64

28.4K 3.9K 647
                                    

Seminggu lamanya Zidane terbaring koma di Rumah Sakit, setelah seminggu lalu menjalani operasi. Nyawa pemuda itu sempat berada di ujung tanduk di saat di tengah operasi keadaan detak jantungnya melemah, namun setelah usaha tim medis, kondisinya kembali membaik, dan operasinya lancar. Meskipun, dia harus terbaring koma—tanpa tau kapan dia akan bangun.

Di sinilah Kamila berada, mungkin wanita itulah yang paling sering mengunjungi Zidane dalam seminggu terakhir. Dia benar-benar menyisihkan waktunya untuk lebih lama di tempat ini, meskipun harus merelakan waktu istirahatnya yang biasa dia gunakan di Mansion.

"Zidane, Mamah datang ke sini lagi. "

Suara Kamila terdengar menyapa dengan seulas senyuman tipis, wanita itu kemudian duduk di sebuah kursi yang ada di dekat brankar. Kamila bisa melihat jelas wajah pemuda itu dari jarak sedekat ini, wajah dan kulitnya yang nampak pucat, dan tubuhnya yang dirasa semakin kurus. Rambut pemuda itu juga hampir tidak terlihat karena terlilit perban.

"Mamah benar-benar takut waktu itu, jika kamu benar-benar meninggalkan Mamah. "

"Jangan lakukan itu ya? Mamah yakin kamu bisa melewati semua ini. "

Kamila tersenyum samar, mengingat hal itu membuat perasaannya kembali tak karuan. Dia merasa hampir dunianya hancur saat itu, saat mendengar tim medis mengatakan jika kondisi Zidane memburuk. Dia sangat takut Zidane meninggalkannya saat itu ... namun nyatanya, pemuda itu berhasil melewatinya, meskipun harus terbaring dalam keadaan koma seperti ini.

"Mimpimu sangat indah ya, sayang?"

"Mamah rindu senyuman kamu. "

Kamila masih ingat jelas kejadian seminggu lalu, sebelum kejadian Mansion diserang, Zidane tidur di pangkuannya. Nafas pemuda itu yang teratur, dan nampak nyaman bersamanya. Namun, semua itu harus sirna, di saat tiba-tiba segerombolan orang-orang datang ke Mansion untuk menghancurkan keluarganya

"Dia sudah kembali diproses hukum. "

"Kamu tenang saja. "

Kamila beralih mengelus tangan dingin pemuda itu, dengan banyaknya alat-alat medis yang melekat di tubuhnya membuat wanita itu harus mati-matian menahan air matanya. "Maaf karena Mamah gagal menjagamu, Zidane. Maafkan Mamah, maaf Mamah hanya bisa diam saat kamu tertembak, Mamah bahkan tidak bisa berbuat banyak saat itu. "

Wanita itu menyalahkan dirinya atas apa yang terjadi, padahal di saat itu dia juga berusaha untuk tidak merintih kesakitan karena takut memperburuk suasana. Dan jika diingat suasana waktu itu, punggungnya juga beberapa kali dipukul menggunakan balok di saat menghalangi bawahan Ardana yang ingin menghentikan kedua putranya melepas ikatan. Dan sakitnya, juga dirasa belum sembuh hingga sekarang.

"Kamu begitu baik menyelamatkan, Papahmu kan?"

"Fisik Papahmu jelas lebih kuat darimu, Zidane—"

"—Mamah harap kamu sanggup melawan rasa sakitnya ... meskipun itu membutuhkan waktu untuk kamu bisa melawannya, Mamah akan menunggu. "

Kamila kini tidak bisa menahan tangisnya lebih lama, dia menangis sekedar untuk melepas kesedihannya, dan tidak lama setelah itu ... tatapannya tertuju dengan apa yang dibawanya di dalam tasnya. "Al-Qur'an?"

"Nyonya Kamila. " Setelah menghabiskan waktu cukup lama di ruangan itu, akhirnya Kamila melangkahkan kakinya untuk keluar dari sana. Di saat dia keluar dari ruangan, dia mendapati dua bodyguard yang dia tugaskan untuk menjaga ruangan Zidane, namun tidak hanya keduanya, melainkan ada orang lain yang nampak familiar di penglihatannya.

"Bu Kamila, " sapa pria dewasa itu dengan seulas senyuman tipis.

Kamila mengerutkan keningnya. "P—pak Reza? Anda Pak Reza kan?"

Transmigrasi Mantan Santri? [Otw terbit✓]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang