Menjadi keluarga Barnes merupakan mukjizat bagi Athea. Dia belum pernah merasakan kemewahan. Setiap kali bangung tidur akan ada Bibi Loren yang mempersiapkan semua perlengkapannya. Ia merasa seperti anak kecil yang masih diasuh.
Kamar mandi yang selalu disiapkan dengan air hangat. Pakaian baru yang akan disiapkan. Bahkan, rambutnya saja disisirkan. Semua keperluan Athea selalu dipersiapkan dengan baik. Athea awalnya sedikit kikuk. Namun, ia mulai terbiasa. Melihat para pekerja disini sangat ramah padanya walaupun ia hanyalah anak angkat keluarga Barnes.
Ia berumur 14 tahun dengan status homeschooling. Hal ini dianjurkan oleh orang tuanya. Athea hanya bisa mengangguk saja. Ia tidak masalah. Justru, ia merasa sudah terlalu banyak diberi lebih oleh kedua orang tuanya. Ia tidak tahu asal mula kenapa dirinya bisa berada disini. Ingatannya tidak ada.
Setelah berbulan-bulan tinggal di dunia ini. Athea mulai menerima fakta jika dirinya bertransmigrasi ke dunia baru dengan nama yang sama. Ia tidak tahu alasan Tuhan memberikan keajaiban ini. Athea tahu yang harus ia lakukan hanyalah menerima dan menjalankan takdir Tuhan. Walaupun, terkadang di malam hari ia akan teringat oleh ibu dan anak-anak panti.
Ia bertanya-tanya, apakah raganya sudah mati? apakah ibu dan anak-anak panti bersedih hati? dirinya tidak sanggup membayangkan hal itu. Mengingatnya hanya membuat kedua mata cokelat indahnya basah oleh air mata. Athea hanya akan fokus pada kehidupannya sekarang.
Athea sudah mulai paham silsilah keluarga Barnes. Lelaki paruh baya yang ia panggil "Papa" bernama Calvin Barnes. Pemilik tambang batu bara di kota. Wanita yang ia panggil "Mama" bernama Claudia Barnes. Istri dari lelaki kaya raya dan pemilik toko bakery terkenal di kota. Kedua pasangan suami istri itu sudah terkenal di kota ini. Entah mengapa, Athea merasa bangga memiliki orang tua yang hebat seperti mereka.
Setiap hari, Athea menjalani hidup. Ia akan bangun, sarapan bersama, mengantar kedua orang tua mereka bekerja, beraktifitas pagi, mulai sekolah di rumah, makan siang, lanjut sekolah, sampai waktu tiba makan malam bersama orang tua Athea.
Athea sangat senang dan bahagia. Ia merasakan menjadi seorang anak yang memiliki orang tua. Calvin dan Claudia terus memberikan perhatian pada Athea. Tidak ada yang bisa disyukuri lebih dari ini. Setiap malam ia akan berdoa kepada Tuhan dan berterima kasih telah memberikan kehidupan yang sangat bahagia.
Saat ini, Athea dan Claudia menghabiskan waktu bersama. Menonton acara TV sambil makan potongan buah apel yang sudah disiapkan Bibi Loren. Sesekali Claudia akan menyuapi anak manisnya tersebut. Athea pun sudah terbiasa bermanja dengan Claudia.
"Ma, Papa kapan pulang? Ini sudah malam." Ucap Athea sambil melihat jam dinding yang menunjukkan pukul 21.00 malam.
Claudia tersenyum lembut. Dirinya mengelus surai rambut halus sang anak.
"Anak Mama yang satu ini khawatir banget ya sama Papa-nya, hm?"
"Hm... Athea khawatir..."
"Khawatir atau kangen nih?" Usil Claudia.
"Ih... Mama! Athea kan lagi serius, kok bercanda si..." ucap Athea sambil mencucu.
Claudia terkekeh geli. Mulai mengelus pucuk kepala Athea lagi.
"Papa hari ini memang pulang malam sayang, karena ada meeting."
"Hm... oke... Hoam..." ucap Athea sambil menguap ringan.
"Athea mengantuk, hm? Mau tidur duluan?"
Athea menggeleng. Ia ingin menunggu Papanya pulang. Seperti biasanya. Namun, matanya tidak bisa berbohong. Baru saja, ia mengelak tidak ingin tidur. Tapi, matanya sudah tertutup rapat.
KAMU SEDANG MEMBACA
Di Balik Kisah Buku
RomanceAthea. Nama yang kerap disangka seorang perempuan. Namun, dirinya adalah laki-laki. Athea tidak tahu siapa orang tuanya. Ia hanyalah salah satu dari sekian banyak anak yang terlantar. Panti asuhan menjadi rumah bagi Athea. Namun, disaat dirinya sud...