21

397 49 2
                                    

"Bang Han! Gue nggak mau tidur deket mereka!"

"Anjing, siapa juga yang mau tidur deket lo?!"

"Lo itu yang sangat sangat sangat, anjing!"

"Anjing! Anjing! Muka lo pada kek anjing!" teriak Varo yang terlihat kesal.

Yolan dan Galen yang tengah berdebat sedari tadi seketika menjadi diam. Keduanya menatap Varo yang sibuk membersihkan rumah sendirian. Hansel yang melihat segera membantu lelaki itu membersihkan isi rumah.

"Ngapain repot-repot? Mending pinjam tenaga penduduk sini kalo udah bersih tinggal kasih uang. Beres, dah!" saran Ravin yang merasa hidup tidak perlu dipersulit jika ada hal mudah.

"Itu namanya nggak tau diri," sindir Arka yang mulai membantu Hansel dan Varo.

Hansel dan teman-temannya juga bersama Varo membersihkan ruangan dengan teliti. Mereka membagi tugas untuk membersihkan isi rumah. Rumah itu sangat penuh debu kemungkinan karena sudah lama tidak dihuni.

Berbeda dengan Harlan, Jay, Galen, dan Ravin yang sibuk memainkan ponsel. Mereka tidak terlihat peduli waktu temannya berkeringat berbenah isi rumah. Varo hanya tidak peduli dengan teman-temannya bersantai, jika memang benar-benar ingin tinggal di rumah maka harus membantu.

"Capek mau tidur gue," ucap Jay dengan tiduran di atas lantai kayu.

Suara langkah kaki mendekat kepada Jay. Tangannya ditarik sama Varo yang terlihat berkeringat dengan kemoceng di tangan kirinya. Varo terlihat tenang menatap Jay yang menatap tajam.

"Adoh, pusing Roro Jonggrang! Langsung lo tarik aja tangan gue," protes Jay yang merasakan pusing luar biasa. Apalagi pinggangnya rasanya mau patah karena usianya tidak lebih muda dari mereka.

"Tidur di luar," ucap Varo menunjuk ke arah pintu.

Harlan berdiri dengan membawa ponselnya. Lelaki itu tidak biasanya mengikuti perkataan dari Jay. Bisanya apapun yang Jay bicarakan Harlan selalu berpikir masuk akal.

Jay, Ravin, dan Galen keluar dari rumah dengan tatapan datar. Ketiga lelaki itu sepertinya tidak terlalu menerima tindakan yang dilakukan oleh Varo. Ketiga lelaki itu berpikir Varo mendukung rival mereka.

Hansel melihat Varo yang memberikan garis pembatas pada tengah-tengah ruangan. Lelaki itu terlihat biasa saja, bahkan setelah teman-temannya terlihat kesal. Di antara geng Harlan hanya lelaki itu yang sangat tenang.

"Buat apa dipasang garis pembatas?" tanya Miko yang juga kebingungan dengan tindakan Varo.

"Jangan sok akrab! Jangan ada yang lewati garis ini!" perintah Varo menunjukkan tali rafia berwarna merah.

"Gue heran sama lo. Bisa-bisanya orang kalem kayak lo temenan sama geng kayak mereka," ucap Yolan dengan menatap miris.

Varo menunjuk wajahnya. Lelaki itu justru tersenyum remeh mendengarkan pertanyaan dari Yolan. Pertanyaan yang sungguh menyebalkan sekali baginya. Pertanyaan yang tampak membuatnya berselisih dengan sahabatnya.

"Mending sama mereka daripada temenan sama orang bodoh," ucap Varo melirik sekumpulan kecebong yang terlihat bodoh di matanya.

Yolan menatap teman-temannya dengan menunjuk mereka. Lelaki itu sontak menatap Varo yang memulai aktivitas tidurnya.

"Dia bilang kita bodoh? Padahal kan cuman Bang Han," celetuk Yolan dengan menatap Hansel yang kini terlihat seperti wajah orang tidak waras.

***

Harlan berjalan tanpa tujuan, tanpa semangat, tanpa harapan. Ia hanya mengikuti arah angin yang tampaknya tahu kemana dia pergi. Ia tidak peduli lagi dengan apa yang akan terjadi padaku. Ia hanya peduli untuk menemukan sinyal.

"Di sini susah banget nyari sinyal. Cuman sisa 1 bar aja," celetuk Harlan menunjukkan ponselnya.

"Sial, banget kita ke sini! Naik ke atas puncak jalan kaki. Rumah dikasih yang penuh sarang laba-laba. Nggak ada sinyal, nggak ada air panas, nggak ada AC, nggak ada TV, nggak ada apa-apa. Kita cuman dikasih meja, kursi, lemari, bahkan tempat tidur cuman satu, doang! Kipas angin juga bunyinya berisik banget!" gerutu Galen dengan merenggangkan ototnya. Ia seharian ini sudah menggunakan kakinya.

Harlan mengangkat ponselnya dengan putus asa. Ia menunjukkan layarnya yang kosong. Tidak ada sinyal di sini. Ia dan teman-temannya terisolasi dari dunia luar.

"Har, kenapa nggak minta sama bokap lo aja? Bujuk pihak kampus buat kasih hukuman lain. Gue udah mati-matian bujuk bonyok tapi ditolak mentah-mentah," saran Ravin dengan raut wajah cemberut.

"Kalau emang bisa sekarang gue nggak bakal ada di desa ini. Bokap gue takut banget sama keluarga Nugroho. Dia nggak ada niat buat minta keringanan ke pihak kampus. Padahal akhir-akhir ini gue berusaha baik-baik sama dia, sialan!" murka Harlan tanpa sadar mengeluarkan feromonnya.

Galen, Ravin, dan Jay seketika merasakan sakit di dadanya. Mereka bertiga terjatuh ke tanah dengan memegang dadanya. Kali ini aroma dari lelaki itu sangatlah suram dan membuat napas mereka menjadi sesak.

Galen dan Ravin bersusah payah lari meninggalkan Harlan bersama Jay. Jay memang bisa membantu Harlan tenang, tetapi ia juga membutuhkan bantuan Varo. Lelaki itu walaupun tidak terlalu kuat dibandingkan mereka, tetapi mulut lelaki itu cukup pedas dan bisa membuat Harlan berhenti.

Ravin mendorong pintu rumah dengan napas terburu-buru. Dorongan kuat membuat orang-orang yang ada di rumah menjadi bangun. Keringat di wajahnya membuat orang-orang yang ada di sana cukup bingung, apalagi melihat Galen yang sudah terjatuh di depan pintu.

Galen merangkak pelan dengan menatap Varo. Napasnya sungguh sesak, tetapi ia harus memberitahukan Varo agar membantu Jay. Mereka tidak bisa membiarkan Jay berlama-lama dengan feromon mematikan Harlan.

"Varo! Varo tolong Jay! Harlan! Harlan emosi sampai feromon dia nggak bisa dikontrol!" seru Ravin yang masih bisa berbicara waktu itu.

Varo yang mendengar seketika berlari dengan mengikuti langkah Ravin. Galen juga mengikuti mereka dengan langkah pelan. Tenaga dia habis karena feromon kuat yang diberikan Harlan.

"Miko sama Yolan tinggal di sini. Jangan ikuti kami ke sana! Takutnya kalian nggak tahan sama feromon dia," perintah Hansel melihat Yolan yang sedikit menunjukkan rasa penasaran tetapi juga menyimpan rasa takut.

Hansel mengajak Arka untuk membantu mereka. Ia tidak bisa membayangkan seberapa kuat feromon lelaki itu, bahkan Galen dan Ravin yang merupakan alpha dominan saja sudah tidak sanggup mencium feromon lelaki itu. Ia tidak bisa membiarkan lelaki itu mengeluarkan feromonnya lebih jauh. Ia hanya takut banyak orang yang mati di tangannya.

Untuk ukuran jarak sekitar 150 meter saja feromon lelaki itu tercium sangat kuat. Hansel tidak akan bisa membayangkan seberapa kuat feromon Harlan jika dihadapi langsung. Feromon kuat itu seketika membuatnya agak lemah.

"Bajingan, ngapain lo ke sini?!" teriak Jay yang sudah tidak sanggup menahan feromon Harlan. Lelaki itu memang tidak menyerang tubuhnya, tetapi tetap saja kekuatannya sudah habis.

"Oh, halo Hansel," sapa Harlan dengan menyeringai.

***

Jangan lupa vote dan komen ^_^
Baru aja ngelawak tadi sekarang tengkar lagi🫡
Lanjut!!

Dendam ParalelTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang