keras di wajahnya. Ia hanya tertawa saja dengan memegang wajahnya.
"Keterlaluan sekali kamu! Dia kakak kandung dari Mama kamu!"
"Mama? Mama apanya?! Jangan banyak drama, deh! Ibu kandung saya itu Dian Saraswati Nugroho!" teriak Hansel yang merasa kesal dengan pernyataan bapaknya yang satu ini.
"Mama kamu itu! Dian Saraswati Nugroho istri saya satu-satunya!"
"Hah?"
###
Jangan lupa vote dan komen :v
Loh loh, hayo Hansel bingung 😂
Lanjut !!
KAMU SEDANG MEMBACA
Dendam Paralel
RandomDi sebuah tempat yang penuh ketidakadilan. Hansel Bima Nugroho merupakan sosok pion yang tidak berdaya. Hansel terjebak dalam sebuah labirin kekejaman yang didominasi oleh Harlan Prince Leonardo, sosok yang kuat layaknya Enigma dari kalangan atas. N...