Thor, tempat aman gue di sekolah kan? Pasti lah, ye kan? —Zidane
Sekolah ndasmu, kagak ada! —Author
______________
Suara penjelasan dari guru mapel, terdengar jelas di telinga Zidane yang kini mengikuti pembelajaran kelas pertama kali setelah 2 hari dia tidak masuk. Dia memperhatikan pembelajaran dengan seksama, dan orang-orang kelas pun sudah tidak heran karena selama seminggu terakhir ini Zidane tidak pernah membolos seperti dulu.
Dan sifatnya pun, tidak ada lagi Zidane yang suka menjadikan orang lain pelampiasan kekesalannya, suka membentak atau bertingkah yang membuat orang lain marah. Zidane menjadi sosok yang tidak terlalu berbicara di kelasnya, dia hanya berbicara seperlunya.
"Ada yang ingin ditanyakan?"
"Baiklah, saya akhiri pembelajaran hari ini. "
Guru tersebut mulai merapikan buku-bukunya, dia bangkit dari tempat duduknya dan berjalan mendekati ke arah Zidane di sana. "Setelah ini kamu ke ruang guru ya. "
"Saya Bu?" Zidane menunjuk dirinya sendiri, dia juga menatap ke arah Daffa yang tidak berkomentar apa-apa. Apa dia melakukan kesalahan? "Kalau boleh tau, kenapa saya dipanggil Bu?"
"Iya, kamu. Saya kan liatnya ke kamu. " Dia terkekeh ringan. "Nggak tau tuh, Bu Jema yang panggil kamu, katanya ada perlu. Yasudah, saya duluan. "
Zidane mengerjapkan matanya berulang kali. Dia tidak salah dengar bukan? Bu Jema—guru fisika yang sempat dia buat tercengang di hari pertama dia sekolah setelah menempati tubuh ini. Apa dia dendam dengannya? Ayolah, dia merasa tidak bersalah saat itu, dia hanya menunjukkan yang seharusnya karena tidak ingin dipandang sebelah mata saat itu.
"Lo ngelakuin kesalahan, Zid?"
Tentu pertanyaan itu tidak datang dari Daffa yang berwajah bak triplek itu, melainkan Laksa yang saat ini ikut berdiri menatap ke arah guru tersebut berlalu. "Bu Jema? Nggak salah? Guru killer itu Zid!"
Thala ikut membenarkan. "Apa jangan-jangan karena waktu itu Zid? Lo sempat bikin malu tuh guru waktu itu, seminggu lalu, iya kan?"
"Lah iya woy, Zid! Parah-parah. " Laksa menggelengkan kepalanya takjub. Sebenarnya sifat Laksa kini sudah lebih mencair dibandingkan dulu, jika dulu mungkin Laksa akan lebih berhati-hati dengan kata-katanya. Namun sekarang entah kenapa, saat melihat wajah teduh dari Zidane membuatnya seakan lupa dengan sifat Zidane yang dulu.
Zidane menghembuskan nafasnya pelan. "Itu gue nggak salah!" Dia mendengus kemudian. "Harusnya lo berdua doain gue, yaudah gue ke ruang guru, lo bertiga duluan aja ke Kantin, gue nyusul. "
"Oke!"
Sementara Zidane, dia berjalan was-was menyusuri koridor sekolah. Beberapa dari warga sekolah, juga membicarakannya saat dia menyusuri koridor, tentu tidak jauh-jauh dari kejadian kemarin, saat dia menolong Selly yang hampir terkena bola basket. Mereka juga membicarakannya dengan Bastian, saat laki-laki itu menyeretnya dan dia pasrah tanpa perlawanan, padahal orang lain tau jika mereka berdua adalah musuh bebuyutan selama ini.
Emang beneran nggak sih kejadian kemarin?
Iya, gue liat sendiri tau!
Kagak percayaan amat lu dah, wajar sih orangnya aja kek Zidane!
Lo nggak sadar apa, udah lebih dari seminggu tuh orang kagak buat ulah!
Bastian nyeret dia kemarin, kek nya nyuruh dia pulang si! Mana si Zidane nurut!
Mereka beneran musuh bebuyutan? Gue jadi ragu
Bastian sama Zidane mah musuh buyutan dari lahir
KAMU SEDANG MEMBACA
Transmigrasi Mantan Santri? [Otw terbit✓]
Teen Fiction[Part masih lengkap, follow dulu baru baca🤸] Bukan BL!!! Yang bilang bl ta geprek😬 Blurb; Gimana jadinya lulusan santri transmigrasi ke tubuh antagonis yang terobsesi pada protagonis wanita? Plot twist, teka-teki!