Siang menjelang sore itu, suasana pemakaman terlihat tak begitu ramai. Beberapa petugas makam memilih untuk mengakhiri jam kerjanya. Terlihat beberapa anak melewati jalan setapak area pemakaman untuk pergi mengaji. Terlihat Ben sedang bercengkerama dengan seseorang dibawah sebuah pohon. Mereka berdua sedang duduk di atas rerumputan. Awan terlihat sedikit mendung.
"Jadi, rencana kamu kedepan apa, Ndu?" tanya Ben.
Lelaki itu adalah Randu. Salah satu teman sekolah Ben yang ditemui di stasiun sebagai petugas porter. Randu tak menjawab pertanyaan Ben. Ia seperti bingung harus menjawab apa? Sepertinya, ia sudah menyerahkan semuanya kepada Tuhan.
"Entahlah. Aku sendiri tak tahu," jawab Randu lirih seperti tidak semangat.
"Ah, kenapa kamu seperti tidak bersemangat seperti itu. Randu yang aku kenal dulu, adalah Randu yang pantang menyerah dan selalu bersemangat." Ben mencoba memotivasi teman lamanya itu.
"Terkadang waktu dapat mengubah sesuatu, bukan?" sahut Randu.
Kini, Ben yang terdiam. Waktu memang dapat mengubah apapun.
"Tapi, apakah kamu masih ingat? Saat kita masih duduk dibangku sekolah. Ada anak laki – laki yang selalu datang ke sekolah dengan basah kuyup, walau hujan deras dan tanpa alas kaki. Lalu, mengganti baju kumalnya dengan seragam.
"Apa kamu masih ingat? Anak laki – laki itu hampir setelah pulang sekolah berjualan di sekitar Toko Mari yang terkadang dipalak . Anak laki – laki yang setiap saat selalu berjuang dan apa kamu tahu? Semua itu menginspirasi kami saat itu, bahkan sampai sekarang," cerita Ben.
Randu terdiam dan dengan seksama mendengarkan cerita Ben. Ben seolah mengingatkan masa – masa saat itu. Anak lelaki itu adalah Randu. Randu memang sudah terbiasa berjuang sedari kecil. Namun setelah dewasa, mungkin hal kecil dapat mengubah sesuatu. Melihat orang – orang yang tumbuh bersama lebih sukses, mempunyai semuanya, dan terlihat hidup bahagia, seringkali membuat sesorang jatuh mentalnya. Tapi, bukankah kehidupan memberikan jalan masing – masing untuk setiap individu?
"Tapi menurutmu, bekerja sebagai porter tidak jelek bukan?" tanya Randu.
Ben tertawa mendengar pertanyaan yang menurutnya aneh seperti itu.
"Jelek apanya? Tentu saja itu pekerjaan mulia. Apa kamu tidak melihat pekerjaanku ini? Porter, penjaga makam, kurir, maupun pedagang kecil adalah pekerjaan yang mulia," sahut Ben.
"Sebagai lelaki, bekerja adalah sebuah kehormatan, kan?" ucap Randu yang seakan ingin mengumpulkan semangatnya lagi.
"Tentu saja, Ndu!" tegas Ben seperti ingin menambah semangat kawannya itu.
Ben tahu, Randu sudah banting tulang kesana – kemari untuk mencari pekerjaan yang lebih baik, ia pernah mencoba membuka usaha tapi gagal. Randu bahkan pernah gagal menikah karena calon orang tua kekasihnya tidak menyetujuinya yang melihat profesi Randu yang dianggap tidak mapan dan tidak meyakinkan untuk masa depan.
Ada sebagian orang yang hanya sedikit berusaha, tapi begitu mudah menjadi sukses. Tapi, sebagian yang lain, walau sudah berusaha dan jatuh bangun, tetap saja gagal. Kalau ada orang yang mengatakan, usaha tidak mungkin mengkhianati hasil, tapi untuk Ben tidak seperti itu. Usaha adalah sepenuhnya hal yang harus dilakukan oleh seseorang, tapi hasil adalah sepenuhnya kewenangan Tuhan. Dan usaha seringkali berlawanan dengan hasil yang didapat. Hari semakin sore. Beberapa pedagang yang berjualan dimalam hari mulai terlihat melewati area pemakaman menuju pangkalannya.
Ben dan Randu pun beranjak dari pemakaman. Mereka terlihat berjalan dan saling bercengkerama menuju keluar area pemakaman.
"Jadi, apa hari ini kamu tidak bertugas, Ndu?"
"Aku bertugas setelah maghrib nanti."
Ben melihat Randu mengenakan rompi. Rompi berwarna biru itu di beberapa bagiannya terlihat bekas jahitan. Kadang seperti itulah hidup? Sukses dan gagal, bukankah keduanya adalah keputusan Sang Pencipta? Lalu, mengapa harus kecewa? Terpenting tetap berusaha dan tidak berkecil hati.
KAMU SEDANG MEMBACA
Sarjana Penjaga Makam (Judul Horor, Cerita Penuh Makna)
General FictionBen memutuskan resign dari tempatnya bekerja. Iming-iming kenaikan gaji pun tak begitu ia hiraukan. "Ini bukan persoalan uang, tapi ... " ucap Ben. "Tapi apa?" potong Winda salah satu temannya. "Aku sudah mulai tidak menikmati apa yang aku kerjakan...