1

23.3K 1.3K 7
                                    

Athea. 

Nama yang kerap disangka seorang perempuan. Namun, dirinya adalah laki-laki. Athea tidak tahu siapa orang tuanya. Ia hanyalah salah satu dari sekian banyak anak yang terlantar. Anak yang kurang beruntung.

Pernah, ia berandai-andai memiliki orang tua yang lengkap. Akan tetapi, harapannya harus pupus ketika mengetahui jika ia memiliki penyakit jantung yang lemah. Banyak orang tua yang tidak jadi mengadopsinya.

Panti asuhan menjadi rumah bagi Athea. Walaupun ia mempunyai penyakit yang membuatnya tidak dapat beraktifitas berat, Ibu dan anak-anak panti selalu menyemangatinya. Anak-anak panti yang masih kecil selalu suka berdekatan dengan Athea.

Sebab, Athea memiliki suara yang merdu. Dirinya sering bernyanyi bersama anak-anak panti. Ibu panti yang ditemani beberapa pegawai juga senang melihat keakraban mereka.

Athea tidak pernah bersedih lagi. Tapi, ada kalanya ia sedih ketika satu persatu anak panti yang ia sayangi harus pergi ketika ada orang dewasa yang ingin mengadopsinya. Ia hanya bisa tersenyum manis. Tidak ingin memperlihatkan kekecewaan berlebih.

Tentu, ia tahu betapa senangnya para anak panti saat tahu jika ada orang yang ingin mengadopsinya. Ia tahu, jika semua anak panti berharap akan ada orang tua yang bisa menyayanginya. Keluarga utuh.

Setiap anak yang akan pergi selalu memeluk erat Athea. Kemungkinan tahu jika di balik senyuman Athea, ada rasa sedih mendalam. Mereka hanyalah anak-anak yang mengharapkan rumah dan sosok figur orang tua. 

Athea semakin hari menyibukkan diri. Usianya sudah remaja. Ia berusia 14 tahun, dan tahun depan ia sudah masuk SMA.

Athea disekolahkan karena Ibu panti ingin dirinya belajar dengan tekun dan tidak merasa kesepian. Athea tentu senang sekali mendapatkan kesempatan tersebut. Ia sudah berjanji untuk tidak mengharapkan sesuatu yang berlebih. Ia cukup. Dirinya sudah sangat bahagia saat ini.

Memiliki teman sekolah yang baik dan tidak pernah membeda-bedakan. Belajar dan bermain bersama.

Apalagi yang harus Athea minta.

Namun, disaat dirinya sudah menerima segalanya kenapa hal ini justru terjadi?

Ia sudah berkali-kali menyakinkan diri sendiri bahwa baru tadi sore pukul 4 tepatnya, ia membaringkan tubuh di kasur panti asuhan yang cenderung keras. Ketika rasa kantuknya sudah hilang, ia terbangun dengan suasana yang asing.

Ruangan besar dengan warna coklat muda perpaduan warna putih. Ranjangnya besar dengan kasur empuk dan selimut yang hangat.

Matanya mengerjap. Ketika membuka, apa yang ia lihat berubah dan asing.

Kamar ini dihiasi lampu gantung minimalis. Terdapat lemari pakaian yang bersusun tinggi. Meja dan kursi belajar di ujung kamar. Ada satu pintu yang Athea percaya adalah kamar mandi. Lantai kamar tertutupi oleh karpet bulu halus berwarna abu-abu pucat.

"Mimpiku terasa begitu nyata. Luar biasa. Apa Athea tidur terlalu lama yaa..." ucapnya pelan.

Athea mulai mengucak matanya lagi. Akan tetapi, perhatiannya teralihkan pada tangan lembut berwarna putih.

"Tangan Athea kok seputih ini ya? Hm... lembut sekali. Padahal Athea kan tangannya kasar." Ucapnya heran.

Bergegas ia turun dari ranjang besar dengan susah payah. Ia heran. Tubuhnya terasa lebih pendek seperti anak sekolah dasar.

"Bukannya Athea tinggi ya?"

Ia berlari kecil ke arah cermin besar di tengah lemari pakaian.

"A-apaa..."

"Ini kan bukan Athea..."

Dirinya melihat sosok kecil berdiri di depan cermin. Pemuda kecil dengan memakai baju atasan besar kaos berwarna putih. Ia angkat sedikit menyakinkan jika dirinya memakai celana. Ia lihat, celana kain pendek sepaha.

Rambut hitam pemuda kecil ini sedikit panjang. Menutupi matanya dan bahunya. Dirinya terlihat seperti perempuan. Athea memegang wajahnya. Matanya berwarna coklat muda. Hidungnya mungil namun mancung. Bibirnya sedikit tebal berwarna merah merona.

Kini, ia menyentuh kulitnya. Kulitnya begitu halus dan lembut. Seperti kulit bayi. Sangat putih. Ia angkat satu tangan. Melihat cermin di depan mengikutinya Athea masih mengelak jika ini adalah dirinya.

Athea masih penasaran. Ia tidak yakin jika dirinya adalah laki-laki. Perlahan ia buka baju kaosnya. Memperlihatkan kedua puting susu yang berwarna merah muda. Tidak besar layaknya perempuan. Namun, sedikit menonjol tidak seperti laki-laki biasanya.

Ada rasa sedikit khawatir. Ia perlahan mencopot celana pendek dan dalamannya. Seketika napas lega terdengar.

"Untung saja..."

Paha mulus dengan junior kecil layaknya anak sekolah dasar berwarna merah muda. Ia memutarkan seluruh badannya. Tubuhnya ini sangat pendek dan berbeda dengan dirinya.

"Lalu, mengapa Athea bisa ada di tubuh pemuda kecil ini?" gumamnya.

Tok

Tok

Tok

"Athea?"

Athea tersentak mendengar suara ketukan pintu. Ia langsung memakai seluruh pakaiannya. Berlari ke arah tempat tidur. Membaringkan tubuh seperti sedia kala.

Sedikit kemudian, bunyi pintu terbuka.

"Athea masih tidur, hm...?"

Athea berpura-pura bangun tidur. Ia melihat sosok wanita tua sekitar umur 60 tahun berpakaian pelayan rumah.

Wanita tua itu mendekat lalu tersenyum lembut ke arah Athea. Ia mengusap rambut halus Athea yang memanjang.

"Ayo bangun, Athea. Ini sudah waktunya makan malam."

Athea tidak menjawab. Ia bingung harus berbicara apa karena ia tidak tahu siapa wanita di depannya ini.

"Bibi siapkan air hangat dan bajumu, ayo bangun dulu." Ucapnya sembari menarik lengan Athea pelan.

Bibi mengantarkan Athea ke kamar mandi. Ia mengisi bathtub dengan air hangat. Ia bantu Athea menguncir rambut. Tangannya tidak sengaja mengangkat poni rambut Athea.

"Eh, maaf Athea bibi tidak sengaja." Ucapnya terbata-bata.

Athea hanya diam. Ia bingung. Apakah Athea asli memang sengaja menutupi kedua matanya? Namun, mengapa?

Setelah lama, Athea tahu jika Bibi ini bernama Loren. Ia senang berceloteh. Dan dugaan Athea benar ia adalah pelayan rumah ini.

Athea sudah rapi menggunakan pakain santai hampir sama dengan baju yang ia pakai tadi. Tidak sesuai ukuran tubuhnya. Seperti bukan pakaiannya sendiri.

"Bibi Loren..." ucapnya pelan namun terdengar.

"Ada apa Athea?"

"Hm... apakah ada baju yang pas untuk Athea? Ini kebesaran..." cicitnya

"Pakaian Athea belum datang. Sementara pakai baju ini dulu, hm? Ini baju tuan muda Joseph ketika dia seumur kamu sebenarnya. Tapi, sangat lucu ketika Athea yang memakainya." Bibi Loren menampilkan senyum geli.

"Tuan muda Joseph?"

"Iya, tuan muda Joseph dulu ketika berumur 14 tahun seperti ini, sudah sangat tinggi dan besar. Dia akan menjadi kakakmu."

Athea mengangguk tersenyum. Dalam hati, ia tidak menyangka jika tubuh kecil ini berumur 14 tahun. Yang benar saja! Ia lebih cocok dibandingkan dengan anak sekolah dasar.

"Nah, sudah rapi. Ayo turun ke bawah. Makan malam dulu."

Athea hanya mengangguk pelan.

Tidak lama langkahnya keluar dari kamar bersama Bibi Loren.

Entah keanehan apa yang akan menyambutnya nanti.

.

Jangan lupa vote ya guys!

Di Balik Kisah BukuTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang