Hari sudah mulai gelap. Setelah tadi turut membantu menimbun makam. Ben dan Rawi terlihat masih di area pemakaman. Mereka sedang duduk di sebuah pohon untuk beristirahat sejenak. Beberapa keluarga dan kerabat masih terlihat memanjatkan doa untuk almarhum.
"Baru kali ini dalam hidupku, aku turut menimbun kuburan di malam hari," ucap Rawi.
Jenazah yang seharusnya dimakamkan sore hari tadi, mundur menjadi bada' maghrib. Pengelola makam meminta Ben dan Rawi untuk standby di area pemakaman itu. Pak Karto, salah satu penggali kubur pingsan saat ikut menggali kubur tadi sore, mungkin kelelahan. Sebagai antisipasi, Ben dan Rawi diminta turut berjaga di pemakaman, apabila penggali kubur yang lain turut pingsan. Setidaknya sebagai antisipasi. Memang pemakaman sedang kekurangan orang untuk divisi penggali kubur.
Satu demi satu, kerabat maupun keluarga almarhum terlihat mulai meninggalkan area makam. Hanya terlihat beberapa penggali kubur yang masih berada di area makam. Mereka terlihat duduk di area rerumputan yang agak luas sekitar beberapa meter dari tempat Ben dan Rawi duduk.
"Wi, lihat!" ucap Ben setengah meninggi antara terkejut atau bersemangat.
Rawi terlihat bergeser mendekati Ben. "Jangan menakuti seperti itu. Memangnya kamu melihat setan dimana?" ucap Rawi agak pelan.
"Melihat setan apanya? Siapa yang melihat setan?" sanggah Ben.
"Jangan mengajakku becanda," tukas Rawi.
"Lihat pemandangan langit itu," kata Ben.
Ben dan Rawi terdiam. Mereka kompak berdiri dan berjalan memandangi pemandangan langit di area pemakaman itu. Mereka tak sadar mulai mendekati panggali kubur yang lain.
"Indah sekali ya. Luar biasa ciptaan Tuhan," ucap salah satu penggali kubur.
"Memang luar biasa sekali," timpal Ben.
Langit – langit itu dihiasi banyak sekali bintang – bintang ataupun benda angkasa lainnya. Terlihat sesekali meteor melintas, atau mungkin benda angkasa lainnya. Langit malam itu, benar – benar begitu indah dan hidup.
"Di area pemakaman blok sini ke arah timur memang kalau pada malam hari pemandangan langitnya begitu indah," ucap penggali kubur itu lagi. Penggali kubur itu biasa dipanggil Om Udin. "Seno seringkali camping di area sekitar sini hanya untuk menikmati pemandangan langit yang indah itu," tambahnya lagi.
"Seno?" ucap Ben.
"Apalagi kalau malam tahun baru dan sepanjang bulan puasa. Dia seringkali camping mengajak teman – teman sesama penggali kubur atau pengelola makam. Sambil menikmati santapan yang ia buat."
Ben dan Rawi mendengarkan Om Udin sambil menikmati pemandangan langit pada malam itu. Mereka saling bercerita dan tentu saja tak henti – hentinya dibuat terpesona dengan pemandangan di langit itu. Sungguh luar biasa. Rasa takut Rawi mendadak hilang sama sekali. Tapi anehnya, pemandangan yang indah itu, hanya terlihat di beberapa area pemakaman saja.
"Ayo, kita pulang," ucap salah satu penggali kubur. Sepertinya mereka terlihat begitu lelah.
Ben dan Rawi pun ikut pulang meninggalkan area pemakaman. Walau sebetulnya masih ingin berlama – lama menikmati pemandangan langit yang indah itu. Betul – betul mahakarya ciptaan Tuhan. Rawi dan Ben menyusuri jalan ke arah selatan karena memang tempat tinggal mereka satu arah.
"Kalau ada Seno, pasti kita bisa menikmati pemandagan langit yang indah itu lebih lama. Bahkan bisa bermalam di sana," tukas Rawi.
Jam sudah menunjukkan hampir pukul 8 malam. Tapi jalanan malam itu terlihat lebih sepi. Beberapa kendaraan terlihat melintasi jalan. Rawi terlihat mendongak ke atas dan melihat langit. Berharap pemandangan indah di langit pemakaman masih dapat dilihat. Kenyataannya, langit terlihat mendung dan gelap.
"Wi, lihat siapa itu?" ucap Ben.
"Bukankah itu Seno?"
Ben dan Rawi pun segera menghampiri Seno. Ia sedang sibuk mengerjakan sesuatu di sebuah ruko yang tutup tepat di pinggir jalan tak jauh dari sebuah bangunan tua yang beralih menjadi sebuah perguruan tinggi.
"Sen!" panggil Ben dan Rawi kompak.
"Ah, kalian. Pasti habis dari pemakaman, bukan?" sahut Seno.
Ben dan Rawi terlihat saling menatap. Tapi, tak lama perhatiannya kembali kepada Seno yang sedang sibuk merangkai karangan bunga. Seno sedang mengerjakan dua papan karangan bunga sekaligus untuk peresmian sebuah perusahaan.
"Apa kamu mengerjakannya sendirian, Sen?" tanya Ben.
"Tidak kok. Aku disini hanya membantu. Sebetulnya, ini usaha milik Pak Darsuki."
"Pak Suki?" sahut Rawi menimpali.
"Betul. Malam ini, aku kebetulan ikut membantu Pak Suki. Kalau sedang ada banyak pesanan, aku ikut membantu. Walau pesanan itu hanya ada dua karangan bunga saja, tapi itu termasuk banyak."
Pak Suki sehari – hari bekerja sebagai tukang ojek untuk menyambung hidupnya dan keluaganya. Ia menyambi menerima pesanan karangan bunga. Walau tidak banyak, tapi pesanan itu cukup membantu perekonomian Pak Suki dan keluarga. Sedangkan istri dan kedua anaknya berada di desa. Sesekali mengunjungi Pak Suki atau sebaliknya.
Rawi terlihat membantu Seno menata karangan bunga pesanan itu. Ben terlihat melihat Seno dan Rawi saling bekerja sama membuat karangan bunga yang terbaik agar pelanggan puas dan memesan kembali kepada Pak Suki.
"Biasanya sampai jam berapa selesai, Sen?" tanya Ben.
"Wah, bisa sampai jam 11 malam. Kalau Pak Suki yang mengerjakannya sendiri, aku pernah melihatnya sampai pukul 1 pagi."
Selama bekerja sebagai penjaga makam, ada banyak hal yang Ben dapat. Semua itu tak mungkin ia dapati saat masih bekerja di perkantoran di Jakarta. Hal – hal berharga seringkali tidak bisa didapat hanya bekerja dari depan komputer dan ruangan ber-AC. Pertemanannya dengan Rawi membuat rutinitas bekerja sebagai penjaga makam tidak membosankan.
Ditambah pertemuannya dengan Seno membuat Ben memandang kehidupan dari berbagai arah. Seno yang pernah bekerja di sebuah perusahaan dan membuat perusahaan itu maju, tapi kemudian diasingkan. Tapi, tak membuat Seno patah arang. Ia malah ingin membuktikan bahwa hidupnya masih bermanfaat bagi alam semesta. Mengajar di sekolah terbuka, menanam tanaman hidroponik, camping di pemakaman, dan banyak hal lain dilakukan oleh Seno.
"Mantap!" ucap Seno terlihat senang.
"Kenapa Sen?" tanya Ben.
"Aku dapat pesan kalau Pak Suki dapat pesanan karangan bunga lagi. Wah, malam ini akan semakin seru!" ucap Seno bahagia. "Kalau begitu aku mengambil beberapa bunga di toko dulu, ya," sambungnya lagi.
"Ah, kebetulan kalian disini loh," sapa seseorang tiba – tiba datang dengan sepeda motornya.
"Ada apa, Yu?" tanya Rawi. Orang itu adalah Wahyu salah satu pengelola makam. "Senang sekali kelihatannya," imbuhnya lagi.
"Ini loh, ada lumpia dan kroket," jawabnya. Wahyu memberikan box makanan yang cukup besar.
"Wah, semakin semangat aku ini," tukas Rawi.
"Loh, ada hajat apa memangnya, Yu?" tanya Ben.
"Hajat apanya? Ini dari Madi," sahutnya.
"Memangnya Madi sudah pulang dari luar kota?" Rawi menimpali lagi.
"Habis pulang dari Australia. Masa kalian tidak tahu? Kalau tidak percaya tanya Seno tuh," beber Wahyu. Rawi dan Ben melihat ke arah Seno. "Tapi, Lumpia dan kroket ini bukan dari Australia, ya. Madi memesannya dari Warung Bu Ijo," sambungnya lagi. "Aku pamit dulu, ya. Masih ada keperluan."
"Aku pikir, Madi pergi ke luar kota?" ucap Rawi.
"Ah, kalian tunggu disini ya, sambil menikmati lumpia dan kroket ini yang masih hangat. Aku pergi ke toko bunga dulu," tutur Seno.
"Rasanya sungguh luar biasa lumpianya. Ditambah lagi dengan sambalnya dan daun bawang. Apalagi, aku belum makan semalaman ini," ucap Rawi.
Malam itu menjadi malam yang penuh warna. Membuat karangan bunga dengan ditemani lumpia dan kroket. Terlebih kembalinya Madi akan menjadi menarik. Ben masih bertanya – tanya, siapa Madi sebetulnya? Tak mungkin, seorang penjaga makam sampai bisa pergi ke Australia. Walau, apapun di dunia ini bisa terjadi.
KAMU SEDANG MEMBACA
Sarjana Penjaga Makam (Judul Horor, Cerita Penuh Makna)
General FictionBen memutuskan resign dari tempatnya bekerja. Iming-iming kenaikan gaji pun tak begitu ia hiraukan. "Ini bukan persoalan uang, tapi ... " ucap Ben. "Tapi apa?" potong Winda salah satu temannya. "Aku sudah mulai tidak menikmati apa yang aku kerjakan...