06

58K 4.9K 79
                                    

Ruangan kedap suara itu dipenuhi dengan bacaan hafalan Al-Qur'an dari Zidane setelah dia melaksanakan shalat magrib. Lantunan bernada jiharkah itu begitu indah dilafalkan oleh Zidane, yang hanya bisa didengarkan olehnya yang berada di ruangan ini sendirian. Tekadnya sudah bulat berniat untuk menyelesaikan hafalannya, juga memurojaah hafalan yang telah dihafalnya. Dengan Al-Qur'an kecil berwarna coklat yang baru dibelinya tadi sore.

Lima lembar telah diselesaikannya dalam memurojaah, sedikit melelahkan untuk pengenalan baru setelah satu tahun belakangan dia kurang fokus dalam memurojaah hafalannya, ya bisa dibilang berantakan. Dia bersyukur di kehidupannya ini bisa kembali SMA, dia pasti mempunyai banyak waktu untuk hafalannya, daripada kuliah yang memiliki kesibukan yang banyak jauh dibandingkan SMA.

Tok, tok!

Suara ketukan pintu membuat Zidane mengerutkan alisnya, dia kini menutup Al-Qur'an nya kemudian berjalan ke arah pintu kamarnya.

"Chila?" Makhluk kecil yang nampak menggemaskan itu berdiri di depan pintu kamar Zidane. Dia ingat, siapa lagi makhluk kecil nan menggemaskan ini selain Adiknya antagonis? Pipi chubby serta merah merona itu membuat Zidane ingin sekali mencubitnya.

Chila, gadis kecil itu mendongak menatap Abang ketiganya itu. Namun setelah Zidane menatapnya lamat, dia malah menundukkan kepalanya. "Abang malah ya sama Chila?"

"Malah? Marah?" gumamnya sedikit tak mengerti.

Chila hanya menunduk, bulir-bulir bening itu turun tanpa permisi di pipinya. Dia menghapus air matanya, sambil terisak pelan. Hal itu tentu membuat Zidane panik, kemudian berjongkok menyamakan tingginya. "Hei, Chila kenapa?" tanyanya lembut.

Chila menatapnya lamat, dengan hidungnya yang memerah. "Abang malah ya sama Chila? Chila salah apa? Kenapa Chila nggak liat Abang kelual?"

Zidane sepertinya faham. Dia tau bagaimana karakter dari Adik antagonis ini, gadis kecil yang begitu polos dan berhati lembut bak malaikat. Diantara keluarganya, hanya Chila yang bisa menerima Zidane seutuhnya. Gadis kecil itu tidak mengerti apa arti kebencian, dia hanya menginginkan untuk disayangi oleh orang yang diinginkannya, contohnya Zidane. Meskipun hampir setiap kali orang tuanya mengingatkannya untuk tidak terlalu dekat pada Zidane, namun dia tidak melakukannya dengan benar.

Sementara Zidane asli, dia tau jika Zidane seperti juga memiliki jarak dengan Adiknya ini. Tidak jarang jika Zidane juga melampiaskan kekesalannya pada Adiknya juga, dan berakhir gadis kecil itu menangis. Dia tidak mengerti, mengapa bisa author menjadikan makhluk menggemaskan ini sebagai korban tidak bersalah di novel ini? Apalagi, pelakunya adalah Zidane si antagonis yang notabene adalah Abang kandungnya.

"Kau sudah g3la! Kau bahkan memb3nuh Adikmu sendiri!"

Zidane tersenyum samar. Dia berjanji akan mengubah takdir novel itu, sebisanya.

"Chila nggak salah, siapa yang bilang Chila salah? Abang nggak pernah marah sama Chila, ingat itu. "

Zidane tersenyum manis, pancaran kasih sayang itu tercetak jelas di matanya. Dia mengusap kepala gadis kecil itu dengan lembut, meskipun tangannya seakan bereaksi sebaliknya karena tangan itu terbiasa digunakan untuk memukulnya.

Melihat Chila, dia jadi teringat Adik laki-lakinya yang sudah menginjak SMP. Dia jadi merindukannya, meskipun dia sudah besar dan tidak bersikap layaknya anak kecil, namun kenangan-kenangan saat masih seumuran dengan gadis kecil ini masih teringat di benaknya. Anak laki-laki itu cengeng dan sering mengadu padanya, meskipun itu hal-hal kecil.

"Benelan?" Bukannya berhenti, Chila jadi kembali menangis karena terharu. Rasanya ini adalah pertama kalinya Abang ketiganya menyentuh kepalanya, dan mengusapnya lembut. Zidane sendiri terkekeh melihatnya, sama sekali tidak masalah dengan hal ini.

Transmigrasi Mantan Santri? [Otw terbit✓]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang