~5 : Sepupu Toksik

400 62 5
                                    

"Oboi pergi dulu, ya."

Hari ini hari Senin, di mana itu artinya BoBoiBoy akan kembali bekerja seperti biasa dan [Name] di rumah bersama asisten rumah tangga mereka. Iya, asisten baru.

Beberapa hari yang lalu, BoBoiBoy merekrut satu asisten rumah tangga dari sumber yang terpercaya (pastinya) untuk menemani [Name]. Asistennya ini perempuan, sudah lumayan berumur tapi masih semangat bekerja dan lemah lembut.

Oleh karena itu pula, BoBoiBoy memilihnya.

Menurutnya, [Name] membutuhkan sosok lembut yang bisa menemaninyasehari-hari di saat ia sedang tidak ada.

"Okeee!" [Name] tersenyum cerah, tangannya masih ditautkan dengan tangan sang suami; yang sepertinya suaminya itu tidak mau melepas genggaman pada tangannya.

BoBoiBoy terkekeh pelan, dia mengecup kening [Name] untuk yang terakhir kalinya sebelum dia berangkat kerja. Setelahnya, barulah pria itu pergi menuju mobilnya untuk bekerja.
"Hati-hatii Oboiii!" Ujarnya, sebelum BoBoiBoy benar-benar pergi.

Laki-laki itu hanya membalas ucapan istrinya dengan senyum dan anggukan, lalu ia mengeluarkan mobilnya dari parkiran dan pergi begitu saja, meninggalkan [Name] bersama sang bibi di rumah.

Tak apa, ini sudah biasa. BoBoiBoy pergi bekerja, [Name] di rumah akan melakukan apapun yang ia mau selama itu dalam kawasan bibi.

Dia juga diberi ponsel oleh BoBoiBoy untuk berkomunikasi tapi ... sayangnya [Name] itu spesial. Dia tidak begitu mengerti mana yang salah dan mana yang benar. Dia juga polos.

Oleh karena itu juga, kini ponselnya penuh dengan nomor-nomor tak dikenal. Tentunya, BoBoiBoy tidak mengetahui hal itu.

Salah satunya adalah temannya dulu, Fang. Orang itu memiliki nomor [Name], entah bagaimana tapi beberapa hari yang lalu [Name] memang bertemu dengan Fang (karena tidak sengaja) mungkin dari situ pula, Fang mendapat nomornya.

Tadi malam, pria itu mengajaknya untuk pergi jalan, yang mana langsung disetujui begitu saja oleh [Name]. Rencananya, hari ini [Name] akan jalan bersama Fang. Dia sudah izin kepada BoBoiBoy semalem―sayangnya, dia izin ketika BoBoiBoy sudah setengah sadar, sehingga dia berakhir hanya diiya-iyakan oleh BoBoiBoy.

Tak butuh waktu lama, pukul sembilan pagi mobil Fang sudah terlihat di depan rumah. Bibi yang saat itu tengah menyapu halaman tampak penasaran, apa tujuan kehadirannya?

Setau bibi, [Name] itu tidak memiliki banyak teman. BoBoiBoy sendiri juga berkata kalau [Name] itu seringnya di rumah dan jarang ada tamu yang datang ke rumah mereka kecuali keluarga.

"Pagi, Mas..." disapalah oleh bibi dengan lembut. Fang yang melihat itu langsung menunjukkan senyumnya. "Pagi, [Name]-nya ada?" lantas si bibi mengerjapkan matanya.

"Ada, sih... ini temannya, ya?"Pertanyaan bibi itu diangguki oleh Fang.

"Iya, saya ada janji mau jalan sama [Name]..."

"Oh, begitu, toh...." Mereka berbincang sebentar sampai akhirnya [Name] keluar dengan pakaian rapi dan senyum cerah.

"Fang!" dia berlari mendekati dua insan tersebut, bergelayut pada bibi sebelum benar-benar menatap Fang. "Ayukkk jalan!!"

"Loh, [Name] mau ke mana?" mau bagaimana pun, bibi masih sedikit khawatir.

"Ke mall ... sama Fang! Fang baik kkokkk, [Name] udah bilang Oboi jugaak."

Mendengar jawaban [Name], bibi mengangguk dan menatap Fang, "Kalo sudah ada izin dari Mas BoBoiBoy sih ya sudah... saya jadi agak lega. [Name] nya tolong dijaga ya, Mas..."

Begitulah bagaimana selanjutnya bisa terjadi.

---

Awalnya tak apa-apa, tidak ada yang terjadi. [Name] duduk di kursi mobil milik Fang, sementara Fang mengendarai mobilnya. Selama di perjalanan pun, mereka tak begitu ribut.
Paling hanya soal [Name] yang sedikit-sedikit cekikikan.

Sampai akhirnya ... mereka terjebak di dalam kemacetan. [Name] mulai berisik karena bosan.

Fang yang mendengarnya juga muak. Macet benar-benar membuat dua mood orang ini jatuh begitu saja.

"Ihuhhh lamaa! Pas sama Oboi gak selama ini!"

Fang memutar bola matanya malas, kenapa sih, lagi-lagi dirinya disamakan dengan BoBoiBoy? Sudah cukup muak sebenarnya.

"Ya itu kan sama BoBoiBoy. Ini loh macet." nada bicara Fang agak tinggi dan ketus, tapi [Name] tidak menyadarinya. Mau bagaimana pun [Name] hanya mau mobil ini cepat bergerak.

Sampai pada akhirnya, Fang berada di titik kesabarannya yang paling akhir. Dia menatap [Name] sebal, seketika ingatannya ikut kembali memutar bagaimana mereka di masa lalu.

Uh, mengingatnya saja membuat Fang muak.
"[Name],"

"Apaaa? Kapan mobilnya geraaak?"

Fang menghela napas pelan, "Mau cepet gerak?" pertanyaan Fang itu membuat [Name] tertarik.

"Mau!" lantas, pemuda itu menyunggingkan seringai tipis sebelum akhirnya memerintah.
"Coba keluar dari mobil,"

"...? Buaaat?"
"Biar mobilnya cepet gerak."

[Name] tidak mengerti, ia pikir mobilnya akan bergerak jika dia keluar. Lantas, dia menyetujui omongan Fang dan keluar dari mobil itu di tengah kemacetan. Membuat Fang tersenyum puas.

Dari awal, Fang memang tidak berniat mengajak [Name] jalan ke mall.

Melainkan mengajak [Name] untuk ajang balas dendamnya.

Setelah macet sudah lumayan tidak parah, Fang melaju pergi meninggalkan [Name] di luar sana.

Sedangkan yang ditinggal membuat raut wajah bingung serta takut ketika melihat mobil itu melaju pergi. Dia mengejar mobil Fang, tapi tidak dapat diraih.

"Heeeiii!"

[Name] mencoba mengejar mobil itu lagi. Tanpa sadar, ada mobil lain yang melaju dari arah kirinya.

Pin!! Piiin!!

[Name] kaku. Ia tidak tau mau melakukan apa.

"[NAMEEE!!!"

-------------

Halooo! Hai!!

Gimana gimana? Seru nggak?

owner of my heartWhere stories live. Discover now