Chapter 1 | In the South

137 10 158
                                    

(Comment tiap paragraf, ya...)

Harap hati" karena typo bertebaran

-HAPPY READING-

Rhayzaen merotasi pandangan matanya ke layar ponsel lagi setelah menatap Argharez yang kini benar-benar membaca buku, walau tadinya sempat melamunkan sesuatu. Saat jempol tangannya menggesek turun layar ke bawah untuk iseng membuka kaitan informasi berita di browsing, pemuda tampan itu tak sengaja mendapatkan sebuah visi pemandangan hutan yang katanya menarik untuk refreshing bersama kerabat.

Dari segi gambaran suasana objek yang ada di dalam layar serta hutan itu, nampak sejuk akan banyaknya pepohonan rindang yang hijau asri. Hingga di situlah, jiwa Rhayzaen yang suka berpetualangan tergugah oleh informasi berita yang di upload pada hari Sabtu minggu silam.

Yang membuat senyuman bibir lelaki ini kembali berseri, jarak lokasi hutan itu ada di kota sebelah. Nampaknya sesudah memandang visi keren vibes alam tersebut, Rhayzaen ada niatan untuk mengajak beberapa sahabatnya liburan. Namun, entah ingin diakan kapan apalagi di sekolahnya belum ada vakansi setelah ada pembagian raport.

'Baru-baru ini, ada hasrat gue buat pengen pergi liburan ke hutan. Menjadikan pengalaman seru untuk pertama kalinya boleh, kan? Hahahaha! Gue rencanain kapan, ye buat ngadain? Selama dua tahun ngenyam pendidikan di sini, gak ada tuh cuti ke wisata alam buat sekedar ilangin Stres dari pelajaran.'

Lelaki yang sama sekali tak ada senyum, melirikkan bola mata ke Rhayzaen yang baru beberapa detik lalu, menyembulkan ungkapan suara hati yang terdengar gembira. Tatapan dari muka tampannya, juga menunjukkan adanya sumringah kala memandangi layar handphone Android.

Tentu saja Argharez tahu apa yang dimaksud oleh sahabatnya, tanpa melihat objek figur dan rentetan tulisan digital yang tersemat dalam ponsel. Jengah sudah kalbunya untuk meladeni Rhayzaen, hingga ia kembali memilih membaca balik materi pembelajaran di buku paket Matematika dengan otak yang penuh kontemplasi.

‹‹-----𝕾𝖎𝖝𝖙𝖍𝖘𝖊𝖓𝖘𝖊-----››

Suasana luar taman sekolah megah ini, disandingkan oleh semilir angin dingin di mana hamparan langit terlihat warna kelabu, bak air hujan ingin mengguyur kota Jakarta. Di waktu yang bersamaan juga, Flaeyra mengusap-usap lembut punggung sahabatnya dengan senyuman sabar yang membesar di hati, sebetulnya telah sedari tadi ia lakukan untuk Laova.

"Udah reda, emosinya? Kalau masih, aku beliin minuman dingin kesukaanmu, deh di kantin gedung IPA. Gimana? Mau, gak?"

Tidak seperti pada SMA pada umumnya, di Andrometh Etlaxhia High School, fasilitas seperti ruang kantin tak hanya satu saja, ada beberapa di dalam gedung sekolah ini. Semuanya telah diatur sempurna oleh pihak yang merupakan seorang pemilik dari bangunan internasional tersebut. Dan tujuannya fasilitas yang multifungsi ini, supaya para siswa-siswi tidak mengalami kendala berdesakan saat menikmati jam istirahat. Tidak perlu heran lagi, karena bayangkan saja! Masing-masing di setiap ruang kelas berisi tiga puluh enam siswa, sehingga jika seluruh totalnya dijumlahkan, terdapat satu juta delapan puluh ribu para pelajar yang menghuni sekolah ini.

Dan satu lagi dari lainnya tentang perihal gedung SMA itu. Sekolah ini merupakan sekolah yang membutuhkan kemampuan pribadi talenta nang tinggi dan otak akademik yang mapan. Rata-rata juga sang pelajar yang sudah resmi menjadi bagian dari Andrometh Etlaxhia High School, awal menginvestasinya dengan menggunakan jalur beasiswa serta jalur prestasi dibandingkan zonasi.

"Gak usah, bentar lagi mau bel. Ini udah agak lumayan, kok panasnya. Abisnya si Kunyuk Sutrez nyebelin banget dari dulu, gak SMP, gak SMA, sama aja kelakuannya!"

He Is The Sixth SenseTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang