Bab 12

28.8K 2K 63
                                    

Ayo penuhi komen kalian, aku suka bacanya xixixi
HAPPY READING LOVEE



Tidak ada yang menghiraukan perkataan Ana. Vallo dan Enver keduanya hanya fokus pada kelinci nakal mereka yang nampak tertunduk sedih dipangkuan Vallo.

Ziel sendiri sebenernya sedang mengumpulkan keberanian dan menurunkan gengsi untuk meminta maaf pada Kakaknya. Ia juga sesekali melirik kearah Enver.

Vallo yang menyadari mengikuti arah lirikan sang bungsu. Ternyata pada anaknya yang tertua. Ah dia paham jika bungsunya ini sedang ragu ingin meminta maaf.

"Tidak perlu ragu, Papa bantu," Ziel menengok pada Vallo. Senyum kecil terbit dibibirnya. Papanya ini sangatlah peka, ia tahu apa yang harus ia lakukan tanpa diberi tahu terlebih dulu.

Entah mengapa rasa lega muncul dihati Vallo ketika melihat senyuman Ziel.

"Kemari Enver,"

Mendengar namanya disebut dahi Enver mengernyit tak paham kearah sang Papa. Namun ia tetap beranjak pindah duduk disebelah sang Papa.

"Baby bicaralah," Vallo memindahkan Ziel kepangkuan Enver. Lalu pergi guna menyiapkan air mandi untuk Putra Bungsunya mandi.

Sepeninggan Vallo, Ziel masih diam menunduk. Begitu juga Enver, ia bingung ingin memulai percakapan dari mana. Karena pada dasarnya dari awal mereka bertemu, belum berinteraksi khusus.

10 menit berlalu, Enver mengalah. Ia akui ia sangat membenci suasana canggung ini. Apalagi ada seonggok babi gril disini.

Tangan Enver bergerak mengusap kening ke pipi menuju dagu lalu sedikit mendongakkan kepala Ziel agar mereka bisa saling tatap.

"Let's speak up," ucap Enver sedikit lembut.

Ziel menatap mata Enver yang sudah lebih melunak dari yang kemarin menatapnya begitu tajam. Bukannya lebih baik, Ziel malah semakin merasa bersalah.

Bibirnya bergetar melengkung kebawah, matanya sayu mulai berkaca kaca bahkan beberapa air mata sudah berhasil lolos mengalir di pipi.

"Hei hei hei, kenapa menangis hm?" heran Enver

Ziel tak menjawab. Ia memeluk erat leher Enver dengan wajah yang ia sembunyikan diceruk lehe Enver. Disana ia mengeluarkan tangisannya.

Hiks hiks hiks huhuhu~

m-ma hiks a-af huhuhu hiks hiks

huhuhu~ m-maaf K-kakak huhuhu~

Enver berdiri dengan Ziel berada digendongannya. Ia berjalan keluar dari mansion. Sungguh sesak jika harus berlama lama berbagi oksigen dengan babi gril itu. Mana ia harus mengeluarkan tenaga untuk menenangkan Adek bungsunya.

"Sst jangan menangis," Enver mengusap usap punggung Ziel guna menenangkannya. Mungkin karena ia merupakan anak sulung jadi sudah fasih menenangkan seseorang yang menangis.

Saat berada diteras ia berpapasan dengan Gaven dan Gevan yang akan masuk kedalam mansion.

"Adek kenapa menangis Kak?" tanya Gaven

"Moodnya buruk," jawab Enver asal

Gevan yang mencoba meraih Ziel langsung ditepis oleh Enver.

"Masuk, istirahat," titah Enver

Gevan berdecak tak urung mengikuti ucapan Enver. Ia juga menarik Abang kembarnya masuk kedalam untuk ia mintai pertanggungjawaban karena sudah menghukumnya di sekolahan hingga kini badannya pegal semua.

FAZIELLOTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang