Lisa menatap butiran salju melalui jendela tempat tidur.Ditemani Leo,kucing kesayangannya. Menikmati pemandangan jalanan Soul yang masih penuh dengan salju,gadis itu mendesis pelan. Hatinya gelisah sejak pagi tadi. Frederic belum memberinya satu pun pesan,padahal jika diingat pria itu pasti sudah sampai saat ini.
Berangkat pukul tiga pagi,dijemput oleh orang kepercayaan Ayah-nya.Frederic tidak sempat berpamitan dengan baik pada Lisa. Salahnya yang tidur seperti orang mati,sampai lupa waktu.
Lisa melirik lempitan kertas ditangannya,tulisan khas milik kekasihnya tercoret indah disana.Merajut kalimat romantis yang seketika membuat gadis itu merindu.
Namun,bukankah sekarang iya tidak perlu khawatir. Tidak cukupkah cincin bermata berlian yang kini tersemat dijari manisnya,menjadi bukti untuk kesungguhan pria itu. Dihubungan mereka yang baru seumur jagung,Lisa benar-benar mengambil keputusan besar. Frederic bukan cinta pertamanya,Iya pernah begitu mencintai seseorang hingga sekarat karena perpisahan. Dan sedikit meninggalkan bekas yang cukup dalam.
Tapi kenapa semua begitu mulus saat Frederic yang melakukannya. Pria itu membuatnya jatuh hati,melupakan kelamnya masa lalu.Membawanya menuju kejelasan tanpa bertele-tele,tidak menekannya meski sebenarnya juga memaksa.
Pria itu selalu berusaha memberinya yang terbaik,memberinya banyak hal yang selama ini sulit sekali iya dapatkan. Mendukungnya dalam berkarir,memberinya ruang untuk Iya dapat mengekspresikan siapa dirinya tanpa embel-embel seorang Idola populer.
Lisa menikmati waktunya bersama Frederic. Menikmati perjalanan kisah mereka yang baru saja dimulai.
***
Frederic melepas pakaiannya kemudian menggantinya dengan pakaian yang telah disiapkan oleh pelayan. Iya segera menuju ruang kerja Ayahnya setelah selesai. Tidak tahu apa yang pria tua itu rencanakan padanya kali ini. Namun ada keyakinan dalam hati Frederic,jika iya akan menerima berita baik malam ini.
Membuka pintu kayu setinggi hampir dua meter,Frederic mendapati Ayahnya yang tengah mengerjakan berkas diatas mejanya. Iya berjalan menjauhi pintu,membawa langkahnya makin dekat pada pria yang sejak dulu sangat iya hormati tersebut.
"Kau datang?" sapa Bernard
Frederic,segera duduk di atas sofa yang berada disisi kiri meja kerja Ayahnya.
"Bagaimana perjalananmu? Apa jauh lebih baik dari saat kau berangkat?" Bernard menutup berkas ditangannya,kemudian mengalihkan atensinya pada sang putra.
Frederic menekan bibir bawahnya,sedikit tersinggung dengan ucapan Ayahnya yang jelas sekali tengah menyindirnya saat ini.
"Jangan terlalu dibawa perasaan,pertanyaanku murni sebagai pertanyaan." ucap Bernard sambil terkekeh pelan. Pria paruh baya itu berdiri dari singgah sananya,iya bergerak mendekati Frederic dengan beberapa berkas dan map di tangan kirinya.
"Ini benar-benar mengejutkan.Aku tidak sadar jika selama ini aku memiliki bongkahan permata ditengah tumpukan emas." pria itu menghempaskan berkas ditangannya keatas meja,tawa renyahnya mengalun memenuhi ruangan besar itu.
Frederic menatap Ayahnya tidak mengerti,ekor matanya melirik tumpukan kertas didepannya.
"Kau memiliki taring yang cukup tajam,nak?"Bernard menatap putra ketiganya serius,membuat Frederic yang sama sekali belum paham dengan situasi yang tengah terjadi hanya diam dan tak berekasi apapun.
"Tidak ada yang berfikir untuk mengambil alih perusahaan konstruksi keluarga kita selama ini,namun sepertinya kau berbeda?" Bernard kembali terkekeh "Bagaimana caramu berfikir membuatku cukup tersentuh dan memiliki keyakinan lebih padamu. Aku akan mempertaruhkan sisa saham yang ku miliki pada perusahaan tua itu,tanpa kau minta."