PROLOG

288 16 416
                                    

Mata tajam seseorang menelisik sebuah hamparan tempat alam terbuka yang tak seharusnya ia berada. Di sini sangat gelap, menyeramkan bahkan di atas tanah yang ia pijak terdapat asap kabut saling bertebaran di sepanjang jalan. Lelaki remaja yang saat ini menempuh usia 17 tahun, menghembuskan napasnya lalu menaikkan nyalinya untuk menyusuri jalan yang rupanya tak hanya kabut saja nang terlihat, namun juga para tengkorak manusia yang berserakan dan menghalangi tiap langkahnya.

Waktu sedang melangkah untuk menyusuri tempat yang ranum ini, sang lelaki pemilik jiwa tangguh dan pemberani itu menghentikan jalannya saat ia dihadapkan oleh sosok makhluk tak kasat mata yang entah datang dari mana. Pemuda yang memiliki rupa wajah tampan bak Korea tersebut, mendongakkan kepalanya secara perlahan untuk menengok muka dari penghalang jalan langkahnya. Kedua iris yang mempunyai warna abu autentik itu, menatap nyalang makhluk mengerikan yang tentunya merupakan lelembut.

Makhluk tersebut memiliki beberapa ciri-ciri yang jelas menyeramkan. Di jiwanya mengenakan pakaian lusuh yang modelnya compang-camping, wajahnya meleleh seperti cokelat terkena sinar matahari, amat jangkung nyaris sepadan dengan ukuran pohon di hutan. Bau amis dari lelehan muka itu, menyeruak langsung ke indera penciuman hidung sang pemuda tampan. Tetapi beruntunglah, ia masih bisa menahan bau menyengat itu.

Hantu yang belum dikenal asal-usulnya, mulai menggantungkan lonceng emas kecilnya di udara yang dirinya pegang pakai tangan kiri. Ia menggoyang-goyangkan benda tersebut hingga menimbulkan suara dentingan keras yang menggema dan mampu membuat gendang pendengaran dari telinga lelaki itu nyaris ingin meledak, pemuda tampan ini tentunya bernama Khaivandra Veincent Argharezard.

Bibir dari hantu itu, berkomat-kamit layaknya seperti sedang berdoa. Bukan berdoa, tetapi mengeluarkan seluruh mantranya untuk menyerap segala kekuatan energi Indigo yang ada di dalam diri Argharez. Merasa nyawanya akan sangat terancam, lelaki itu memilih melangkah mundur buat menghindari sosok tersebut yang sedang menggunakan mantranya. Arwah itu kini amat murka karena manusia berjiwa kuat macam baja, memberikan jangkauan untuknya. Hal itu, ia lekas menggoyang-goyangkan keras lonceng pusakanya dengan menyembul nada yang menggeram.

"Ne teloigne pas de moi! Je veux prendre toute la puissance de ton energie d'aura ecrasante!! (Jangan menjauh dariku! Aku ingin mengambil semua kekuatan aura energi spektakuler milikmu!!)"

Tawa jahat dari sosok hantu yang menggunakan bahasa Prancis, tertawa iblis nan renyah, membuat Argharez yang hanya memakai tangan kosong langsung berbalik badan untuk berlari dari sosok hantu tersebut. Lari Argharez sungguh maraton dengan sesekali kepalanya menoleh ke belakang untuk memastikan sosok itu tak mengejarnya alias hanya diam disebabkan cuma ingin menguji Argharez seberapa kuat mentalnya menghadapi dirinya yang aura negatif.

Insting dan dugaan Argharez salah total, dirinya berpikir makhluk gaib itu tak mengejarnya, tetapi rupanya sosok tersebut mengejarnya dengan melayang secepat hembusan angin. Lonceng milik hantu sakral itu tetap berbunyi agar larinya Argharez menjadi terganggu.

Yang benar saja, dampak terlalu mengharap supaya makhluk astral itu tidak lagi mengejar-ngejarnya, kaki Argharez yang terbungkus sepatu pada akhirnya tersandung oleh gelondongan kayu yang memiliki ukuran sedang.

GEDUBRAK!!!

Malang, memang. Sudah terjatuh dan kini ditambah terkilir pula antara kedua kakinya, tetapi Argharez berusaha mengacuhkan rasa sakitnya lalu segera bangkit berdiri. Namun baru saja akan hendak membangunkan diri dari atas tanah, raganya ditarik kencang ke belakang saat hantu itu membentangkan tangan kirinya ke arah manusia pemilik indera keenam tersebut. Telah bak magnet, bukan?

He Is The Sixth SenseTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang