34

54.3K 5.2K 624
                                    

Like ya ges, komen juga. Jangan bosen ya, hhe. Katanya hampir 3000 wkwk

.
.
.
.

_______

Zidane menatap ke arah Kantin yang belum nampak siswa-siswi, karena belum saatnya untuk jam istirahat. Dia sudah keluar dari kelas sekitar 15 menit sebelum jam istirahat, karena sudah menyelesaikan ulangan harian lebih dulu. Pikirannya masih berkelana, mengingat hal yang terjadi padanya sebelum bel masuk. Bahkan karena pemikirannya itu, dia mengabaikan buku yang berniat ingin dia baca.

"Bastian?"

Nama itu terus melintasi pikirannya, Bastian berubah. Anak yang digambarkan pandai mengendalikan emosi,namun seolah berubah saat mengingat hal tadi. Dia selalu mudah terbawa emosi saat berkaitan dengan Selly, dia rasa. Beberapa waktu lalu, dia juga pernah menjadi korbannya bukan? Padahal gadis itu hanya terjatuh dengan sendirinya, bukan tanpa sengaja.

"Dia iri sama gue?"

"Karena gue narik perhatian orang di sampingnya?"

"Ah nggak, gue nggak narik mereka woy! Masa iya sih? Gue nggak pernah ada niatan kek gitu, gue bodo amat. "

Dia kembali merenungi, anak itu memijat pelipisnya saat kepalanya mendadak pening. Dia masih mengenakan perban, dan itu membuatnya risih, dia berharap bisa meminta Dokter Matt untuk melepaskannya dalam waktu dekat. Dan masalah kaki, yang dia merasa sedikit membaik, meskipun terkesan memaksakan setidaknya dia merasa tenang karena berangkat sendirian.

"Gue ngerasa familiar sama kejadian tadi. "

"Jangan-jangan ada scene di novel lagi?"

Zidane terdiam, dia memilah-milah memori saat dia berada di tubuhnya yang asli. Dia berusaha mengingat scene yang tertulis di novel, dan setelah cukup lama terdiam, dia mengingat sesuatu.

"Lo kenapa disini?! Pergi!" Zidane menatap ke arah Bastian tidak suka, gejolak emosi terpancar dari matanya, dia benar-benar tidak terima saat melihat Bastian malah melerainya yang ingin memukul Fian.

Bastian menatap dingin ke arah Zidane, dia seolah tuli dengan hal yang diucapkan oleh Zidane—laki-laki yang seharusnya berstatus sebagai sepupunya. Namun karena hubungannya merenggang, Zidane sama sekali tidak menyukai kehadirannya, entah kenapa. "Jelasin ke gue. "

Fian yang mendapat tatapan penuh intimidasi itu sontak mengalihkan pandangannya. "Dia yang duluan, dia nyerang gue duluan dengan alasan nggak logis! Dia pikir gue yang udah bully Selly! Padahal gue berniat nolongin dia tadi!"

"Selly?"

Bastian meraup wajahnya kasar, untuk kesekian kalinya dia mendengar nama gadis itu mengalami pembullyan. Dia merasa gagal akan tugasnya, apalagi mengingat gadis itu merupakan satu-satunya wanita yang dekat dengannya akhir-akhir ini.

"B*ngs*t! Minggir lo, gue yang tau masalahnya! Dia bohong!"

Bastian mendorong tubuh Zidane kasar, dia menatap ke arah Zidane kemudian menggelengkan kepalanya. "Jangan gegabah! Kontrol emosi lo! Fian udah bilang kalo dia nggak salah!"

"Kenapa lo bela dia hah?! Gue yang liat sendiri s*alan!"

Fian mendengus kasar. Dia benar-benar muak melihat sikap Zidane yang selalu terbawa emosi."Lo cuman liat gue ada di sana! Tapi lo kagak liat pas gue bully Selly kan?! Karena kenyataannya gue nggak bully Selly!"

"Lo denger sendiri kan Zid? Lebih baik selesain ini dengan kepala dingin. Jangan pake emosi. " Bastian berusaha bersikap lebih tenang, dia tidak mungkin menghadapi dengan emosi yang sama.

Transmigrasi Mantan Santri? [Otw terbit✓]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang