Malam sudah menunjukkan hampir pukul 20.30 malam. Ben dan Rawi sedang menikmati malam disalah satu sudut area pemakaman. Area itu memang masih berupa tanah kosong dengan rerumputan yang menghijau dan agak berbukit. Salah satu tempat untuk melepas lelah dan cemas, disaat banyak orang lebih memilih menghabiskan waktu di cafe, mall, atau keramaian lain.
Ben, terlihat sedang menikmati malam di area pemakaman. Terdengar suara kereta api yang melintas karena memang area pemakaman tak jauh dari stasiun kereta api.
"Ben," panggil Rawi. "Lama sekali Seno datang," ucap Rawi agak sedikit protes.
"Sebentar lagi paling," sahut Ben santai. "Paling juga, ia menjemput Madi lebih dulu," sambung Ben sedikit menenangkan.
"Wah, Madi ikut juga? Bakalan seru ini," ucap Rawi. Raut wajahnya yang tadinya agak cemas, seketika berubah menjadi bahagia.
Rawi terlihat sedang menyiapkan menu makan yang akan siap dibakar. Ia sepertinya sudah terlihat mahir hampir seperti Seno, menggunakan alat - alat camping, maupun memasak di alam bebas. Malam itu, memang mereka akan bermalam di area pemakaman itu. Minggu pagi, di area sekitar pemakaman, bahkan di salah satu sudut tanah lapang, akan berubah menjadi area orang berolahraga."Tenda mana, Ben?"
"Nanti dibawa Seno kemari."Ben yang sedang duduk tak jauh dari Rawi, tiba - tiba seakan mengingat kejadian beberapa waktu lalu. Kejadian yang sebenarnya hanya hitungan menit, tapi terasa begitu lama dan begitu menegangkan.
Bu Umar pemilik salah satu warung makan mengeluhkan dagangannya begitu sepi, tak ada seorang pun yang menginjakkan kakinya ke warung makan yang biasanya setiap hari ada saja yang membeli.
"Loh kok tutup lagi, Bu!" ucap Pak Rawon siang itu yang melintasi warung makan Bu Umar sambil mendorong gerobag bubur kacang hijaunya yang sudah habis. Pak Rawon memang berjualan kacang hijau dari subuh pagi."Loh, tutup apanya toh, Pak? Buka begini, kok!" sahut Bu Umar heran.
Pak Rawon terlihat terkejut mendengar jawaban Bu Umar. Pak Rawon melihat warung Bu Umar tutup sudah beberapa hari. Sedangkan, Bu Umar tidak pernah menutup warungnya, hanya saja memang tidak ada seorang pun yang makan di warungnya beberapa hari terakhir. Pak Rawon dan Bu Umar pun terlihat terdiam. Tak lama, Pak Rawon pun pamit pulang.
"Ada orang yang memang entah iseng, atau memang sengaja, ingin menjahili warung Bu Umar," ucap seseorang tiba-tiba.
"Loh, maksudnya gimana toh, Bu?" sahut Bu Umar heran.
"Warung ibu memang buka, tapi dimata orang yang ingin membeli makanan di warung ibu, warung makan ibu terlihat tutup," sahut sosok itu.
Bu Umar terlihat terdiam. Bagaimana mungkin ada orang sejahat itu? Kedengkian apa yang membuat orang melakukan kejahatan seperti itu? Bu Umar bertanya - tanya dalam hati. Ia merasa tak pernah mempunyai musuh atau menjahati orang lain.
"Jadi, piye toh, bu?" tanya balik Bu Umar.
"Nanti malam, saya suruh orang ke rumah ibu, ya?" Bu Umar diam tak menjawab. Sosok itu pun pamit pergi.
Pada malam harinya. Seno, Ben, dan Rawi serta salah satu oran teman Seno, Kang Bayu datang pada malam hari. Ben dan Rawi yang sebenarnya tidak tahu apa - apa datang karena memang diajak oleh Kang Bayu.
Terlihat Bu Umar membuka pintu rumahnya didampingi salah satu anggota kerabatnya. Terlihat Kang Bayu terlihat berbicara dengan Bu Umar dengan serius didampingi Seno. Sedangkan, Ben dan Rawi duduk di teras rumah sambil menunggu Kang Bayu dan Seno memeriksa area sekitar rumah Bu Umar.
KAMU SEDANG MEMBACA
Sarjana Penjaga Makam (Judul Horor, Cerita Penuh Makna)
General FictionBen memutuskan resign dari tempatnya bekerja. Iming-iming kenaikan gaji pun tak begitu ia hiraukan. "Ini bukan persoalan uang, tapi ... " ucap Ben. "Tapi apa?" potong Winda salah satu temannya. "Aku sudah mulai tidak menikmati apa yang aku kerjakan...