2

19.2K 1.3K 22
                                    

Suara pintu dibuka tak mengalihkan atensi Keizaro, ia tetap asik dengan kacang dan makanan ringan dihadapannya, matanya fokus melihat siaran televisi.

"Apa kau monyet?"

Mendengar celetukan itu Keizaro mendongak, melihat Ardan yang baru pulang.

"Kenapa semua berantakan seperti ini?" Ardan menghampirinya dengan tatapan dingin tapi sama sekali tak membuat Keizaro gentar.

Ardan menghela napas, melihat bagaimana berantakannya ruang tengah. Remahan makanan dan sampah semuanya berserakan dekat meja, ia menekan pangkal hidungnya kenapa Keizaro ini seperti anak kecil?

"Tak usah cerewet, ini sudah kebiasaanku. Jangan mengatur," cetus Keizaro. Ia beranjak begitu saja meninggalkan Ardan yang merasa gila dengan kekacauan ini.

Ardan menyampirkan jasnya di kepala sofa, walau lelah ia tetap membersihkan semuanya. Sangat bukan dirinya jika melihat kekacauan seperti ini diam, Ardan benci rumah kotor.

Sebenarnya apa yang Keizaro lakukan seharian ini? Ia melihat ke meja makan, nihil sama sekali tak ada makanan bahkan di kulkas bahan makanan masih tak tersentuh sedikit pun. Ayolah, setidaknya bocah itu masak untuknya, ia lelah sungguh.

"Jika ingin makan pesan saja makanan cepat saji," cetus Keizaro yang entah sejak kapan ada dibelakang Ardan.

"Aku tak makan, makanan seperti itu." Ardan menyahut ketus, ia kesal sungguh.

Keizaro mendengus. "Berhentilah menjadi manja, hey ... makanan cepat saji tak akan membunuhmu," ucapnya.

"Seharian kau hanya diam di rumah, sebenarnya apa yang sedari tadi kau lakukan? Menonton dan makan, apa  tak ada waktu hanya untuk masak?" Ardan berceletuk tajam membuat Keizaro menarik kerah kemejanya.

"Bangsat, berhenti mengoceh. Kau ... siapa kau huh?!" Keizaro berteriak di akhir kalimat. Ia menatap Ardan tajam, selama hidupnya tak pernah sekalipun ia merasa terkekang atau bahkan di suruh seperti ini. Tapi Ardan dengan berani memperlakukannya seperti ini, dokter bajingan ini membuatnya jengkel.

Ardan melepas tarikan Keizaro dari kerah kemejanya, ia melengos pergi. Sudah tak ada energi lagi untuk menghadapi Keizaro sekarang, siang tadi Ardan baru saja melakukan operasi dan bertemu banyak pasien, kepalanya terasa akan pecah sekarang. Ia memilih melakukan semuanya sendiri, lagipula memang siapa dirinya yang meminta pada Keizaro? Ayolah, pernikahan ini hanyalah pernikahan konyol, apa yang Ardan harapkan? Keizaro yang bersikap manis, menyambutnya saat datang? Omong kosong, berandal seperti bocah itu mustahil melakukannya.

Ardan tak mempedulikan keberadaan Keizaro, ia mulai membuat makanan biasa yang mudah. Perutnya sudah demo, ia tak mau mati karena kelelahan.

Keizaro hanya diam melihat semua yang dilakukan Ardan, ada sedikit rasa kasihan dan juga bersalah melihat raut kelelahan Ardan tapi ia menepisnya jauh-jauh, enggan mengakui. Lagipula Ardan siapanya? Dari awal pria itu mengaturnya, harus ini-itu dan segala macam larangan yang membuatnya muak.

Ardan itu hanya pria penghancur ekspetasinya, seharusnya ia menikah dengan Maxim bukan dengan pria dengan seribu pelaturan. Bukannya menikah Keizaro merasa seperti jadi murid sekolahan.

"Kenapa kau berdiri di sana, apa aku setampan itu sampai kau menatapku terus bahkan saat aku makan?" celetuk Ardan membuyarkan lamunan Keizaro.

Pria itu menghampiri Ardan dengan amarah yang sudah berada di ubun-ubun.

"Tampan? Cih, kau bahkan jauh dibawah dari pria terjelek di kampusku," cetusnya.

Ardan terkekeh, ia meminum airnya. Melihat Keizaro yang menatapnya sengit.

"Putuskan hubunganmu dengan priamu itu," ucap Ardan tiba-tiba.

Keizaro membelalak tak percaya. Ia menarik kerah kemaja Ardan membuat si empu tersedak tapi ia tak peduli. Keizaro melayangkan pukulannya membuat Ardan tersungkur.

"Bangsat! Jangan campuri urusanku, kau bukan siapa-siapa, sampai kapanpun aku tak akan meninggalkan dia!" Keizaro berteriak, ia melempar piring yang masih tersisa makanan membuatnya buyar dilantai. Tak peduli jika Ardan belum selesai dengan makannya yang ia pikirkan adalah ucapan Ardan yang seenaknya.

"Aku suamimu." Ardan berdiri, ia merapihkan pakaiannya.

Keizaro berdecih. "Bermimpilah, kau ... kau perusak ekspetasiku."

Setelah mengatakan itu Keizaro pergi tak mempedulikan Ardan yang harus membersihkan kekacauan yang telah ia buat kembali.

Apa Ardan salah? Ia hanya ingin membangun semuanya dari awal, pernikahan bukanlah hal yang bisa dipermainkan, ia berharap bisa menjadi keluarga layak pada umumnya. Ardan pasrah dan ia berusaha mengajak Keizaro agar bisa pasrah dan menerima segalanya. Langkah awal adalah meninggalkan kekasihnya, tapi Keizaro sepertinya akan sulit di ajak kerja sama.

Ardan membersihkan pecahan kaca, dan hal lainnya. Baru saja selesai membersihkan ruang tengah, ia harus membersihkan dapur. Setelah selesai, Ardan segera pergi ke kamar.

Dan sekarang apa lagi? Mata Ardan nyaris keluar sepertinya saat melihat pakaiannya berserakan dengan lemari yang terbuka, sudah seperti ada maling. Jika begini setiap hari, Ardan rasa ia akan segera mati. Sungguh terbuat dari apa Keizaro ini, bocah bodoh dan banyak tingkah membuat kepalanya sakit.

Sedangkan ditempat lain Keizaro baru saja sampai ditempat tongkrongannya setelah memacu motor dengan kecepatan cepat.

"Kau datang sayang?"

Itu Maxim yang tengah duduk dengan sebatang rokok yang di apit ditangannya, Keizaro merengut ia menghampiri Maxim menubrukan tubuhnya memeluk si empu.

"Aku merindukanku," bisik Keizaro pelan.

Maxim mengelus kepala sang kekasih, memberikan ketenangan yang sama sekali tak Keizaro dapatkan di rumah.

"Apa pria itu membuatmu kesal lagi?" ucap Maxim membuat Keizaro melepas pelukannya. Pria itu mendengus saat mengingat Ardan.

"Aku sangat membencinya, kuharap kami segera berpisah. Menyebalkan," tutur Keizaro kesal.

"Kei ... sudahlah jangan terus merengut, sekarang dihadapanmu adalah aku bukan pria aneh itu." Maxim mengecup pipi sang kekasih gemas.

Keizaro mengangguk, ia kembali memeluk Maxim melupakan pria lain yang saat ini tengah prustasi dengan keadaan rumahnya. Persetan dengan Ardan, Keizaro tak peduli.

_____

Wp eror gini amat ya ....

Btw 100 vote baru up lagi.

Pak Dokter! [End]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang