•
•
•"Ra, sorry kalo kesannya gue lancang." Deon menatap tepat pada kedua bola mata Dyezra yang berada di depannya. "Tapi gue minta izin sama lo buat selidikin Fero."
Kedua sejoli itu kini tengah berada di dalam ruang perpustakaan sekolah mereka. Duduk saling berhadapan dengan buku-buku tebal sebagai pemisah jarak. Deon yang meminta Dyezra untuk menemuinya di sana saat bel istirahat pertama berbunyi.
Helaan napas terdengar dari Dyezra setelah Deon mengungkapkan keinginannya. "Gue nggak tau harus bilang apa, Yon. Itu terserah lo, karena gue nggak mau tau. Gue mau tutup mata dan telinga soal kejadian kemarin. Anggap aja kemarin nggak ada apa-apa."
"Dyezra, lo-"
"Deon, cukup." Dyezra memotong perkataan Deon dengan cepat. "Gue lagi mencoba buat percaya sama Fero sekarang, dan untuk kejadian kemarin ... gue yakin Fero nolong Aretta cuma karena rasa kasihan. Jadi udah, ya. Kita nggak perlu bahas soal ini lagi."
"Dyezra. Gue khawatir sama lo."
"Gue tau, kok. Tau banget malah. Cuma gue nggak mau memperpanjang masalah ini, Yon." Dyezra menatap sahabat laki-lakinya itu dengan tatapan memohon. "Gue tau kalo lo dan yang lainnya khawatir sama gue, tapi gue baik-baik aja. Gue bisa ngatasin masalah ini sendiri."
Kali ini Deon benar-benar tidak habis pikir dengan gadis cantik di depannya. Tidak biasanya Dyezra pasrah begitu saja. Setidaknya ia ingin gadis itu marah dan mengeluarkan unek-uneknya pada mereka. Karena perasaan kecewa yang dipendam itu akan terasa menyakitkan.
"Oke, gue nggak akan ikut campur. Tapi jika setelah ini Fero bikin lo sakit hati lagi, gue nggak bisa tinggal diam."
Perkataan Deon yang penuh dengan keyakinan membuat Dyezra tersenyum haru. Gadis yang sengaja menggerai rambut panjangnya itu mengangguk tanpa melunturkan senyumnya. "Makasih ya, Yon. Karena lo udah peduli banget sama gue."
"Udah sewajarnya, Ra. Lo kan sahabat gue."
Meskipun perasaan gue buat lo lebih dari sekadar sahabat.
𓈓 𓈓 ◌ 𓈓 𓈓
Setelah menemui Deon di perpustakaan, di sinilah Dyezra berada sekarang. Di atap gedung kelas dua belas bersama sang adik, Diorza. Kedua kakak-beradik itu tengah menikmati waktu istirahat bersama. Lihat saja bekal yang dibawa oleh keduanya. Ini memang jarang terjadi. Namun sesekali, Dyezra memang akan mengajak adiknya untuk memakan bekal bersama seperti sekarang.
"Kak, Bunda semalem telepon gue. Beliau nanyain, lo jadi belajar modelling apa enggak? Kalo jadi, ntar sepulang sekolah lo disuruh ke gedung agensi sama Bunda." Diorza berujar sembari membuka kotak bekal miliknya.
Dyezra yang mendengar informasi itu dari sang adik, spontan menghentikan acara makannya dan menatap penuh binar pada sosok Diorza di depannya. "Seriusan Bunda bilang gitu?"
Diorza mengangguk.
"Ya jadi, lah! Lo kan tau sendiri kalo gue pengen banget ngikutin jejak Bunda jadi model," kata Dyezra menggebu-gebu. Dyezra sangat antusias dan tidak sabar menunggu waktu pulang sekolah tiba.
"Gue juga setuju kok kalo lo jadi model, Kak. Postur tubuh oke, wajah juga oke, tinggal gimana cara lo pergunain itu dengan baik aja."
Senyum kemenangan terlukis di bibir Dyezra. Adiknya ini memang paling tahu bagaimana caranya memuji. Dyezra tidak langsung membalas perkataan Diorza, ia memilih untuk fokus pada makanan di mulutnya terlebih dahulu. Bekal ala kadarnya yang ia buat tadi pagi ternyata cukup enak jika dimakan dalam keadaan lapar seperti ini.
"Btw gue tadi ketemu sama Bang Fero."
Kunyahan Dyezra berhenti. Ia menunggu sang adik melanjutkan kalimatnya.
"Tapi sikapnya aneh deh, Kak. Masa iya pas gue sapa, dia cuma senyum tipis doang sambil ngangguk, terus pergi. Kan biasanya Bang Fero nggak gitu," kata Diorza tanpa menyembunyikan ekspresi bingungnya. "Dia kenapa, ya? Lagi badmood?"
Dyezra mengangkat kedua bahunya. "Entahlah, nggak tau juga gue. Tapi akhir-akhir ini sikap dia tuh emang agak aneh, sih. Yang lain juga pada mikir gitu."
Diorza mengangkat sebelah alisnya. "Udah coba lo tanya langsung sama orangnya?" tanya Diorza, tapi hanya gelengan kepala yang ia dapat sebagai jawaban. "Hmm ... kalo gitu ya susah. Mending lo tanyain langsung aja, Kak."
Andai semudah itu...
Dyezra tersenyum kecut.
"Boleh gue gabung?"
Suara seseorang berhasil menginterupsi obrolan Dyezra dan Diorza. Tidak disangka-sangka pula, yang datang adalah sosok yang baru saja menjadi topik pembicaraan mereka.
"Bang Fero?"
"Ohh, hai Diorza! Lagi makan bareng sama Kakak lo, ya?"
Diorza dan Dyezra saling tatap. Sepertinya mereka berpikir hal yang sama.
Diorza mengangguk kaku untuk menjawab pertanyaan Fero aka Faro di depannya. "Iya nih, Bang. Mumpung tadi si Kakak masak banyak. Jadi sebagian kita bawa ke sekolah sebagai bekal," tutur pemuda yang usianya satu tahun lebih muda dari mereka itu.
"Wahh! Kayaknya emang enak tuh. Btw gue pinjem Dyezra sebentar boleh, nggak? Ada hal yang mau gue omongin sama dia." Faro meminta izin pada Diorza tanpa melepaskan pandangan dari Dyezra yang tampak berusaha menghindari tatapannya. Sudah sedari bel istirahat berbunyi ia terus mencari-cari sosok gadis yang merupakan kekasih dari saudara kembarnya itu ke seluruh penjuru sekolah.
"Lo nggak perlu izin sama gue kali, Bang. Toh, kayaknya lo berdua emang perlu bicara," ujar Diorza sembari menepuk pundak sang kakak dan menatap tepat pada kedua bola mata Dyezra. "Iya kan, 'Kak?"
Dyezra yang merasa sudah tidak bisa kabur dan menghindar, akhirnya mengangguk dan memilih pasrah. Lagipula, ia juga tidak nyaman jika harus perang dingin begini dengan Fero. Akan lebih baik kalau diselesaikan sekarang juga, kan?
•
•
•Iya, Dyezra. Karena lari dari masalah tidak akan menyelesaikan apapun♡
KAMU SEDANG MEMBACA
AFFERO : The Secret of Galarzo ✔
Teen Fiction[𝐃𝐧𝐀 𝐒𝐞𝐫𝐢𝐞𝐬 #𝟎𝟐] Genre : Teenfiction - Drama Tema : Slice of Life, Family, and Friendship ⚠ [𝗖𝗢𝗠𝗣𝗟𝗘𝗧𝗘𝗗] ⚠ Follow dulu dong! Hargai penulis dengan memberikan vote dan komentarmu. Selamat membaca❤ ˚☂︎࣪⋅ 。\ | /。˚☂︎࣪ 。\ | / 。˚☂︎࣪࣪⋅...