bab 8

5.2K 476 6
                                    

"m-mama.." ucap erine lirih.

Oline bingung, siapa orang yg ia panggil mama itu?
"Erine, hey can u listen to me?" Ucap Oline berusaha menyadarkan erine.

Usaha oline tidak berhasil, berbagai cara ia lakukan tapi masih saja tidak digubris oleh erine. Erine sudah terlalu larut dengan pikiran dan hatinya yang berkecamuk.

Erine berlari menuju orang yg ia panggil mama itu, matanya berkaca-kaca, dadanya terasa sesak dan kepalanya mulai pusing. Ia berteriak dengan lantang, "MAMA!"

Oline makin dibuat kebingungan, ia berlari mengejar erine, "erine, kamu kenapa ya tuhan" gumam oline.

Erine memeluk wanita itu dengan erat, membuat wanita itu kebingungan, namun ia tidak menolak pelukan dari erine. Malah wanita itu membalas pelukan erine, mengelus punggung erine. Oline menghampiri mereka berdua, ia merasa tak enak terhadap wanita yg dipeluk erine secara tiba-tiba, bukan apa, ia hanya takut wanita ini akan mengcap erine dengan buruk nantinya. Ia takut jika wanita itu merasa tidak nyaman dengan perlakuan erine. Apalagi semua orang sekarang sedang memperhatikan mereka.

"Tante maafin temen saya, caca ayo-" ucapan oline dipotong oleh wanita itu, ia menempelkan jari telunjuknya ke mulut oline, memberi isyarat agar anak itu diam. Ia juga mengode kepada oline bahwa dia tidak keberatan. Oline mengangguk patuh.

Erine sekarang bahkan sudah menangis dalam pelukan wanita berkepala 3 itu, sembari sesenggukan erine berucap dalam tangisnya, "mama kenapa tinggalin erine, mama jangan tinggalin erine ma erine takut, ayah sering main tangan sama erine semenjak mamah pergi, ayah pukulin erine ayah sering cambuk erine, ayah punya keluarga baru sekarang ma, erine dicampakkan ma erine dibuang, erine sedih. Mamaa erine ngga kuat, bahkan sekarang erine cuma bisa ngebebanin oline ma" curhat erine.

Hati oline hancur berkeping-keping. Ia tidak pernah diceritakan bahwa ayah erine sering main tangan ke erine, erine hanya bercerita bahwa ia diusir oleh keluarganya. Oline merasa sangat bersalah sekarang, rasanya ia ingin memukul dirinya sendiri karena ia menganggap dirinya tidak berguna. Bagaimana bisa erine menutup, ia sudah bersama erine hampir setengah tahun, erine selalu bercerita tentang semua hal yg ia alami saat ia kecil maupun saat dikelasnya. Namun oline sama sekali tidak mengetahui perihal erine yg dulu sering menjadi korban kekerasan oleh ayahnya. Oline merutuki dirinya. "Pantes dulu pas aku pegang tangannya dia ngerasa sakit banget, oline bodoh banget tuhann" batin oline.




...






Erine sudah cukup tenang sekarang. Orang-orang yang tadinya memandangi mereka pun sudah mulai bubar dan fokus kepada kesibukan masing masing. mereka berjalan kepinggir dan mencari tempat duduk, tentu dengan erine yg masih setia memeluk wanita yg ia sebut mama itu.

"Tante, maaf ya kalau tante tadi kaget saat dipeluk erine" ucap oline sopan.

"Ah tidak apa-apa, anak ini mungkin memang sedang kacau pikirannya. Dek, kalau bisa jangan biarin dia di kamar mandi sendirian terlalu lama atau tidur larut malam ya, takutnya dia mikir hal hal aneh. rawan soalnya" nasihat wanita itu. Oline mengangguk mengerti.

Oline beranjak dari duduknya, mendekatkan kursinya ke kursi erine, lalu mencoba menenangkan erine. Lalu tiba-tiba erine berpindah memeluk oline, dengan senang hati oline menerima pelukan erine, ia mengelus lembut rambut erine sembari membersihkan air mata erine yg membasahi pipinya dengan kaosnya.

"Oline, maaf.." ucap erine lirih.

"Hei kenapa minta maaf? Ngga papa, emang kamu berbuat apa hum? Ngga ada yg salah kok, ngga papa erine ngga usah minta maaf" ucap oline, ia mengecup kening erine.

"Bisa jelasin, kenapa kamu tadi tiba-tiba bengong terus lari ke tante yg disamping kamu ini?" Ucap Oline menunjuk wanita yg tadi erine jadikan bantalan untuk menangis. Erine malu, ia seharusnya lebih bisa mengendalikan diri. Tapi yah mau bagaimana lagi, sudah terlanjur.

Hello, Erine! (orine)✅Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang