Chapter 32

1.5K 68 16
                                    

“Kenapa?” Tanya Rangga saat melihat Azriel mendesah setelah menerima telepon.

“Biasa.” Wajahnya ditekuk.

“Ya udah sana pergi, gue bisa pulang sendiri kok.” Rangga kembali memasukkan suapan ramen ke mulutnya.

“Ikut aja, ya. Kayak biasanya.”

Rangga melipat ketiga jarinya dan menyisakan jari telunjuk dan jari tengahnya, sedangkan mulutnya masih sibuk mengunyah ramen.

“Um.” Azriel mengangguk, lalu beranjak meninggalkan Rangga yang kembali menikmati ramennya.

oOo

Ruangan yang cukup luas itu begitu gaduh, bahkan ada beberapa yang terlihat bersitegang, namun dapat dikendalikan setelah seseorang yang sedari tadi duduk di sebelah kanan meja membuka suaranya. Seketika suasana hening setelah orang itu kembali membuka suaranya. Tak ada bantahan atas semua yang ia ucapkan, bahkan yang sedari tadi terlihat bersikukuh pun terdiam.
Sedangkan orang disebelahnya sedari tadi hanya asyik dengan apa yang ada di hadapannya mendongak, melirik sekilas pada orang-orang yang kini diam tak berkutik. Bibirnya tersenyum smirk, dia sudah biasa melihat pemandangan seperti itu. Tapi entah kenapa, dia begitu suka melihat orang-orang yang pandai menjilat dan mencari muka itu terdiam tak bisa lagi berdebat. Tak ingin ambil pusing dengan apa yang terjadi, ia kembali menikmati ramen yang masih sisa separuh di mangkuknya.

Hanya seorang Rangga Pramudya yang berani makan di tengah-tengah rapat para direksi hotel ternama. Semua direksi sudah tak lagi terkejut melihat pemuda mungil itu makan di dalam rapat ataupun bermain game, mungkin karena sudah begitu sering pemuda mungil itu berada disana karena ajakan sang anak pemilik hotel sekaligus yang menjabat sebagai manajer umum hotel. Tapi kehadiran Rangga sesekali juga memberi keuntungan untuk hotel, celetukannya yang terkesan asal kadang memberikan ide di saat rapat berlangsung. Tak terlalu sering memang, karena pemuda itu lebih sering menumpang makan disana.

“Mau lagi?” Pertanyaan itu membuat Rangga mendongak, menatap pada pria paruh baya yang juga tengah menatapnya.

“Cake strawberry.”

“Pembuat cake kok makan cake.” Cibir lelaki tua itu.

“Kenapa memangnya? Gak boleh?” Rangga mendorong mangkuk ramen yang sudah kosong.

“Gak bosen?”

“Gak, cake kesukaan Rangga.”

“Bentar lagi diantar kesini.” Ucap pemuda disampingnya yang tak lain Azriel.

“Good, lo emang yang terbaik. Jangan pelit kayak bokap lo, ya.”

“Siapa yang pelit?”

“Ayah lah, kalo El mah baik. Rangga heran, El baik, kok Ayah pelit.” Rangga bersedekah dada, menatap kedua pria berbeda usia itu secara bergantian. “Jangan-jangan Ayah bukan bapak kandungnya El, ya. Ngaku!” Jari telunjuknya menunjuk lelaki paruh baya yang menatapnya kesal.

“Hahaha… Rangga bercanda Ayah.” Seru Rangga melarikan diri kala pria paruh baya yang ia panggil Ayah itu terlihat beranjak dari duduknya.

"Dasar kamu anak nakal ya."

Awal pertemuan Rangga dengan kedua pria bermarga Demairo di rumah sakit, saat itu Rangga yang tengah menunggu Adhisti lahiran dan Azriel yang menunggu sang Ayah yang tengah jatuh sakit. Sedikit klise memang, tapi itulah awal pertemuan mereka yang membawa Rangga bisa merasakan kembali kasih sayang seorang Ayah. Entah apa yang ada dalam pikiran pria paruh baya itu hingga bisa begitu menyayangi Rangga bahkan pria itu juga tak marah kala tau jika putra bungsunya menyukai pria.

Galih & Rangga [Terbit]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang