•
•
•Kertas-kertas berserakan di lantai, laptop yang dibiarkan menyala, dan sang pemilik ruangan yang tertidur dengan kedua kaki melintang di atas meja.
Berantakan.
Itulah kata yang cocok untuk menggambarkan suasana di ruang kerja Afferozan Galarzo saat ini. Jam masih menunjukkan pukul 14:06 GMT di London. Itu artinya, sekarang pukul 21:06 di Indonesia bagian Barat. Tadi Fero baru saja mendapatkan telepon dari sang papa yang berada di Indonesia. Pria paruh baya itu mengatakan bahwa ia akan mengunjungi Fero keesokan paginya ke London, guna melihat kinerja sang anak tengah.
Yang membuat Fero frustasi sampai tanpa sadar melemparkan semua kertas-kertas penting di mejanya hingga berakhir tertidur adalah, karena pemberitahuan mendadak sang papa tersebut. Bayangkan, ia baru beberapa hari di London, dan sang papa sudah berniat melihat hasil kinerjanya. Tentu saja ia masih belum melakukan apa-apa selain bersantai-santai ria. Ia bahkan baru tiga hari yang lalu berkenalan dengan Lucius Levin, sekretarisnya itu.
Tok! Tok! Tok!
Kening Fero seketika mengernyit saat telinganya menangkap suara ketokan pintu tersebut. Namun karena kesadarannya masih berada diantara dunia nyata dan alam mimpi, Fero memilih abai dan melanjutkan acara tidurnya. Lagipula, tidak ada siapapun yang berani memasuki ruangan pribadi Fero itu jika belum dipersilakan masuk oleh sang pemilik.
Akan tetapi ...
Tok! Tok! Tok!
... sepertinya sang tamu tidak ingin menyerah dan terus saja mengetuk pintu ruang kerja Afferozan Galarzo tersebut.
"Ck! Siapa, sih?!" gerutu Fero yang kini terpaksa harus membuka kedua matanya. "Masuk!"
Pemuda itu menurunkan kedua kakinya dari atas meja dan mendudukkan diri dengan tegap kemudian. Lantas menatap sinis pada seseorang yang berani mengganggu tidur siangnya.
"Maafkan saya karena telah mengganggu waktu Anda, Tuan Muda. Saya dari bagian pemasaran. Saya diperintahkan untuk memanggil Anda karena ada pertemuan penting dengan klien di luar kantor setelah ini."
Fero merotasikan bola matanya malas, lalu menatap sosok pria dewasa di depannya tanpa ekspresi. "Di mana Levin? Kenapa jadi Anda yang menyampaikan informasi ini pada saya?" tanya Fero sembari memakai jas dan merapikan penampilannya.
"Beliau sedang mempersiapkan tempat pertemuannya, Tuan Muda. Jadi saya yang diminta untuk memanggil Anda."
Fero mengangguk, lantas meraih jam tangannya yang tergeletak di samping laptop. "Kalau begitu, antarkan saya ke lokasi sekarang."
"Tapi ada sopir yang akan-"
"Saya meminta Anda yang mengantarkan saya. Tidak ada bantahan. Ayo!"
Pria dewasa yang merupakan pegawai kantor bagian pemasaran itu hanya pasrah, dan memilih menurut pada sang bos muda. Baru beberapa hari berada di G-ON Corp, tapi kekejaman Fero yang tidak pandang bulu sudah dikenal luas oleh para pegawai kantor. Pemuda yang baru saja akan menginjak usia 19 tahun itu benar-benar tidak bisa diremehkan. Fero juga sosok yang tidak bisa ditebak.
Kedua orang berbeda usia itupun bergegas keluar dari ruangan menuju lokasi pertemuan. Entah di mana Levin mengatur pertemuan tersebut, karena Fero sama sekali tidak ingin tahu. Yang ia tahu, ia ingin segera melakukan ini dengan cepat tanpa kendala apapun.
"Ohh, ya. Ngomong-ngomong, nama Anda siapa? Tidak enak rasanya jika tidak mengetahui nama rekan kerja," tanya Fero membuka percakapan. Hanya basa-basi, karena pegawainya yang satu ini terlihat tegang sedari tadi. Kalau hanya sendiri, mungkin Fero sudah tertawa sejak tadi.
"Nama saya Pedro Denzel, Tuan Muda. Saya sudah mengabdi di G-ON Corp sejak 4 tahun yang lalu."
"Pedro Denzel, keren juga. Berapa usia Anda? Sepertinya tidak berbeda jauh dengan Kakak laki-laki saya, Alfredo Galarzo."
Pedro mengangguk, sembari tersenyum tipis. "Benar, Tuan Muda. Saya lebih tua 3 tahun dari Tuan Alfredo. Beliau sering mengajak saya dan rekan-rekan yang lain makan siang bersama ketika berkunjung ke sini," tutur Pedro dengan raut wajah senang. "Tuan Alfredo juga orang yang baik dan ramah. Itulah kenapa para pegawai sangat menyukai beliau."
Fero mengangkat sebelah alisnya. "Ramah? Tidak biasanya Kakak menunjukkan sifat ramah jika berada di area kantor."
"Ah, maafkan saya. Beliau memang menunjukkan sifat tegas dan penuh wibawa jika berada di area kantor, apalagi saat jam kerja. Akan tetapi, beliau terkadang juga menunjukkan sifat ramahnya tanpa sadar, Tuan Muda." Pedro menggaruk belakang kepalanya canggung. Ia takut salah bicara di depan bos mudanya. "Namun menurut saya sendiri, Tuan Alfredo memang orang yang sangat baik."
"Begitu rupanya, baiklah." Fero mengangguk dan mengucapkan terima kasih tanpa suara saat Pedro membukakan pintu mobil untuknya. Mereka memang sudah berada di area basement kantor sekarang. "Hubungi Levin dan beritahu padanya kalau kita sedang on the way ke lokasi."
"Baik, Tuan Muda."
Fero menyenderkan punggung lebarnya begitu sudah duduk di dalam mobil. Netra hitam milik Afferozan Galarzo itu sempat melirik ke arah Pedro yang tampak berbicara dengan Levin di telepon, sebelum memejamkan mata dan menghela napas panjang.
"Hah ... jadi kangen Dyezra. Dia sekarang sedang apa, ya?" gumam Fero dengan netra yang sudah terbuka dan tatapan mata menerawang ke arah jendela mobil. "Apa gue coba chat aja lewat IG? Basa-basi nanyain kabar atau apa gitu."
Fero mengeluarkan ponsel dari saku celananya dan menimbang-nimbang. Apakah ia harus menghubungi Dyezra atau tidak?
"Tapi kalo gue chat, dia bakal curiga dong?"
"Bodo amat, dah. Gue udah kangen berat."
•
•
•Part ini pun berakhir dengan Fero yang langsung membuka aplikasi Instagram dan mengirim direct messages untuk sang kekasih tercinta, Dyezra.
KAMU SEDANG MEMBACA
AFFERO : The Secret of Galarzo ✔
Teen Fiction[𝐃𝐧𝐀 𝐒𝐞𝐫𝐢𝐞𝐬 #𝟎𝟐] Genre : Teenfiction - Drama Tema : Slice of Life, Family, and Friendship ⚠ [𝗖𝗢𝗠𝗣𝗟𝗘𝗧𝗘𝗗] ⚠ Follow dulu dong! Hargai penulis dengan memberikan vote dan komentarmu. Selamat membaca❤ ˚☂︎࣪⋅ 。\ | /。˚☂︎࣪ 。\ | / 。˚☂︎࣪࣪⋅...