Mencari Pekerjaan Sampingan

49 3 0
                                    

Pagi itu Rawi sudah berada di area pemakaman. Hari itu, ia ada janji bertemu seseorang. Ben, Madi, maupun Seno tak tampak di area pemakaman. Rawi mengeluarkan tablet dari dalam tas semplangnya. Ia duduk di salah satu pohon ketapang yang terhampar rumput layaknya sebuah stadion sepak bola. Salah satu pohon ketapang itu terletak dekat dengan gerbang area pemakaman sebelah timur. Disela – sela kesibukanya sebagai penjaga makam, Rawi menyempatkan untuk mencari lowongan pekerjaan yang lebih baik.

Rawi dengan serius menjelajah lowongan pekerjaan dengan tablet yang ia gunakan. Rawi juga terkadang berpikir ingin menjalankan pekerjaan sampingan ditengah pekerjaannya sebagai penjaga makam. Sejujurnya, bekerja sebagai penjaga makam masih ada waktu luang yang sebenarnya bisa ia pergunakan untuk mencari tambahan rupiah.

"Hi, Wi!" sapa seseorang. "Apa sudah lama menunggu?" sambungnya lagi.

"Ah, tidak kok."

"Maaf ya, hari libur seperti ini, aku memintamu untuk bertemu disini. Seperti pembicaraan kita kemarin, aku meminta tolong kepadamu, ya," ucap Raya.

"Oh, tidak masalah. Hanya itu kan?" tanya Rawi. Raya hanya mengangguk.

"Kalau begitu aku pamit dulu, ya. Kalau ada masalah, nanti kamu bisa menghubungiku," Raya bergegas pergi. Sebelum pergi ia memberikan paper bag kepada Rawi. "Ini dapat kamu gunakan."

Rawi menerima pemberian Raya sambil setengah bengong tanpa memeriksa isi pemberian Raya. Rawi ternyata diminta Raya untuk rutin memeriksa pemakaman kakek dan neneknya yang berada di Blok AC. Walau sebetulnya, penjaga makam yang lain pun sudah memeriksa setiap makam yang ada di semua area pemakaman. Namun, Raya seperti meminta kepada Rawi untuk melakukan tugas ekstra.

Rawi memeriksa isi paper bag itu. Isinya baju koko, sajadah, dan sarung. Rawi merasa bingung. Ia diminta Raya untuk merawat makam kakek dan neneknya atau memintanya untuk berangkat umroh? Rawi kembali memeriksa isi paper bag itu. Ada sebuah amplop.

"Ini pasti detail jobdes dari Raya yang harus aku kerjakan untuk menjaga makam nenek dan kakeknya," gumam Rawi.

Rawi membuka amplop itu. Rawi terdiam sejenak dan duduk kembali dibawah pohon ketapang. Ia kembali memeriksa isi amplop itu. Khawatir apa yang ia lihat adalah fatamorgana. Isinya ternyata benar – benar uang. Uang itu upah yang diberikan Raya kepada Rawi. Padahal saat pembahasan kemarin, tak ada pembicaraan mengenai pembayaran. Rawi rela diminta tolong oleh Raya secara cuma – Cuma. Toh, itu memang pekerjaannya. Besaran uang itu cukup lumayan.

"Wi, kenapa bengong seperti itu?"

"Rawi!" panggil seseorang lagi.

"Ah, kamu Wan! Aku pikir siapa? Mengagetkan saja."

Wirawan namanya. Biasa dipanggil Wawan. Ia menghampiri Rawi yang sedang duduk dibawah pohon ketapang. Wawan meninggalkan sepedanya tak jauh darinya.

"Seperti sedang melihat hantu saja kamu, Wi. Aku panggil beberapa kali tak menggubris," sahut Wawan. Rawi memang sedang melihat sesuatu yang membuatnya terkejut. Amplop dari Raya.

"Hari libur seperti ini ngiter, Wan? Apa tidak libur?"

"Justru hari libur seperti ini, pundi – pundi cuan berkali lipat."

Wawan si penjual kopi keliling. Bukan hanya kopi, tapi minuman sachet lainnya. Berkeliling dengan sepedanya. Terkadang stay di stasiun kereta, Alun – Alun, maupun tempat – tempat dimana orang banyak berlalu lalang. Bagi Wawan, menjual minuman sachet adalah keputusan terbaik dengan modal yang ia miliki. Tak khawatir basi.

"Kamu sendiri, ada apa gerangan jam segini sudah ada di pemakaman?" tanya balik Wawan.

"Ada janji bertemu seseorang. Habis ini juga pulang."

"Kalau begitu aku keliling dulu, ya," ucap Wawan.

"Bareng saja. Aku juga ada urusan lain."

Rawi dan Wawan pun berjalan menuju jalan utama. Wawan menuntun sepedanya yang terdapat box berisi minuman sachet, termos berisikan air panas, dan termos es. Dulu, Wawan pernah bekerja di sebuah pabrik. Ia di PHK oleh tempatnya bekerja. Wawan yang hanya lulusan SMA, akhirnya pun memilih berjualan setelah mencoba beberapa kali melamar pekerjaan, tapi gagal.

Rawi dan Wawan berpisah di pertigaan jalan. Rawi berjalan dengan tas semplangnya yang berisi tablet dan paper bag pemberian Raya. Ia harus menuju ke sebuah rumah. Rumah itu sudah kosong beberapa tahun. Ia diminta oleh Pak RT untuk membersihkan rumah itu. Tentu saja dengan beberapa orang lainnya. 

Sarjana Penjaga Makam (Judul Horor, Cerita Penuh Makna)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang