46

46.2K 5.2K 692
                                    

Seusai shalat magrib, Zidane melakukan rutinitasnya untuk membaca Al-Qur'an, ya bisa dibilang—dia memurojaah hafalannya. Ini juga salah satu usahanya untuk mempersiapkan diri di jam 9 malam ini, dia hanya berharap bisa menyelesaikannya tanpa adanya balapan liar. Bukannya takut, dia tidak ingin mencari masalah lebih lanjut, Alta bukanlah orang yang puas terhadap sesuatu setelah semuanya tercapai.

"Kalo nggak balapan terus apa?"

Zidane bergumam, sambil menatap ke arah handphonenya yang menampilkan ayat-ayat Al-Qur'an. "Gue nggak mau balapan, gue takut—keinget balapan liar terakhir, gue isdet. " Dia menekuk wajahnya.

"Mo nangis gue, soalnya nggak balapan entar malah tawuran, yakin gue. Gue males banget ribut, malah otw kantor polisi kan nggak lucu. "

"Mana mau si Alta diajak lomba baca Al-Qur'an kan?"

"Iya sih, kalo mau lomba baca Al-Qur'an aja, nggak perlu modal bensin, tabungan buat akhirat kan. " Zidane mengangguk-angguk membayangkan jika tantangan yang diberikan oleh Alta bisa diganti dengan lomba baca Al-Qur'an, kan keren bukan?

"Beh, remaja geng-geng yang biasanya ribut di jalanan mendadak lomba baca Al-Qur'an, keren nggak tuh? Iya kan, aduh bagus-bagus sih. Atau menghafal aja? Surah pendek kan enak tuh, terus undang ustadz buat jadi juri, sekaligus ceramah agama. "

"Atau baca kitab kuning aja nggak sih? Entar mainnya nahwu sharaf, keren-keren pasti. Gue jadiin mereka santri semua. " Zidane tersenyum cerah, dia jadi ingat ucapannya saat dia baru-baru memasuki dunia ini. Dia sama sekali tidak faham geng motor atau sebagainya, dan dia berencana untuk menjadikan mereka santri, ya dia basicnya kan ketua asrama, jadi tidak ada salahnya bukan?

Zidane menggelengkan kepalanya pelan, pikiran liarnya itu terus berkelana. Menjengkelkan, jika dia sendiri, dimanapun tempatnya, khayalannya akan berjalan sendiri. "Ah bodo amat lah, kasian Al-Qur'an dianggurin, handphone dipegang mulu kagak dilepas. "

Padahal, sekarang dia sedang memegang handphone—ya paling tidak, handphone ini dia gunakan untuk hal kebaikan bukan? "Lo jangan bikin gue masuk neraka ya, gue gunain lo dalam jalan kebaikan nih. " Entahlah, Zidane tau perkataannya diarahkan kepada benda mati. Dan sesaat setelahnya, dia memutuskan untuk memulai bacaannya.

"Zidane. "

Setelah lebih dari satu halaman Zidane membaca Al-Qur'an, suara panggilan itu membuatnya menoleh. Dia pun menyudahi bacaannya. "Kenapa?"

"Anak-anak pada makan, lo mau?" Daffa—pemuda itu bersuara dengan intonasi datar, dia menatap ke arah Zidane yang beberapa meter jaraknya dari dirinya.

"Nggak, makasih. Udah gue di rumah tadi, " sahut Zidane dengan senyuman sekilas, dia kemudian menatap layar handphonenya kembali.

Daffa bergerak menghampiri, yang membuat Zidane mengalihkan pandangannya. "Lo udah siap buat nanti? Apa rencana lo? Lo tau kan—Alta kayak gimana?"

Zidane menarik nafasnya panjang. "Gue mau usahain damai sih, gue sebenarnya nggak mau balapan. "

"Damai?" Daffa mengalihkan pandangannya. "Cih, orang kayak Alta nggak mungkin bisa damai. Dia pasti pake cara apapun buat dapetin tujuannya. "

"Lo tau tujuan dia?"

Daffa sempat tertegun, namun pemuda itu kemudian menggelengkan kepalanya. "Mungkin dia dendam sama lo, waktu itu—dia pernah fitnah lo kan? Alta orang yang nggak gampang puas, bahkan kalo seandainya dia bisa mencapai tujuannya. "

"Gue tau, " sahutnya dengan helaan nafas. "Gue nggak mau terlalu mikirin Daf, udah hitungan jam. Gue nggak terlalu peduli, asal lo pada nggak keseret masalah gue, itu udah cukup, selebihnya gue pikirin sendiri. Udah, gue mau lanjutin dulu. " Zidane kembali fokus ke arah handphonenya yang masih menampilkan ayat-ayat Al-Qur'an yang tadinya dia baca.

Transmigrasi Mantan Santri? [Otw terbit✓]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang