Chapter 22 | Visiting a Group

37 4 0
                                    

(Comment tiap paragraf, ya...)

Harap hati" karena typo bertebaran

-HAPPY READING-

Suara remukan gurih yang sangat gurih di dalam mulut, amat memekakkan telinga atensinya Laova yang memperhatikan gadis itu melahapnya. Sang opsi juga telah naik pitam karena biskuit cokelat yang ia makan justru menjadi sedikit, nyaris ludes.

Lelaki remaja berusia 14 tahun, yakni adalah adik kandungnya Laova, melipat tangannya di dada dengan gestur muka kesal. "Kakak! Jangan dihabisin semua, itu Good Timenya Vaero! Udah berapa lahap, coba yang Kakak makan?! Ambil sendiri, lah di kulkas. Kan, papa stok banyak!"

Laova yang mendengar hanya memasang mimik wajah nang menambahkan hati berang adiknya. "Apa?" Hanya itu saja yang ia jawab, lalu kembali menghadap layar ponsel yang di mana di dalamnya terdapat berisi gelembung-gelembung kolom chat di ruang grup kelasnya.

Jika soal papanya menyetok biskuit cokelat lezat itu di dalam kulkas ruang dapur, memang benar. Setiap pulang dari perusahaan kantor, pria yang menjadi gelar seorang ayah mereka berdua mesti melipir lebih dulu ke waralaba toko untuk menjajakan anaknya camilan tersebut. Apalagi makanan ringan yang beraroma manis karena khas aneka cokelat itu, sangat pantas dihidangkan sebagai bahan dalam keluarga rumah mereka berempat.

"Kak Ova-"

"Anggatha Novaeron Delomasgra, adik yang paling kusayangi juga cintai. Daripada banyak komplain terus-terusan, noh ambil aja di dalem kulkas! Toh, gak dicomot juga sama mama dan papa."

Saudara kandungnya Laova yang memiliki gaya rambut style bergelombang itu nan dipadukan warna cokelat brunette asli, mencebikkan bibir. Ya, ketahuan pula siapa identitas nama lelaki ini, adalah Anggatha Novaeron Delomasgra. Kerapnya selalu diambil bagian tengah nama untuk dipanggil akrab semua insan.

Waktu sedang nikmat tuk mengunyah, iris hazel menawan Laova meluas tanpa alahan. Gadis Tomboy itu juga sontak menegakkan punggungnya dari headboard kasur, membuat Vaero yang sedari tadi berdiri dipinggir tempat tidur, mengerutkan kening bingung.

"Cuk! Mentang-mentang masih libur, ye?! Kenapa, nih admin satu bahas villa yang terpencil di hutan? Wah, mantep! Hutan daerah kota mana dulu, nih?!" ocehnya.

Vaero yang mengamati kakak perempuannya berbicara sendiri, lekas menganggapnya orang gila lagi menyewa bangunan rumah besar ini yang terletak di dalam satu komplek Asralokha.

"Kakak, tuh mainnya cuman nyimak doang! Nimbrung langsung, kek!" semprot Vaero.

Dikarenakan jiwanya Laova itu barbarnya kebangetan, telapak tangan kanannya membentang panjang ke haluan saudara bungsunya, lalu menyambarnya dengan cara mendorong kencang muka Vaero, hingga si pemilik wajah protes habis-habisan bersama menekankan nada bahwa ia amat membawang pada perilaku brutal seorang Azheira Laovarnka Felcecia.

"Keluar, sono! Ajak main, tuh Reno sama Azkipyu. Jangan gangguin Kakak mau ngobrol di WhatsApp!"

Vaero mendelik, tatkala saat tangkap suara saudara kakak sulungnya. "Azka, kali! Azkipyu, tuh siapa?!"

"Nah, iya, deh! Itu, si Azka. Lagian temen sekolahmu satu gayanya kiw-kiw, tambah lagi jalannya suka lenggak-lenggok gitu, kayak cowok belok." Laova menjawabnya dengan tatapan mata enggan mengalih ke adik lelakinya.

"Itu, kan cuman candaan! Cosplay, cuman cos-play! Tau gak, sih?! Masa temennya Vaero dibilang bencong? Entar diaduin ke emak sama bapaknya, Kakak meroket ke planet Mars! Kakak, kan penakut!!"

He Is The Sixth SenseTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang