Bu Ratmi sepertinya menyadari ada yang sesuatu berbeda dari Bu Citra hari ini. Dia yang biasanya tampil polosan kini terlihat memakai sebuah gelang yang lucu. Hal itu membuatnya gemas untuk berkomentar.
“Gelangnya cantik, Bu Citra. Beli di mana? Saya juga pengen,” ucapnya sembari melirik gelang itu lekat-lekat. Beliau memang orang yang sangat jeli dalam mengamati situasi di sekelilingnya.
Pernah suatu ketika Indra ditegur oleh Bu Ratmi gara-gara salah satu kancingnya kendor dan mau lepas. Di lain hari, Bu Ratmi juga mengomentari Bu Susanti karena cara penataannya jilbabnya terlihat kurang rapi.
Meskipun sifat Bu Ratmi terkadang cukup menyebalkan, dia aslinya sangat baik. Dia suka membawa kue dan jajanan manis sejenisnya untuk guru-guru. Kebetulan, dia membuka usaha kue rumahan dan punya banyak langganan.
“Ini hadiah dari teman, Bu. Saya turut senang kalau Bu Ratmi suka,” jawab Citra dengan malu-malu. Bu Ratmi tiba-tiba menyeletuk, “pasti dari cowok Bu Citra, ya. Duh, jadi ingat masa-masa remaja saya dulu.”
Indra kebetulan tidak ada di ruang guru karena dia sedang sarapan nasi pecel di kantin bersama Pak Subroto. Andai dia ada di situ, dia pasti langsung salah tingkah ketika mendengar perkataan dari Bu Ratmi.
Ketika Bu Citra dan Bu Ratmi sibuk mengobrol, salah satu murid kelas satu tiba-tiba menghampiri ruang guru dengan ekspresi wajah yang panik. “Bu Citra, Renita sakit. Badannya panas banget,” ujarnya.
Bu Citra refleks langsung beranjak dari posisinya dan menuju ke kelas satu. Dia ikutan panik usai mendengar kabar tersebut.
“Kamu nggak apa-apa, Renita?” tanya Bu Citra dengan bibir yang gemetaran sembari mengecek kondisi tubuh anak itu. Dia mengalami demam yang sangat tinggi. Dengan bersusah payah, Bu Citra mencoba untuk menggendongnya ke UKS.
Indra yang melihat kejadian itu langsung menghentikan aktivitasnya di kantin. Dia menghampiri Bu Citra dan memberinya bantuan. Murid-murid lain yang merasa penasaran ikut mengerumuni mereka untuk memastikan situasi yang terjadi.
“Pak Indra, kita bawa ke puskesmas terdekat saja. Saya takut terjadi apa-apa dengan Renita,” ujar Bu Citra usai mengecek suhu Renita dengan termometer. Indra mengangguk setuju. Lantas, dia meminjam mobil Pak Subroto.
Selama menyetir di perjalanan, pikiran Indra tidak begitu fokus karena dia terlalu khawatir dengan keadaan putri Valen. Begitupun dengan Bu Citra yang duduk di kursi belakang bersama Renita yang tampak pucat.
***
“Bagaimana keadaan putri saya, Mbak?” ucap Valen ke salah satu perawat yang baru saja memeriksa Renita. Tidak jauh dari mereka, ada Indra dan Bu Citra yang sedari tadi cemas menunggu kedatangan Valen.
“Putri Ibu sepertinya terkena infeksi bakteri. Ibu tenang saja karena saya sudah memberikan obat anti biotik dan penurun demam sesuai resep dokter. Namun, putri Ibu masih perlu dirawat di sini sampai panasnya turun,” ucap perawat tersebut.
Meskipun putrinya baik-baik saja, Valen masih menunjukkan raut wajah yang penuh kecemasan. Dia tidak pernah mengira bahwa putrinya sakit, padahal dia merasa keadaan putrinya baik-baik saja saat dia berangkat sekolah tadi pagi.
Valen kemudian menghampiri Indra dan Bu Citra. Tatapannya tampak sayu seperti orang yang kurang tidur. Dia menggigit bibirnya sebelum dia membuka suaranya.
“Saya mau mengucapkan terima kasih kepada Bapak dan Ibu karena sudah menolong putri saya,” ucapnya dengan tutur kata yang sopan. Pandangannya lebih berfokus ke arah Bu Citra dibandingkan Indra.
“Kamu gimana, sih? Apa kamu enggak peduli terhadap kondisi Renita?” Indra tiba-tiba membentak kesal karena emosi. Valen masih tertunduk tanpa berani menatap mata Indra.
KAMU SEDANG MEMBACA
Begini Rasanya Jadi Pak Guru
General FictionSetelah menganggur selama beberapa bulan, Indra akhirnya mendapatkan pekerjaan sebagai seorang guru di sebuah SD. Kabar itu sangat membahagiakan karena dia memang ingin mendedikasikan dirinya untuk menjadi seorang pengajar. Selama mengajar di SD ter...