Bab 19

7 1 0
                                    

“Gue minta lo putus dari Valen,” ucap cowok bernama Dion dengan suara kasar dan angkuh. Dia mengacungkan jari telunjuknya ke arah Indra sembari memasang wajah yang mengancam.

“Enak aja lo minta gue buat mutusin Valen. Emangnya apa urusan lo?” Indra menjawab dengan ketus. Tentu saja, permintaan itu sangatlah mustahil untuk dia terima. Walaupun seluruh dunia memusuhinya, Indra tidak akan melepaskan Valen begitu saja. 

Melihat situasi yang semakin memanas, Ceper mencoba meredam emosi Indra. Dia sadar betapa menakutkannya si Dion. Karena itulah, dia tidak ingin membuat Indra terjebak dalam masalah yang lebih besar.

“Lo jangan ikut campur, Per! Ini masalah gue sama si brengsek ini. Gue juga perlu menyelesaikan urusan pribadi gue sama dia,” ucap Indra dengan suara yang menggebu-gebu. Dari ritme napas Indra, Ceper bisa tahu bahwa temannya itu tidak kuat lagi menahan emosinya.

Saat Indra sibuk berdebat dengan Ceper, Dion memberikan kode kepada teman-temannya. Tanpa butuh waktu lama, mereka langsung menuju ke arah Indra dan berniat untuk mengeroyok Indra habis-habisan. 

Suasana di tempat itu berubah menjadi medan perkelahian yang memanas. Sebagian besar teman-teman Indra pada kabur. Hanya ada beberapa orang seperti Agus dan Ceper yang ikut membantu Indra.

Kebetulan, Indra pernah ikut ekskul silat saat masih SMP, apalagi dia juga suka nonton acara MMA. Setidaknya, dia menguasai dasar-dasar pertahanan diri. Dia menangkis setiap serangan yang tertuju ke arahnya dengan cekatan.

Dion pun tidak tinggal diam saja. Dia ikut menyerang Indra dengan kemampuan bela dirinya yang cukup mengesankan. Dia punya tubuh dan fisik yang terlatih sehingga serangan-serangannya bisa membuat Indra kesakitan.

Tinju dan emosi mereka saling beradu. Pertarungan mereka awalnya berjalan seimbang. Akan tetapi, Indra lambat laun lekas kewalahan. Dia mencoba menghindar, tetapi pukulan dan tendangan Dion tetap saja mengenainya.

“MATI AJA LO!” ucap Dion tanpa mengendurkan serangannya. Indra mencoba melawan balik. Diarahkannya kepalan tangannya ke area perut Dion. Serangan itu tepat mengenai sasaran hingga Dion meringis kesakitan.

Indra tersenyum puas melihat wajah cowok brengsek itu menderita. Namun, dia tidak menyadari bahwa pertahanannya terbuka lebar. Dion yang telah kehilangan akal sehatnya akibat amarah mulai melakukan tindakan yang tak terduga.

Dia mengambil sebuah pisau dari balik punggungnya lalu dia menusukkannya ke area perut Indra. Meskipun sudah dihindari sekuat tenaga, tusukan pisau itu menancap di perut Indra. Darah segar mengalir membasahi tubuh Indra.

Teman-temannya berteriak prihatin ketika mereka melihat Indra tersungkur ke tanah. Kedua tangan Indra mencoba menutup luka agar darahnya bisa berhenti. Sia-sia saja, lukanya terlalu dalam sehingga darahnya terus menerus mengalir.

Dion sempat terkejut saat mengetahui bahwa dirinya baru saja membunuh seseorang. Amarah yang tadi menguasai dirinya menghilang entah ke mana. Berubah menjadi rasa takut yang menyeruak detik itu juga.

Sebelum situasi bertambah rumit, salah satu teman Dion menyeretnya ke dalam mobil dan bergegas meninggalkan tempat tersebut. 

Pada saat yang sama, Ceper sibuk memberikan perawatan seadanya untuk menghentikan pendarahan Indra, sedangkan teman-temannya yang lain turut mencari pertolongan dari warga sekitar.

“Dingin banget, Per!” Indra berbisik lirih seiring dengan dinginnya hembusan angin pada malam itu. 

“Jangan bicara dulu, Ndra! Lo nggak boleh mati dulu,” balas Ceper yang merasa sangat khawatir. Tangisnya tanpa terasa pecah melihat temannya yang berada dalam situasi kritis dengan berlumuran darah.

Begini Rasanya Jadi Pak GuruTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang