Hari tentram dan senang yang biasanya menghiasi rumah sudahlah sirna. Rumah besar ini terasa sepi dan hampa. Tidak ada lagi kehidupan yang hadir. Semuanya begitu berubah.
Tidak ada lagi istilah makan bersama, sarapan pagi, bahkan makan malam. Calvin yang ditinggalkan sang istri hanya bisa mengurung diri di kamar. Ia hanya keluar ketika waktunya berangkat kerja. Selain itu, ia hanya menghabiskan waktu di kamarnya.
Tepatnya dua bulan berlalu kematian Claudia. Athea juga menghindar setiap kali bertemu Calvin di rumah. Salah satu alasannya adalah tatapan tajam yang dilontarkan oleh Papanya itu.
Walaupun Calvin tidak berbicara apa-apa. Hati polos Athea mengerti tatapan itu. Calvin menyalahkan dirinya.
Benar. Sejak kehilangan istrinya, Calvin begitu menderita. Ia mulai menyalahkan segalanya akan kematian istrinya. Salah satunya menyalahkan dirinya sendiri. Bahkan, setiap kali melihat Athea, ia begitu marah. Tidak ada lagi rasa simpati dan sayang seperti yang dulu ia janjikan.
Ia merasa ini adalah kesalahannya membawa Athea ke rumah. Membuat istrinya salah paham mendalam dan membuat penyakitnya semakin parah.
Calvin mengetahui itu melalui buku diary sang istri yang ia temukan di laci meja rias. Disitu, Claudia bercerita betapa sakit dirinya mengetahui penyakit kankernya yang sudah tidak tertolong.
Hal itu membuat dada Calvin sakit. Setiap hari Claudia akan diam-diam minum obat ketika dirinya sudah tertidur atau berangkat kerja. Ia akan terapi ke dokter seorang diri. Dengan alasan tidak ingin sang suami khawatir.
"Claudia... sayangku Claudia..." isak Calvin.
Diary itu berakhir dengan kalimat betapa kecewanya ia kepada suaminya. Ia kecewa ketika mengetahui fakta anak yang suaminya bawa. Anak Darla, cinta pertama suaminya.
"Suamiku tercinta membawa seorang anak kecil yang rapuh malam itu. Dadaku sesak. Setiap lontaran kalimat yang suamiku ucapkan sangatlah menyakitkan. Apakah benar selama bertahun-tahun menghabiskan waktu bersama, cintanya hanya pada Darla?"
"Namun, melihat sosok lemah Athea melembutkan hatiku. Aku menerimanya sebagai anakku demi suamiku. Tidak, bahkan aku akan menjadikan Athea anakku. Dia anak baik dan lucu. Setiap kali aku diam-diam melihat sosok Athea aku sangat menyayanginya. Mungkin, inilah yang membuat Calvin menyukai Darla."
"Aku bukanlah siapa-siapa dibandingkan dengan Darla yang sangat cantik. Apakah aku salah mengambil keputusan ketika Calvin tiba-tiba melamarku pada hari itu? Calvin adalah cinta pertamaku sejak kecil. Tapi, hatinya tetap untuk Darla."
"Sakitku mulai terasa. Aku harap, di hari-hari terakhirku aku tidak memikirkan hal yang lalu. Aku anggap yang lalu biarlah berlalu. Melihat Athea membuatku lupa akan penyakitku."
"Anakku Joseph sangat mencintaiku, bukan? Ia tidak ingin aku sakit hati lagi. Namun, seandainya ia tahu jika Mama-nya ini sudah menerima segalanya, mungkin ia tidak akan keras kepala lagi."
"Joseph benar-benar seperti Papa-nya. Sangat keras kepala. Aku harap kami bisa berkumpul bersama sebagai keluarga utuh..."
Calvin terisak di kamar seorang diri. Dirinya begitu hancur membaca setiap tulisan istrinya.
Ia merasa bodoh. Seharusnya ia meluruskan kesalahpahaman ini sejak dulu. Tapi, melihat istrinya yang tidak mempermasalahkannya ia memilih acuh dan merasa jika dirinya tidak menyakiti perasaan wanita yang sudah ia cintai selama ini.
"Tidak... Claudia kau adalah orang yang aku cintai sayang... bukan yang lain."
"Darla bukanlah orang yang aku cintai. Ia hanyalah gadis yang aku anggap adik tidak lebih. Karena dirinya adalah anak yang selalu disiksa oleh kedua orang tuanya. Aku hanya iba terhadapnya, tidak lebih!"
"Kau adalah cintaku Claudia..."
"Aku menyesal..."
"Seharusnya, aku lebih jujur padamu dulu..."
"Iya, aku begitu bodoh..."
Di satu sisi, Athea pikir hidupnya saat ini sama saja dengan kehidupan sebelumnya. Namun, keberadaan Bibi Loren mengingatkannya dengan Ibu Panti.
Bibi Loren selalu menemani Athea kemanapun. Bahkan, disaat Calvin mulai acuh tak acuh, Bibi Loren tetap berada di sisinya.
Saat ini mereka sedang di kamar.
"Apakah Papa masih sakit Bibi?" Tanya Athea.
"Masih Athea. Doakan biar Papamu cepat sembuh, hm..."
Athea mengangguk. Tapi ia tidak puas.
"Bolehkan Athea menjenguk Papa?"
Bibi Loren tersenyum lembut.
"Bukannya tidak boleh. Tapi, lebih baik jangan dulu. Papa-mu saat ini belum bisa dijenguk sayang. Doakan saja ya..."
"Tentu Bibi."
Athea tahu jika Bibi Loren berbohong. Calvin sengaja tidak ingin melihat dirinya. Jika melihat Athea entah mengapa dadanya sesak dan sakit.
Hari terus berlalu. Namun, tidak ada tanda-tanda kesembuhan Calvin.
Calvin menderita depresi sehingga ia menghabiskan banyak waktu di kamar. Pekerjaan ia serahkan pada Joseph dan sekretarisnya. Bahkan, Joseph harus melepas pekerjaannya sebagai pengacara untuk meneruskan perusahaan Ayahnya.
Awalnya orang-orang yakin jika Calvin akan mengalami kemajuan melawan depresinya. Namun, semua dugaan orang salah.
Calvin mulai tidak ingin diajak bicara. Ia sering terdengar bicara sendiri. Awalnya akan tertawa dan berakhir isakan tangis. Calvin juga mulai tidak ingin makan mengakibatkan asam lambungnya naik.
Pelayan rumah juga tidak tahu harus bagaimana. Mereka hanya bisa menyerahkan segalanya kepada Dokter.
Segala upaya telah dikerahkan, kesehatan Calvin justru menurun. Ia tidak lagi mengenali wajah Joseph. Joseph walaupun membenci Ayahnya, ia tetap tidak tega.
Bagaimana Calvin adalah Ayahnya. Ia tidak ingin kehilangan kedua orang tuanya. Depresi Calvin terus memburuk.
Sampai pada akhirnya lelaki paruh baya itu tidak bernafas lagi. Ia terbaring di kasur kamar utama sembari memeluk foto istrinya. Ia terlihat tersenyum.
Orang yang pertama kali melihat kejanggalan itu adalah Dokter pribadi Calvin. Betapa terkejutnya ia menyadari jika Calvin meninggal dunia.
Kabar duka kembali terdengar tidak lama setelah sang istri berpulang. Kini disusul oleh sang suami. Joseph cukup terkejut, namun ia mencoba merelakan kedua orang tuanya.
Wajah Calvin terlihat damai dan tenang, seakan ada seseorang yang menunggunya disana. Hanya Calvin yang tahu siapa sosok itu. Cinta mereka begitu kuat sehingga mereka pun kembali pulang bersama ke hadapan Tuhan.
.
Jangan lupa vote ya guys!

KAMU SEDANG MEMBACA
Di Balik Kisah Buku
RomanceAthea. Nama yang kerap disangka seorang perempuan. Namun, dirinya adalah laki-laki. Athea tidak tahu siapa orang tuanya. Ia hanyalah salah satu dari sekian banyak anak yang terlantar. Panti asuhan menjadi rumah bagi Athea. Namun, disaat dirinya sud...