chapter 2: Tidak apa-apa

2.1K 89 1
                                    


Grisha pov:

"Itu grisha. Putriku dan dia akan tinggal bersama kita." Ayahku berkata dan matanya melebar.

"Tunggu apa?!" teriaknya dan aku memutar mataku.

"Apakah tidak ada yang mendengarkanku kemarin?" Ayah bertanya padanya dan dia hanya mengangkat bahu.

"Dan kalian berdua harus akur satu sama lain karena dia akan tinggal di kamarmu." ayah menambahkan dan matanya semakin melebar.

"Apa! Tidak! Dia tidak bisa tinggal bersamaku! Dia bahkan tidak punya tempat tidur." Teriak gadis itu.

"Kiara dia akan tinggal di kamarmu." kata ayah sedikit marah padanya.

"grisha, kami akan mencari cara agar kamu bisa mempunyai kamar sendiri. ." kata Clara dan aku memberinya senyuman kecil.

"Kalian luar biasa!" kata Kiara dan berjalan ke atas dengan marah.

"Abaikan saja dia. Biasanya dia sangat baik," kata Ayah sambil menggaruk lehernya.

"Tidak apa-apa." Kataku sambil mengangkat bahu.

"Sudah larut malam. Menurutku kita harus tidur." Kata Clara dan aku mengangguk.

"Ayo, aku tunjukkan di mana kamar kiara berada," kata Ayah dan kami berjalan ke atas menuju kamarnya.

Ayah mengetuk lalu membuka pintu. Kami berjalan masuk dan Kiara sedang berbaring di tempat tidurnya dengan telepon di tangannya.

"Aku akan segera kembali dengan membawa kasur untukmu." kata ayah dan berjalan keluar.

Kini hanya tinggal aku dan dia.

"Kamu menatap." katanya tanpa mengalihkan pandangan dari ponselnya.

"Maaf.." Aku menunduk dan memainkan jariku dengan gugup.

Dia kemudian meletakkan ponselnya dan duduk. "Jadi..mengapa kamu ada di sini?" dia bertanya dan menatapku.

Aku membeku dan bisa merasakan air mata berusaha keluar dari mataku. Aku memandangnya dan membuka mulutku tetapi menutupnya lagi dan menunduk.

Aku bisa merasakan air mata jatuh di pipiku dan aku mendengar seseorang berjalan ke arahku.

"Maafkan aku." katanya lembut dan dengan hati-hati meletakkan tangannya di lenganku.

Aku tersentak dengan sentuhannya dan menatap tangannya.

Dia segera menarik tangannya kembali dan menggaruk lehernya. "Aku minta maaf karena aku sudah menyebalkan padamu tadi.." katanya dan aku melihat dia bersungguh-sungguh karena aku bisa melihat rasa bersalah di matanya.

"Tidak apa-apa." Kataku dan menghapus air mataku.

Dia menunduk sejenak lalu berjalan ke tempat tidurnya dan duduk. Dia menepuk tempat di sebelahnya dan aku perlahan berjalan ke arahnya dan duduk di sebelahnya.

"Bagaimana kalau kita mengenal satu sama lain sedikit?" dia bertanya dan aku perlahan mengangguk.

"Kamu tidak banyak bicara ya?" tanyanya sambil terkekeh dan aku hanya mengangkat bahu sambil tersenyum kecil.

"Yah..um..jadi..berapa umurmu?" tanyanya malu-malu.

"17." Jawabku singkat.
"Umurku 18." Dia berkata sambil tersenyum.

"Sepertinya kalian berdua akur," kata ayahku ketika dia masuk dengan membawa kasur.

Kiara dan aku saling memandang, lalu menatap ayah dan mengangkat bahu. Kami tertawa terbahak-bahak dan ayah hanya tersenyum sambil menggelengkan kepala.

"Sampai jumpa besok. Selamat malam." kata ayah lalu berjalan keluar.

"Apakah kamu lelah?" Kiara bertanya

"Tidak juga." Jawabku dan dia terkekeh.

"Mau nonton film?" tanyanya sedikit malu.

"Um..tentu." Jawabku dan dia berlari ke salah satu sisi tempat tidur sehingga kami bisa berbaring bersebelahan.

Jadi aku berbaring di sampingnya dan dia mengambil remote tv dan menyalakan TV.

"Apa yang ingin kamu tonton?" dia bertanya dan menatapku

"Aku tidak peduli selama itu tidak membosankan atau film romantis." Jawabku dan rahangnya ternganga.

Dia berbalik ke samping dan bersandar pada sikunya. "Kamu tidak suka film romantis?" dia bertanya dan memberiku cibiran lucu yang pernah ada.

"Itu sangat jelas. Dua anak laki-laki memperebutkan seorang gadis. Salah satu dari mereka mungkin adalah sahabatnya dan yang lainnya adalah saudara laki-laki dari sahabatnya. Dan gadis itu memilih sahabatnya atau saudara laki-lakinya." Jawabku. dengan mengangkat bahu.

Dia tersenyum padaku dan aku tidak tahu kenapa tapi itu membuatku gugup. "Apa?" tanyaku sambil tersenyum malu.

"Yah, kamu benar." katanya sambil terkekeh dan membalikkan badannya. "Tapi tetap saja lucu." lanjutnya dan melirik ke arahku sejenak.

Kami mulai menonton film dan menanyakan beberapa hal satu sama lain

Sekarang aku tahu bahwa warna favoritnya adalah hijau tosca dan dia suka JKT48 , dia pun menyukai musik dan menari serta suka membaca.

Dia menoleh ke arahku dan menatapku dengan sedih. Aku memiringkan kepalaku dan menatapnya dengan bingung. "Apa?"

"Aku minta maaf sebelumnya. Seharusnya aku tidak bertanya kenapa kamu ada di sini." katanya dan menghindari mataku.

"Tidak apa-apa..kamu tidak tahu.." Aku berhenti bicara karena aku tidak terlalu ingin membicarakan apa yang terjadi pada ibuku.

Kiara tahu apa yang salah jadi dia segera meraih tanganku. "Kamu tidak perlu memberitahuku. Kamu bisa memberitahuku jika kamu sudah siap atau kapan kamu ingin mengatakannya tetapi aku tidak akan memaksamu untuk memberitahuku." katanya lembut dan aku menatap tangan kami.

Dia hendak menariknya menjauh tetapi aku memegang tangannya untuk menunjukkan kepadanya bahwa tidak apa-apa.

Dia memberiku senyuman kecil dan berbalik untuk melihat TV.

"Terima kasih..aku sangat menghargainya.." gumamku dan dia menatapku dan tersenyum.

Rumah?Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang