Lisa berjalan lesu menuju Apartementnya. Pakaian tipis yang iya kenakan tak sanggup menahan hembusan angin beserta hawa dingin pagi ini. Sandal kelinci pemberian Jisoo beberapa waktu lalu yang awalnya berwarna putih berubah hitam. Masker yang menutupi sebagian wajahnya nampak tak layak lagi digunakan.
Iya melewati beberapa petugas yang ramah menyapa seperti biasa dengan kebisuan. Sorot matanya redup membuatnya terlihat bukan seperti Lisa yang biasanya. Menekan tombol lift menuju lantai dimana dia tinggal,Iya segera masuk saat pintu terbuka secara otomatis.
Sampai di lantai sepuluh,lift berhenti bergerak.Pintu kembali terbuka,mendorong Lisa berjalan menuju unit tempat tinggalnya.Menyusuri lorong yang diterangi oleh beberapa lampu neon dengan tegangan beribu volt,Iya merenung. Pandangannya tak fokus dengan pikiran berantakan.
Hingga saat langkahnya hampir sampai didepan unit miliknya,Iya berhenti sepontan. Bibirnya bergetar saat matanya menatap sosok pria yang selama ini mengisi hatinya duduk bersandar didepan pintu Unitnya dengan pakaian kantor lengkap. Sebuah tas berukuran sedang berada disamping pria itu dengan seikat bunga matahari yang merupakan bunga favoritnya.
Air matanya menetes saat pria itu menyadari keberadaannya. Dia segera berdiri,kemudian berjalan cepat kearahnya. Diwajahnya terlihat kepanikan yang membuat hati Lisa sakit.
Iya segera berhambur kedalam pelukan pria itu,memeluknya sekuat yang iya mampu sambil menangis sejadi-jadinya.
"Aku mengkhawatirkanmu!" suara teduh yang selalu mampu meluluhkan hati Lisa mengalun merdu kedalam gendang telinga.
Iya meremas kemeja yang masih menempel dibadan pria itu lebih erat,Iya tak sanggup mengatakan apapun selain menangis dan terus memeluk pria itu saat ini.
Frederic meneteskan air mata untuk yang pertama kali,Iya meraih tubuh Lisa lebih dekat. Memberinya tempat untuk meluapkan perasaan dan juga kesedihan yang sedang Iya rasakan padanya.
Iya memejamkan mata saat mendengar isakan gadisNya yang begitu berat. Tangannya bergerak mengusap punggung Lisa lembut,berharap jika itu akan memberi efek lebih baik.
"Maaf aku datang terlambat."
Tidak tahu apa yang sebenarnya terjadi selama ini,namun Frederic yakin jika Lisa telah mengalami hal yang besar. Dan Iya menyesal karena tidak ada disisi gadis itu.
***
Frederic berdiri dibalkon apartement kekasihnya. Piyama satin melekat ditubuhnya menggantikan pakaian kantor yang iya kenakan sepanjang perjalanan. Gelas wine ditangannya iya goyangkan pelan,tatapan kosong terarah pada rintik salju yang kembai turun malam ini.
Sejak pagi tadi,Iya berada disisi Lisa yang tiba-tiba demam.Merawatnya dengan segala kemampuannya karena gadis itu enggan dibawa ke rumah sakit.
Ingatan Frederic berputar ke kejadian pagi tadi,saat Lisa kembali entah dari mana dengan pakaian tipis ditengah hujan salju yang begitu deras diluar. Iya menatap gadis itu terkejut begitupun sebaliknya. Iya segera berdiri dan berjaan cepat kearah gadis itu,kemudian memeluknya. Aroma harum tubuh gadis itu menusuk kedalam indra penciumannya,membuat perasaan rindu serta khawatir beradu jadi satu.
"Aku menghkhawatirkanmu!" adalah satu-satunya kalimat yang keluar dali mulutnya setelah sekian detik mereka saling berpelukan.
Tidak ada balasan dari gadis itu,selain isakan kecil yang disertai cengkraman kuat dipunggungnya. Iya mengalihkan tatapannya pada gadis itu sekali lagi,matanya memanas saat menyadari jika Lisanya sedang tidak baik-baik saja.
Sorot mata Frederic beralih keatas ranjang,saat iya mendengar pergerakan pelan dari sana. Lisa tiba-tiba bangun,setelah lebih dari enam jam Iya berusaha mengompresnya,guna menurunkan panas ditubuhnya.