AFFERO 23 - Physical Education (PE)

15 0 0
                                    

•••

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.



Jam pelajaran olahraga telah dimulai. Para siswa dan siswi dari kelas XII MIPA-2 mulai berhamburan keluar kelas dengan pakaian olahraga mereka. Tak terkecuali Faro yang berjalan paling belakang dengan kedua tangan dimasukkan dalam saku trainingnya. Netra kelam milik pemuda itu juga mengedar ke seluruh penjuru arah, sembari otak yang terus saja berpikir tentang apa langkah yang harus ia lakukan selanjutnya.

Pemuda dengan headband di kepalanya itu benar-benar malas mengikuti pelajaran olahraga. Ia lebih memilih bermain game seharian daripada harus merelakan waktunya untuk olahraga selama satu jam. Belum apa-apa, Faro sudah bisa merasakan betapa panasnya jika ia berdiri di tengah lapangan dengan pakaian berbahan kaos ini di tubuhnya.

Menjengkelkan.

Pluk!

Seseorang mendaratkan satu tepukan pada bahu Faro. Siapa lagi yang selalunya sok akrab dengan Fero diantara persahabatan mereka jika bukan Adyatama Malfikram. Fikri tersenyum lebar dengan kedua jari membentuk huruf V yang diberikan pada Faro.

"Kelas lo mau olahraga, ya?"

Pertanyaan macam apa itu? Bukankah sudah terlihat jelas? Kenapa masih ditanyakan jika jawabannya sudah jelas? Faro benar-benar tak habis pikir. Tumben juga si Fikri hanya sendirian, biasanya juga bersama Deon.

Karena berpikir demikian, tanpa sadar Faro menunjukkan gelagat mencari yang langsung disadari oleh Fikri sendiri. "Kalo lo nyari Deon, dia ada di kelas. Gue tadi lagi ke toilet, dan nggak sengaja lihat anak kelas lo baru aja keluar buat olahraga. Makanya gue nyamperin lo," jelas Fikri.

"Ohh, gitu." Faro mengangguk-angguk mengerti. Kini ia berjalan beriringan dengan Fikri di koridor. "Kelas lo emang nggak ada guru?" tanya Faro mencoba untuk berbasa-basi.

"Ada, sih. Cuma males aja gue, mapelnya MTK. Gue lemah sama itung-itungan," keluh Fikri dengan lesu. Matematika memang mata pelajaran yang paling dibenci oleh Fikri. Bahkan hanya melihat banyaknya angka-angka di dalam buku saja, dia sudah merasa muak.

"Padahal matematika tuh gampang."

"Lo kan emang pinter, Fer. Gue mah udah nggak heran lagi kalo lo selalu kejar-kejaran ranking sama Dyezra, Alka, Deon, juga Devina. Di angkatan kita kan kalian berlima pentolannya kalo urusan ranking akademik," jelas Fikri kemudian.

Pemuda itu terus saja mengoceh tanpa menyadari kalau yang diajak bicara tengah mengeluarkan ponselnya dan merekam semua perkataan Fikri secara diam-diam. Bagi Faro, sekecil apapun informasi tentang kehidupan kembarannya dan Dyezra di sekolah ini adalah hal penting. Karena ia tidak ingin sampai salah langkah dalam bersikap selama menjalani misi berpura-pura ini.

"Jadi nggak heran lagi gue kalo lo punya banyak fans. Dyezra aja pernah ngambek gara-gara lo ngeladenin fans-fans lo sampe ngabain dia," lanjut Fikri sembari terkekeh di akhir kalimat. Lucu saja bagi Fikri jika mengingat betapa kesalnya Dyezra waktu itu. Sampai-sampai tanpa sadar Dyezra sudah menghabiskan dua cup ice cream dalam waktu 3 menit hari itu.

"Serius?"

Fikri mengangguk. "Iya, seriusan. Udah sono, udah pada baris tuh anak kelas lo." Fikri menunjuk pada barisan anak kelas MIPA-2 di lapangan. Terlihat juga Mira yang sudah berkacak pinggang sembari melihat ke arahnya dan Faro. "Tuh, si Mira udah ngamuk. Hati-hati sama macan betina yang satu itu, Fer. Hahahaha!" Fikri berujar sembari berlalu setelah menepuk-nepuk bahu Faro beberapa kali.

Faro sih abai. Toh, ia tidak terlalu menanggapi Mira. Ia langsung saja masuk ke dalam barisan dan fokus terhadap pengarahan Pak Safi–selaku guru olahraga–di depan. Materi kali ini adalah tentang bola voli dasar. Bagaimana cara mengumpan, servis, dan aturan permainan bola dalam pertandingan.

Permainan bola besar ini cukup mudah bagi Faro yang sering bermain voli bersama sang kakak sulung selama berada di Los Angeles. Selain voli, Alfredo juga kerap mengajaknya bermain basket di lapangan indoor apartemen mereka jika ada waktu senggang. Itulah kenapa bagi Faro yang sekarang, teknik bola voli dasar bisa dikuasainya dengan mudah.

Pritt!

"Ayo! Dari absen pertama. Kita belajar servis dulu."

Pak Safi mulai memberikan contoh gerakan servis yang harus dipraktekkan oleh anak kelas MIPA-2 satu per satu. Lapangan hari ini cukup sepi, karena hanya mereka saja yang mendapatkan jadwal olahraga hari ini. Jadi mereka sedikit leluasa memakai lapangan.

"Nanti bergantian, ya. Sesuai nomor urut absen. Sekretaris! Tolong catat waktu servisnya berapa detik setiap anak, okey?"

Arahan Pak Safi dilaksanakan dengan baik oleh anak kelas Faro dan kawan-kawan. Mereka melakukan servis satu per satu sesuai nomor urut absen dengan tertib. Begitupun dengan Mira dan juga Nindi yang kebagian memberikan umpan untuk diservis oleh teman-temannya.

"Mira! Yang bener woy, ngumpannya!"

"Iya-iya! Bawel amat lo. Udah bener ini gue!"

"Nindi! Jangan lemes-lemes ngumpannya! Nggak bakalan nyampe kalo lo ngumpan begitu!"

"O-ohh! Maaf-maaf. A-aku ulangi lagi, ya."

Perdebatan dan percekcokan kecil diantara anak kelas XII MIPA-2 mulai terdengar. Suasana lapangan jadi ramai dan menyenangkan. Membuat Faro yang berdiri di tepi lapangan dengan tangan bersedekap jadi menarik sudut bibirnya ke atas.

Pemandangan seperti inilah yang membuatnya begitu merindukan sekolah umum sejak dulu. Pemandangan yang sanggup membuat Affarozan Galarzo mengulas senyum kecil ketika menatapnya.



Wahh, Faro jadi nostalgia saat masa-masa masih sekolah umum, ya

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Wahh, Faro jadi nostalgia saat masa-masa masih sekolah umum, ya. Mengingat dia yang homeschooling lama.

AFFERO : The Secret of Galarzo ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang