Lantunan ayat suci Al-Qur'an memenuhi ruangan kamar Zidane, Zidane—dia memurojaah hafalannya dengan suara yang keras. Dia melakukan hal itu tentu bukan tanpa alasan, dia berusaha menentramkan hatinya dengan bacaan yang suci. Ya, ini tidak lain karena kejadian tadi sore, dia masih memikirkannya.
Meskipun terdengar keras dan tidak beraturan, namun hal itu tidak bisa menutupi jika Zidane mempunyai suara yang indah. Dan lagipula suaranya ini tidak akan mengganggu karena kamarnya kedap akan suara.
"Hue, kok kebalik-balik ayatnya?!"
Zidane menyembunyikan wajahnya di balik Al-Qur'an, menarik nafas panjang dan mulutnya masih membacakan ayat Al-Qur'an dengan suara keras.
"فَانْطَلَقَاۗ حَتّٰٓى اِذَا رَكِبَا فِى السَّفِيْنَةِ خَرَقَهَاۗ قَالَ اَخَرَقْتَهَا لِتُغْرِقَ اَهْلَهَاۚ لَقَدْ جِئْتَ شَيْـًٔا اِمْرًا. "
"قَالَ اَلَمْ اَقُلْ اِنَّكَ لَنْ تَسْتَطِيْعَ مَعِيَ صَبْرًا. "
"قَالَ لَا تُؤَاخِذْنِيْ بِمَا نَسِيْتُ وَلَا تُرْهِقْنِيْ مِنْ اَمْرِيْ عُسْرًا. "
فَانْطَلَقَا ۗحَتّٰٓى اِذَا—رَكِبَا فِى السَّفِيْنَةِ خَرَقَهَاۗ
"E-eh. Ayat diatas itu tadi. " Zidane menepuk pelan kepalanya.
فَانْطَلَقَا ۗحَتّٰٓى اِذَا لَقِيَا غُلٰمًا فَقَتَلَهٗ ۙقَالَ اَقَتَلْتَ نَفْسًا زَكِيَّةً بِغَيْرِ نَفْسٍۗ لَقَدْ جِئْتَ شَيْـًٔا نُكْرًا
Bacaannya masih berlanjut, Zidane hanya fokus dengan bacaannya untuk menentramkan hatinya. Dia sama sekali tidak sadar jika pintunya baru dibuka oleh seseorang, langkah kakinya kini perlahan mendekati Zidane. "S—suaranya sangat indah, menentramkan, " gumamnya.
Dia masih berdiri di tempat dengan sorot mata ke arah bawah, dia tidak bisa menyembunyikan kekagumannya itu. Dia masih mencerna, dia sudah pernah mendengar suara ini, dan dia masih merasa jika dia hanyalah orang asing yang tidak tau apa-apa tentang perkembangan Zidane—putranya. Apa dia sudah menganggap Zidane sebagai putra? Entahlah.
"P—papah?"
Jantung Zidane mendadak menegang. Dia melihat sosok Anggara tak jauh darinya, mengapa dia baru sadar jika pria dewasa itu ada di kamarnya? Dan, apa Anggara melihat apa yang dia lakukan sejak tadi?
Mendengar suara itu, Anggara mendongak. Iris matanya masih tetap sama, namun berbeda dengan kondisi hatinya yang tidak beraturan. "Suaramu indah, saya menyukainya, " ujarnya tanpa ekspresi.
Zidane terdiam, apa itu adalah bentuk pujian? Atau dia hanya salah dengar tadi? Sementara Anggara, pria itu mulai tersadar, kemudian menggeleng-gelengkan kepalanya cepat. "A—ada apa?" tanya Zidane hati-hati.
"Ikut saya sebentar, keluar. " Anggara menormalkan ekspresi wajahnya.
"Untuk?"
"Ikut saja, saya tidak punya waktu untuk menjelaskan. " Anggara langsung meninggalkan kamar Zidane, tanpa memberikan jawaban sepatah katapun.
Zidane kini hanya mengangguk, dia mulai bersiap-siap dengan mengganti pakaiannya. Dia juga meletakkan Al-Qur'an miliknya tadi di atas meja. Dia tidak bisa membohongi jika perasaannya sedikit gelisah dibuatnya. Di dalam otaknya, dia sudah memikirkan hal-hal yang kemungkinan terjadi padanya nanti, entahlah. Dia berharap wajahnya akan aman nanti.
Saat ini, Zidane—tiba di ruang tengah. Tidak ada yang berada di tempat itu, selain Anggara yang tengah anteng duduk menunggunya. Mungkin, sekitaran jam seperti ini Kamila sedang sibuk dengan Chila, sama halnya dengan Lian yang mungkin sedang beristirahat di kamar, atau tidak masih belum pulang bekerja. Dan saat Anggara melihatnya, dia langsung bangkit dari berjalan mendahului.
KAMU SEDANG MEMBACA
Transmigrasi Mantan Santri? [Otw terbit✓]
Teen Fiction[Part masih lengkap, follow dulu baru baca🤸] Bukan BL!!! Yang bilang bl ta geprek😬 Blurb; Gimana jadinya lulusan santri transmigrasi ke tubuh antagonis yang terobsesi pada protagonis wanita? Plot twist, teka-teki!