Chapter 15 | Obliterate

41 5 0
                                    

(Comment tiap paragraf, ya...)

Harap hati" karena typo bertebaran

-HAPPY READING-

Dentuman keras yang berada di bawah tanah kastil ini membuat Flaeyra dan Laova saling merapat tubuh satu sama lain. Silau cahaya terlihat sangat bersinar, bahkan mampu menyilaukan retina mereka kendatipun matanya telah ditutup erat. Tak hanya itu saja yang terdapat, guncangan-guncangan sekitar tempat ini terasa begitu menderu, sampai para gadis cantik itu seolah sedikit merasa jika raganya tak menapak di alas.

Apa yang tengah terjadi di sini? Seperti itulah pertanyaan kebingungan dari gadis inisial L&F. Sementara kayak Cameron sang salah satu owner kastil Afsemoerdo, terangkat ke awang-awang udara, otomatis serangan mantra sihir yang sedang ia toreh untuk ke Argharez, terlepas dan lelaki tampan Indigo itu terjatuh ke lantai buat kesekian kalinya.

Bersama menahan rasa sakit yang amat menikam leher serta kepala, Argharez refleks mendongak ke atas. Irisnya mencuat saat melihat pemandangan yang memilukan di antara Cameron dan juga Rhayzaen. Namun, ia lebih fokus ke satu titik yaitu sahabatnya sendiri. Mereka yang dipengaruhi oleh energi jahat terlihat meliuk-liuk tak karuan dengan berteriak kesakitan. Ketinggian jauh mereka pula sekitar 7.5 meter, ia sanggup melihat visi tersebut setelah terpaan sinaran gaib memudar.

Monora ikut melihat pemandangan itu. Seluruh lolongan teriakan kedua pemuda yang ada di atas udara sana terdengar sangat menggema penjuru ruangan. Walaupun itu, ia lega sekaligus senang misinya ini benar-benar berbuah langsai. Hambatan waktu yang mengusiknya juga tidak ada sedikit saja. Keinginan mutlak telah tergapai!

Kelopak netra Argharez mengerjap laun saat ia diperlihatkan sosok bayangan setengah kentara yang keluar dari tubuh Rhayzaen maupun Cameron. Usai bermuka diri dari raganya mereka, bayangan hitam itu meledak hingga menyisakan debu yang berhamburan di langit-langit.

"Kok, mereka bisa ada di atas udara kayak gitu?!" pekik Flaeyra sesudah membuka matanya dengan perlahan.

Netra Laova yang berkelopak mulus itu, berkedip-kedip bersama mulut menganga. Bagaimana tidak terhenyak pada objek di depannya jika dua-dua lelaki itu yang sekarang mengambang lemas di udara tanpa pergerakan? "Ah, hijo ni odorokubeki! (Sangat mengejutkan)"

Flaeyra mengerutkan kening dengan heran, di situasi-situasi seperti ini, bisa saja sahabatnya satu itu bercengkrama pakai bahasa Jepang. Tapi, tidak perlu dipertanyakan apa artinya tersebut, ia sudah paham jika diterjemahkan. Alasan mengapa gadis lugu itu mengerti, karena di sekolah-tepatnya dalam kelas fisikanya terdapat mata pelajaran yang terkait, bahkan diajarkan oleh guru sampai fasih.

Argharez berulang untuk meneguk ludah, menatap mereka-mereka dari bawah yang sepertinya telah tak sadarkan diri, apalagi di tepi-tepi tubuhnya terlihat jelas ada garis warna gemerlap yang menempel. Saksinya bukanlah Argharez nang nengok, tetapi disertakan Monora beserta kedua sahabat perempuannya. Hingga berselang detik kemudian, raga Cameron dan Rhayzaen perlahan turun ke bawah lantai, cara terjunnya mereka tak biasa, namun amat lirih bagaikan dedaunan gugur yang ingin menjumpai tanah.

"R-rhayzaen- uhuk!!" Ingin menepis jarak jauh dari sahabatnya dikarenakan telah merasa kelumpuhan anggota tubuh dirinya hilang, tiba-tiba saja ia terbatuk cukup keras hingga menyembur darah dari mulut yang sedari tadi bisu.

Argharez acuhkan kejadian selintas itu dan mulai menyeka cairan merah pekat segarnya, lalu bangkit berdiri untuk melangkah menghampiri sang sahabat dengan tergopoh-gopoh yang sekarang terkulai lemah di lantai. Jika seperti Monora, wanita itu turun dari tempatnya lalu berlari mendatangi adik kesayangannya-satu-satunya keluarga yang ia punyai di dunia yang baru saja kembali lagi menjadi sediakala.

He Is The Sixth SenseTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang