18

51.4K 4.5K 97
                                    

Vote dulu sebelum baca;)
.
.
.
.
______________

Di sebuah ruangan, dikumpulkan 9 orang yang dipilih untuk mengajarkan soal-soal yang tertera di kertas. Di ruangan itu tentu bukan hanya 9 orang tadi, melainkan ada 2 guru pengawas. Bu Jema, menjadi salah satunya.

"Apa Ibu yakin dengan dia?" tanya seorang guru laki-laki dengan kacamata bertengger di hidungnya. Pak Reza—salah satu guru pengajar Matematika menatap ke arah Zidane datar. Dia cukup heran saat Bu Jema merekomendasikan laki-laki itu menjadi salah satu kandidat untuk mewakili olimpiade sekolah, padahal yang dia dengar Zidane adalah murid yang berperilaku buruk, sekaligus bodoh.

Bu Jema menghembuskan nafasnya pelan. "Kamu akan terpukau melihatnya nanti, aku yakin. "

"Benarkah? Dia murid yang bodoh bukan?" Dia menatap ke arah Bu Jema dengan sorot mata merendahkan. "Apa karena dia merupakan anak dari pemilik sekolah ini jadi anda merekomendasikannya? Saya bahkan lebih percaya kepada Kakaknya dibandingkan anak itu. "

Bu Jema membuang wajahnya. "Bisakah kamu tidak merendahkannya lebih dulu?" Dia ingat jelas saat dia merendahkan Zidane waktu itu di kelas berniat mempermalukannya, dan yang terjadi malah terbaik, Zidane lah yang mempermalukannya. Dia sungguh malu saat itu, bahkan dia sempat berniat pindah, namun dia masih memikirkan jika dia membutuhkan pekerjaan ini, gwenchanayo.

"Mengapa? Bukankah benar apa yang saya katakan? Dia juga langganan BK. Jika ingin merekomendasikan lihat lebih dulu kemampuannya—"

"Anda belum tau kemampuannya bukan?" potong Bu Jema lebih dulu. "Saya sudah membuktikannya sendiri, dia sudah tidak membuat masalah akhir-akhir ini. Mungkin saja dia menyembunyikan kemampuannya?"

"Sudahlah Pak Reza, lihatlah kemampuannya lebih dulu. Saya pasti anda akan takjub nanti, pegang kata-kata saya ini. Dan lagipula, saya tidak peduli dia anak pemilik sekolah atau bukan, intinya dia berbakat. "

"Baiklah. " Meskipun dengan wajah jengkel, dia mengiyakannya.

Zidane menarik nafasnya perlahan, kemudian menghembuskan nafasnya. Dia mendengar percakapan 2 guru tersebut, karena posisi duduknya berada di paling depan, dan paling dekat dengan tempat mereka berada. Dia harus menahan kesal karena ucapan menyudutkan guru laki-laki itu padanya.

"Jangan kesel, nggak guna soalnya. Lebih baik dengan pembuktian kan?" Dia bergumam sendiri.

Zidane kembali menatap soal-soal yang tertera di kertas, sebenarnya ini cukup mudah untuk Zidane yang pernah mengalami fase ini di kehidupannya yang sebelumnya. Dia pernah menjadi peserta olimpiade antar Pondok, dan dia juga berhasil mendapatkan juara ketiga tingkat nasional.

Satu jam lamanya telah berlalu, kertas-kertas yang berisi jawaban telah dikumpulkan ke depan. Dan yang paling akhir mengumpulkan adalah Zidane, hal itu membuat Pak Reza menatapnya dengan senyuman penuh arti sambil mengambil jawaban dari Zidane. "Apa soalnya terlalu susah?"

Zidane tersenyum dingin. "Saya sudah selesai dari beberapa menit yang lalu Pak, saya memeriksanya takut ada jawaban yang keliru. "

"Ah~baiklah. " Dia mengangguk-angguk, dia cukup terkesan saat melihat respon Zidane tadi. Padahal yang dia tau jika Zidane gampang sekali terbawa emosi.

"Baiklah, ini jawaban yang terakhir. Silahkan ditunggu hasilnya, semoga yang terpilih bisa membawa harum nama sekolah kita. Saya permisi. " Pak Reza tersenyum tipis, sambil melangkahkan kakinya keluar dari ruangan, sama halnya dengan Bu Jema, namun yang membuat Zidane bergidik ngeri adalah Bu Jema tersenyum manis padanya.

"Tuh guru kenapa?!" jeritnya dalam hati. "Jangan-jangan tuh guru suka sama gue? Atau nggak, dia buat rencana ngeb7n7h gue gara-gara sikap kurang sopan gue waktu itu—"

Transmigrasi Mantan Santri? [Otw terbit✓]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang