Chapter 31

991 63 4
                                    

Musik klasik mengalun di ruangan yang didominasi dengan berbagai macam alat masak, nada lembut dipadukan dengan ketenangan dan gerakan tangan yang begitu lihai menghias cake berwarna coklat. 

Bibir tipis itu membentuk bulan sabit kala tampilan cake terlihat sempurna.

"Selalu terlihat sempurna."

Rangga menoleh kala mendengar suara lembut yang mengalun, "kesempurnaan di dalam sebuah karya itu harus, karena yang tidak sempurna pasti bakalan disisihkan." Dia menunjuk mini cake yang terlihat rusak di meja lain.

"Tapi kadang kesempurnaan bisa membuat hal lainnya jadi tak terlihat. Azriel nunggu di luar tuh, bawain makanan kesukaan lo juga."

Rangga bergegas mengambil kue yang sudah selesai ia hias, "bawa yang satunya ya."

"Iya nyonya."

"Lo kali nyonya, gue mah tuan muda."

"Iya, tuan muda Rangga Pramudya calon istri tuan muda Azriel Kevin Demairo."

Rangga menoleh, menatap Adhisti sengit.

Adhisti menghela nafasnya, meletakkan cake yang ia bawa di meja lalu diambil Rangga untuk dimasukkan ke dalam etalase.

"Kenapa lo masih gak bisa nerima Azriel sih, Ga? Dia kurang apa di mata lo?" Adhisti menatap Azriel yang tengah bermain bersama Alana di gazebo luar cafe.

"Dia baik, pengertian, perhatian, sabar, anak tunggal dari keluarga Demairo yang lo tau kekayaan mereka kayak apa. Dia juga sayang anak, nyatanya dia bisa ngambil hati Alana yang susah buat deket sama orang lain, dan yang paling penting dia setia. Banyak yang mau sama Azriel yang jelas good looking dan good rekening, tapi dia malah tetep milih ngejar elo yang fast respon." Adhisti menghela nafasnya.

"Hati lo terbuat dari apa sih, Ga? Sampai perjuangan Azriel gak lo liat?"

Rangga berhenti dari aktivitasnya, ikut menatap Azriel. Bibirnya tersenyum tipis kala melihat pemuda berdarah China-indo itu tertawa bersama Alana.

"Karena dia terlalu subhanallah buat gue yang astaghfirullah."

"Bukan karena Azriel terlalu subhanallah buat lo ataupun lo yang emang astaghfirullah, tapi karena lo gak bisa buka hati buat orang lain."

Rangga hanya diam, tak menampik atau membenarkan.

"Ga, ini udah dua tahun, mau sampai kapan lo kayak gini? Lo juga berhak bahagia, Ga. Saatnya lo move on dan tata masa depan lo sama orang baru. Jangan terus ngerasa bersalah, gue yakin Galih udah gapapa."

"Gue tau dia pasti udah gapapa." Tapi gue masih ngerasa bersalah. Lanjut Rangga dalam hati. Bibirnya bahkan kelu hanya untuk menyebut nama pemuda berdarah Jawa itu, ia terlalu takut.

"Terus kenapa lo masih ngehukum diri lo sendiri? Ini bukan sepenuhnya salah lo, Ga."

"Gue gak ngehukum diri sendiri, Dis. Cuma hati gue udah dibawa pergi semua sama dia."

Adhisti menghela nafasnya lelah, Rangga akan selalu sulit di nasehati jika menyangkut Galih. Adhisti tahu bagaimana Rangga selama ini karena ia yang selalu menemani pemuda mungil itu. Sebegitu hebatnya Rangga mencintai pemuda berdarah Jawa itu sampai sosok seperti Azriel pun nyatanya tak mampu menggoyahkan hati Rangga.

"Selamat da.." Sambutan yang tak lengkap dari Farrel itu mengalihkan atensi Adhisti dan Rangga. Namun, sepertinya mereka menyesal telah penasaran. Nyatanya, rasa penasaran bukanlah sesuatu yang bagus.

Adhisti menoleh pada sang sahabat, ia dapat menangkap netra yang selalu berbinar ceria itu kini meredup.

"Kata temen gue sih disini cake nya enak, makanya gue ajak lo kesini. Lo 'kan paling suka sama cake."

Galih & Rangga [Terbit]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang