Restoran mewah hanya berisikan dua insan. Gadis cantik mengenakan pakaian dress panjang berwarna putih. Memamerkan sedikit bahu mulusnya. Tak lupa, ia memakai kalung dan anting cantik. Gadis itu terlihat begitu menawan.
Berbeda dengan pria yang duduk di seberangnya. Ia hanya memakai baju formal bisa namun tidak menutupi wajah tampannya.
Dua insan itu adalah Gina dan Joseph.
Kota selalu berisik setiap saat. Lampu-lampu gedung pencakar langit terlihat jelas seperti kunang-kunang malam hari.
Hidangan mewah keluar satu per satu, menikmati seperti tidak ada hari esok. Pelayan akan menuangkan air secara bersekala.
Restoran Madem merupakan tempat yang bersejarah bagi Gina maupun Joseph. Ini adalah tempat makan kencan pertama mereka. Tidak hanya itu, mereka kerap menghabiskan kencan di restoran ini.
Memiliki makanan lezat dan struktur bangunan yang mewah namun ada sentuhan ukiran kota Paris.
Gina menunjukkan wajah merona. Bibirnya tak berhenti tersenyum kecil. Mengingat sang kekasih sore tadi mengajaknya untuk makan malam bersama. Mereka cukup lama tidak menikmati hari-hari seperti malam ini.
Makanan penutup datang dengan dua gelas wine cantik. Pelayan menuangkan wine favorit Gina. Sudah berapa kali ia merasakan sensani ini, tapi lagi-lagi ia selalu bahagia mengingat perlakuan romantis kekasihnya.
Hari ini, gadis itu semakin dibawa ke atas awan. Kekasihnya sengaja atau tidak, memasan khusus restoran malam ini secara privat. Tidak ada pengunjung lain selain mereka berdua.
Telingan Gina sangat merah. Ia bertanya-tanya.
"Apakah hari yang aku nantikan datang juga?" Batin Gina.
Ia melirik Joseph yang terlihat gugup dan canggung. Meminum segelas wine sedikit demi sedikit.
Gina juga tidak membuka suara membiarkan waktu yang akan menjawab.
"Gina?" ucap Joseph.
"Iya, Joseph?"
"Ada yang ingin kubicarakan denganmu ..." ucap Joseph memantapkan hati.
"hum~"
Gina menatap Joseph malu-malu. Jemarinya merapikan rambut yang tidak berantakan sama sekali. Berusaha menutupi kegugupannya.
"Aku ingin mengakhiri hubungan ini ..." ucap Joseph sekian lama.
Bagai disambar petir. Tidak ada hujan. Gina menatap kearah kekasihnya dengan ekspresi tidak percaya.
"A-apa Jo? Aku tidak salah dengar bukan? ..."
Joseph menatap iba kearah Gina. Gadis cantik yang sudah lama menemani hari-harinya.
"Maaf ..."
Tidak ada kata yang dapat terucap dari bibir Joseph. Mata tajamnya menunjukkan kemantapan hati.
Ia sudah memikirkan hal ini secara matang-matang. Bukan karena perasaan sesaat. Salahkan-lah sikap pengecutnya.
Joseph hanya bisa memaki dirinya sendiri karena telah mematahkan hati gadis cantik yang duduk di seberangnya.
"Gina ..."
"Tidak. Kita sudah lama bersama Jo. Segampang itukah kau mengakhiri segalanya?"
Mata gadis yang awalnya menunjukkan tatapan cinta kini menjadi tatapan sedih. Ia gadis dewasa. Menahan air mata yang terjatuh tidak begitu sulit baginya.
Joseph hanya terdiam memandangi mata kemerahan Gina. Ia merasa bersalah tapi hatinya sudah bukan untuk gadis di depannya ini.
"Apakah ada gadis lain?"
"Tidak ... Bukan seperti itu."
"Lalu? Beri aku alasan Jo."
Lagi-lagi Joseph terdiam. Jika ditanya, maka ia juga tidak tahu jawabannya. Saat ini, ia mengikuti kata hatinya.
"Kau menyakitiku Jo ..."
"Aku tau ..."
"Huh- Apa karena Athea?"
Pria yang awalnya diam tanpa ekspresi kini merubah pandangannya. Sekilas Gina melihatnya. Mata tajam itu tidak dapat berbohong.
Gina tersenyum kecil. Ia meminum segelas wine menutupi kekecewaannya.
"Aku pacarmu Jo. Jelas aku tahu apa yang ada dipikiranmu. "
"Apa maksudmu Gina?" ucap Joseph dingin.
"Terkadang, ketika aku melihat interaksi kalian berdua membuatku bertanya-tanya. Apa pernah kekasihku memandangku begitu dalam seperti itu? Kau mencintainya lebih dalam dari yang kau kira ..."
"Gina ..."
"Aku tidak marah kepada Athea. Ia sudah aku anggap adikku sendiri. Tapi, aku kecewa padamu Jo ... Dirinya masih polos dan naif. Jangan kau manfaatkan hal itu. "
"Maaf ..."
"Tidak apa. Aku menerima mengakhiri hubungan ini. Pergilah ..."
"Gina ..."
"Pergi Jo. Aku butuh waktu sendiri. Tidak perlu khawatir."
Gina membuang muka. Joseph bernafas halus. Melihat Gina yang memerlukan waktu sendiri membuatnya ia bangkit dari kursi.
Tidak ada kata perpisahan. Lelaki itu lantas pergi dengan langkah tegapnya. Meninggalkan gadis cantik duduk sendiri di restoran.
Kenangan lama melintas diantara kepala Gina. Ia sudah tahu jika pada akhirnya Joseph akan menyerah dengan hubungan mereka.
Badan gadis itu gemetar. Air mata yang sudah ia jaga melesat membasahi kedua pipinya. Tidak ada isakan. Hanya jatuhnya air mata.
Tidak ada perkataan cinta. Tidak ada cincin yang terpakai di jari manisnya. Tidak ada hari yang spesial. Ia merasa percuma sudah bersiap-siap sedekimian rupa.
Ia bahkan tidak dapat marah kepada pemuda kecil yang sudah ia anggap adiknya.
Kini, pikirannya mengingat kejadian yang sudah lama terjadi.
Pernah suatu hari ia mengunjungi apartemen Joseph seperti biasa. Ia sering berbincang dengan Athea.
Ketika Athea dan Joseph sibuk menyiapkan makan malam di dapur. Gina berkeliling di apartemen Joseph.
Tanpa sengaja ia memasuki ruangan yang pintunya terbuka sedikit. Ia ingat jika Joseph selalu melarangnya masuk ke ruangan tersebut.
Karena rasa penasarannya, ia masuk ke ruangan tersebut diam-diam. Betapa kagetnya ia melihat banyak lukisan terjejer rapi di setiap sudut ruangan.
Selama bertahun-tahun ia mengenal Joseph, dirinya tidak tahu jika kekasihnya memiliki hobi melukis.
Matanya mengerjap hingga jatuh ke lukisan yang ditutupi kain putih.
Gina membuka perlahan kain itu. Ia menutup mulut. Menutupi rasa kagetnya.
Lukisan Athea yang berbaring di atas sofa terlihat. Tidak, bukan itu yang mengejutkan Gina. Namun tulisan kecil di sudut lukisan.
"My everything."
Sejak hari itu, Gina selalu bersikap sewajarnya. Ia rela menutupi kesedihannya demi mempertahankan hubungan mereka.
Seharusnya sejak awal ia sudah tahu jika hubungan mereka tidak bisa diselamatkan lagi.
Ia menghela nafas pelan.
"Betapa bodohnya aku ..." ucap Gina pelan.
.
Jangan lupa vote ya guys!
KAMU SEDANG MEMBACA
Di Balik Kisah Buku
RomanceAthea. Nama yang kerap disangka seorang perempuan. Namun, dirinya adalah laki-laki. Athea tidak tahu siapa orang tuanya. Ia hanyalah salah satu dari sekian banyak anak yang terlantar. Panti asuhan menjadi rumah bagi Athea. Namun, disaat dirinya sud...