27

8.7K 394 42
                                    

Sinar hangat membangunkan pemuda kecil. Mata indah pemuda kecil itu mengerjap. Sesekali tangannya menutupi sinar tersebut.

Betapa indah pemandangan di depan.

Bunyi suara percikan air. Ombak laut yang tenang. Matahari berwarna kemerahan terlihat mulai tenggelam.

"Sudah bangun, hm?"

Athea menoleh. Wajah sang kakak tersenyum lembut. Ia saat ini bersandar di dada bidang Joseph.

Dirinya hanya mengangguk pelan.

"Kita sudah sampai?"

"Hmm. Kita sudah sampai 30 menit yang lalu."

"Kenapa tidak bangunkan Athea?"

"Adik kakak lelah bukan?"

Mereka sedang duduk di pantai. Joseph menikmati harum air laut dan juga tubuh Athea yang berada di dekapannya.

"Lihatlah Athea. Begitu indah bukan?"

"Hmm... sangat indah kak."

"Ingin bermain air sebentar?"

"Boleh?" Ucap Athea dengan mata berbinar.

"Tentu saja boleh sayang. Copot sepatumu dulu."

Athea melepaskan sepatu begitu pula dengan Joseph. Meninggalkan dua sepasang sepatu di kain tempat mereka duduk.

Tangan mereka saling bertautan. Senyuman melanda hati kedua insan.

Sesekali Athea bermain air dengan kakinya. Sang kakak hanya bisa tersenyum lembut.

Baginya Athea lebih indah dari pemandangan ini. Hatinya selalu berdetak kencang setiap kali bersama Athea.

Joseph tidak pernah merasa seperti ini sebelumnya.

Setelah bermain cukup lama. Mereka berjalan di sisi pantai. Joseph masih saja menggenggam jemari Athea.

"Bolehkah kakak berbicara sebentar." Ucap Joseph menghentikan langkah.

"Ada apa kak?"

"Athea, apakah kau membenci kakak?"

"Tidak kakak. Athea sayang kakak."

"Lalu, apakah kau mencintai kakak?"

Sang empu hanya terdiam. Ia masih tidak mengerti arti cinta.

"Apa yang kita lakukan bukan hal yang benar. Kakak adalah bajingan. Kakak memanfaatkanmu kepolosanmu. Kakak juga menyetubuhimu. Kakak seharusnya tidak melakukan semua hal itu. Kakak seharusnya menjagamu. Tapi, kakak ju-justru menjerumuskan ke jalan ini. Setelah mengetahui itu, apakah kau masih menyayangi kakak?"

Joseph tidak berani menatap pemuda kecil di depannya.

Tangannya gemetar.

Ia takut jika setelah mengatakan hal yang sebenarnya pemuda itu akan menjauh dari hidupnya.

Sang adik yang menyadari itu tersenyum lembut. Ia menggenggam erat jemari Joseph yang sudah akrab baginya.

"Athea... Setiap hari Athea selalu cemas. Cemas jika, kakak suatu hari nanti akan pergi meninggalkan Athea. Athea cemas jika suatu hari nanti kakak ingin memiliki keluarga kecil dan meninggalkan Athea sendiri. Athea takut jika suatu hari nanti kakak akan bosan dan berubah. Athea setiap hari memikirkannya. Athea juga berpikir alangkah baiknya jika Athea bisa seperti perempuan, memberikan anak kecil untuk kakak... Kakak, setiap kali cairan putih itu mengalir dalam tubuh Athea... Athea selalu berharap jika itu akan menumbuhkan bayi kecil... Tapi, Athea tidak bisa memberikannya... Jadi, kakak tidak perlu merasa bersalah... Athea yang sudah membuat kakak menjadi seperti ini... Athea membuat kakak kehilangan keluarga kecil... Athea-lah yang membuat kakak menjadi seperti ini... Ini semua salah Athea..."

Di Balik Kisah BukuTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang