67

27.1K 3.6K 554
                                    

"Mesjid?"

Pria dewasa itu menatap ke arah bangunan di depannya dengan perasaan gemuruh, beberapa menit yang lalu ... ada orang yang mengatakan jika disinilah tempat yang ampuh untuk menenangkan diri. Dan langkah kakinya, akhirnya terbawa ke tempat ini.

"A—aku sudah sangat lama tidak pernah ke tempat seperti ini, aku sadar jika aku terlalu jauh .... "

Dia bergumam, perasaan yang sulit dijelaskan menghantam hatinya. Dia kemudian mengusap gusar wajahnya, kemudian berjalan ke tempat wudhu.

"Wudhu? Aku bahkan tak ingat bagaimana. "

Anggara sempat termenung menatap ke arah kran air di depannya, dia merogoh sakunya dan mengambil handphonenya. Anggara sempat melihat ke arah sekelilingnya, kemudian memutar sebuah video yang memperlihatkan tata cara orang berwudhu.

"Ah begitu?" Anggara mengacak kasar rambutnya, dia melakukan wudhu dengan apa yang diingatnya saja. Dan setelah selesai, dia kemudian melangkahkan kakinya masuk ke dalam Mesjid.

Hawa dingin seakan mulai terasa menyentuh kulitnya, Anggara menarik nafasnya dalam-dalam saat mulai menyadari jika bukan hanya dirinya yang ada di tempat ini. Dia merasa segan menginjakkan kakinya disini, dan tidak ingin orang lain tau, makanya dia memilih Mesjid yang cukup jauh dari kediamannya dan Rumah Sakit tempatnya tadi.

"Perasaan ini aneh. " Anggara menghentikan langkahnya saat berada di tempat yang cukup jauh dari penghuni lain. "B—bagaimana aku melakukan shalat?"

Anggara kembali terdiam, dia hanya mengingat tata caranya saja. Namun untuk bacaannya, dia hanya ingat sedikit-sedikit, bagaimana dia bisa melakukannya? "Aku lakukan sebisanya saja. " Dia mengambil posisi.

"Allahuakbar. " Pria dewasa itu mengangkat kedua tangannya sebatas telinga, dan kemudian menurunkannya. Bibirnya terasa kelu untuk mengucapkan bacaan yang bahkan hanya sedikit tersisa di ingatannya, perasaannya semakin campur aduk, dan tanpa sadar ... dia meneteskan air matanya.

Dia mulai tersadar, sepanjang dia melakukan shalat yang terdiri empat rakaat, air matanya terus mengalir. Dia merasakan sensasi yang sebelumnya tidak pernah dia rasakan. Anggara juga sadar, dia bahkan tidak ingat kapan terakhir dia melakukan kewajibannya sebagai umat muslim selama ini. "Belum pernah aku merasakan ketenangan seperti ini. "

--

"Sejak kapan kamu mengenal Zidane?"

Laki-laki yang jauh lebih muda dari Anggara menoleh ke arahnya. "Kalo tidak salah, saat Zidane masih SD. "

"Kenapa bisa?"

"Zidane salah satu murid saya di TPQ, saya sudah cukup lama mengajari Zidane mengaji, dia ... dia bahkan juga sempat menghafal Al-Qur'an di tempat saya mengajar. "

Anggara terdiam, perasaan penasarannya kini sudah terjawab. Dia baru tau jika Zidane bisa membaca Al-Qur'an dengan suara yang indah, bahkan ... juga menghafalkannya bukan? "Bagaimana sikapnya selama ini?"

"Zidane adalah anak yang baik, dan tekun dalam mempelajari Al-Qur'an. Zidane juga termasuk anak yang cepat dalam proses belajarnya, kemudian saya menyuruhnya untuk lanjut menghafalkan Al-Qur'an, dan proses itu juga sangat cepat dari anak yang lain. "

"Dia bukan anak pembangkang?" Anggara memusatkan tatapannya ke arah Fikri dengan tatapan datar, memastikan jika laki-laki itu tidak berbohong.

"Pembangkang?" Dahi Fikri mengerut, dia kemudian menggelengkan kepalanya. "Sama sekali tidak, selama saya mengenalnya dia benar-benar mencerminkan anak yang baik, dia bahkan memilih untuk mendengarkan saya mengajari anak yang lain, daripada bermain di luar. "

Transmigrasi Mantan Santri? [Otw terbit✓]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang