Chapter 26 | Misunderstanding

45 3 0
                                    

Pintu kamar ditutup rapat, bahkan pelaku itu adalah Rhayzaen sendiri untuk keluar dari sana. Sementara Argharez kembali membuka mata usai memejamkannya sejenak, ia menatap ke arah badan pintu di dalam ruangan gelap ini. Sengaja membiarkan lampu mati dikarenakan kurang suka dengan keterangan cahaya.

Senyuman pemuda tampan itu perlahan memudar dan tergantikan sendu. Berat rasanya hanya untuk bernapas, dada pula terasa sesak akibat efek mimpi buruknya yang menimpa antara roh ia begitupun sahabatnya. Argharez memang tak tahu apa yang akan terjadi di esok hari atau nanti, namun yang jelas....

"Jatuh ke jurang, itu artinya pertanda di mana raga gue akan kembali disiksa oleh peristiwa. Sekarat, kah?"

Menuruni petak tangga yang tumpang tindih di bawah, Rhayzaen membiarkan pikiran dan hatinya saling bergelut. Kepalanya saja, bahkan sudah sangat pening atas perihal segala ungkapan kalimat dari sahabat indra keenamnya. Raut penuh memohon disertakan warna pucat di wajah, menyimpulkan bahwa Argharez sedang tidak bermain-main. Lagian, untuk apa berbohong?

Lelaki berwatak periang itu tengah murung, tangannya ia angkat untuk menyugar rambut cokelatnya ke belakang. Satu helaan napas keluar dari mulut, ia benar-benar Stres. Bagaimana tidak? Argharez adalah prioritasnya, tak mungkin Rhayzaen sepelekan begitu saja. Terlebih ia sendiri memiliki rasa kepedulian yang tak kalah besar dari itu.

Di lantai utama, Flaeyra dan Laova melempar kontak netra satu sama lain. Masing-masing terlihat bingung mengapa air muka sahabat lelakinya seperti itu, apakah terjadi suatu masalah?

"Masih di sini? Gak tidur? Udah malem." Terdengar kepiluan nada Rhayzaen usai pemuda itu berhasil melangkahi semua undakan anak tangga.

Kening Laova mengerut drastis. "Lo oke? Kayak lagi ketiban banyak utang aja, dah."

"Maksud? Udah malem, minta ajak duel. Males, anying!" semprot Rhayzaen dengan ogah-ogahan.

Flaeyra mengatup bibirnya, merasa ada keanehan di raut Rhayzaen yang tak biasa. Gadis itu dengan lembut menyentuh lengan sahabatnya yang terbalut kemeja setelah meraihnya, hal tersebut membuat Rhayzaen mengarahkan pandangan.

"Kamu kenapa, Zaen? Ada masalah, kah? Argharez baik-baik aja, kan di kamar?" serbu Flaeyra halus bersama meteor pertanyaan.

Rhayzaen menarik dua sudut bibirnya untuk mengembalikan senyuman di wajah. "Gakpapa. Nggak ada masalah, kok. Argharez oke-oke aja, tuh sekarang dia lagi tidur. Apa yang mau kamu khawatirin lagi, Flaey?"

Gadis polos itu mencondongkan bibir bagian bawahnya ke depan, sedikit saja. "Habisnya mukamu kayak gitu, kok."

Pemuda Friendly tersebut dengan gemas, mengusap pucuk kepala Flaeyra. Tak lupa menampakkan deretan gigi rapinya. Sahabatnya ini benar-benar menyamankan kalbunya. Namun di lain sisi arah, berjaya mengingatkan Rhayzaen akan suatu hal.

"Lo!" tunjuknya pada Raksa.

Raksa Bentara Samudera menelan salivanya susah payah. Dirinya telah dibuat merinding atas kedatangan Rhayzaen dari atas tangga usai membawa Argharez ke tempat ruang peristirahatannya. Tatapan tajam bak belati, sungguh menusuk Raksa di sini, ingin kabur tapi tak ingin dianggap pengecut sebagai kawan kelas XI IPA-2.

"Persetan gue sama omongan lo tadi, ya! Tadi ngatain sahabat gue apa? Kanker? Mending dibalik aja ke lo! Biar tau mampus gimana rasanya punya penderitaan kayak gitu. Lo kalo nyakitin Argharez, berarti sama aja berurusan dengan gue, anjing!" Rhayzaen benar-benar menggebu amarahnya, melangkah untuk mendekati Raksa bagaikan ingin memberi pelajaran terhadap kawannya.

Raksa mendelik ketakutan. "A-ampun, Zaen! Tadi gue cuman kelepasan-"

"Kelepasan atau sengaja?!"

"Waduh, gak aman, nih! Harus dipisah," kemam Rafaga sambil berlari ke arah tetangganya.

He Is The Sixth SenseTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang