3

16.3K 1.1K 18
                                    

Uhuk

Uhuk

Ardan terbatuk saat Keizaro sengaja mengeuarkan asap rokok pada wajah si empu.

"Mau apa ke sini?" tanya Keizaro sengit.

Ia tak pernah berpikir jika Ardan akan menjemputnya ke tempat tongkrongan, ayolah saat ini Ardan sudah seperti seorang ayah yang menjemput anaknya, bahkan setelan Ardan kuno, seperti bapak-bapak komplek. Sungguh jauh dari kata anak muda, Ardan memang belum kepala tiga, tapi ia terlalu dewasa untuk dirinya. Keizaro melirik Maxim dan Ardan bergantian, membandingkan kedua pria itu. Maxim kekinian, setelannya sangat keren di mata Keizaro.

"Ayo pulang, ini sudah malam." Ucapan Ardan membuat atensi Keizaro kini terfokus lagi padanya.

"Tidak, aku akan menginap di kontrakan Maxim," sahut Keizaro.

Ardan menghela napas, ia melirik pria yang selalu Keizaro puja-puja. Pria yang terlihat lebih muda darinya, matanya menyipit melihat tato naga dilengan Maxim. Jadi yang begini pria idaman Keizaro?

"Menurutlah," ucap Ardan penuh penekanan.

Keizaro membuang puntung rokok lalu menggilas dengan sepatunya. Ia menatap Ardan malas.

"Jangan berlaga menjadi suami baik, kau ... ya Tuhan lebih baik kita berpisah," cetus Keizaro.

"Lihatlah ... kita berbeda, aku masih muda butuh kebebasan ... orang mana yang mau dengan pria kaku, aneh, dan kuno sepertimu? Terlalu kolot, kumohon pergilah Pak Dokter, kau membuat mataku sakit," sambungnya. Ucapan Keizaro disahuti gelak tawa oleh kawan-kawannya.

Sedangkan Ardan masih berdiri layaknya orang bodoh, enggan menyerah membawa Keizaro pulang. Ia akui ia seperti seorang ayah dibandingkan mereka, ia kolot? Oh demi Tuhan mereka merasa modern padahal hanya membuang-buang waktu saja melakukan hal-hal bodoh seperti ini. Nongkrong, balap liar, merokok, berbuat selayaknya bumi dibawah kaki mereka.

"Baiklah aku akan pulang, sekarang kau bisa pergi. Bagi anak mama jam segini sudah malam, aku khawatir kau akan menangis di jalan nanti," tutur Keizaro kembali mempermalukan Ardan, ia tak peduli dengan raut Ardan yang mengeras mendengar gelak tawa teman-temannya.

"Ayo sayang. Biarkan saja, aku tak peduli dia berdiri sampai besok sekalipun." Keizaro bergelayut manja dilengan Maxim, bahkan Maxim dengan berani mencium Keizaro dan itu di depan mata Ardan, suami si empu.

Ardan tak pernah berpikir akan dipermalukan seperti ini oleh seorang bocah, ia merasa tak ada harga dirinya sebagai suami. Ardan mengutuk dirinya sendiri yang setuju-setuju saja saat dijodohkan, jika tahu begini ia lebih baik melajang hingga tua. Persetan pernikahan, pernikahan membuatnya gila.

_________

Keizaro tak pulang, entah apa yang dilakukan bocah itu Ardan tak peduli. Walau jujur semalaman ia tak bisa tidur karena merasa lepas tanggung jawab.

Ardan menyesap teh nya sebelum pergi ke rumah sakit, ia butuh kesegaran otak.

Suara pintu terbuka membuat atensinya beralih, baru saja Keizaro pulang dengan tampang tanpa rasa bersalah. Pria itu langsung duduk dihadapannya dan memakan roti miliknya, benar-benar bocah ingusan tak tahu sopan santun.

"Baru pulang eum?" ucap Ardan menyindir.

"Apa kau buta? Aku duduk dihadapanmu, itu tandanya aku sudah pulang," sahut Keizaro sinis.

Tak pernah rasanya Keizaro bicara lembut atau santai pada Ardan, pasti saja intonasinya sinis.

"Bukankah aku sudah katakan untuk putus dari pria-mu itu," cetus Ardan pada akhirnya sekelibat bayangan Maxim yang mencium pipi Keizaro membuatnya dongkol.

"Tak akan pernah," ucap Keizaro.

Ardan menghela napas. "Aku akan adukan pada ibu, semua perbuatanmu dan terlebih hubunganmu itu," ucapnya.

"Cih, tua tapi kekanakan." Keizaro berucap dingin.

"Kau terus memaksaku memutuskan Maxim, kau tak akan mengerti jika kau tak pernah merasakan anak muda dengan penuh cinta, kita saling mencintai. Makanya carilah cintamu agar kau mengerti dan tidak kaku seperti ini, kau terus menuntutku meninggalkan Maxim, karena kau pria dingin yang tak pernah jatuh cinta."

Setelah mengatakan itu Keizaro beranjak pergi, ia merasa kesal dengan Ardan yang diam membisu, tenggelam dalam lamunan.

Cinta? Ardan sudah tak memikirkan hal itu, bukan, bukan berarti ia manusia tanpa perasaan yang kaku dan tak memiliki rasa manusiawi, hanya saja ia sudah melupakan hal itu jauh sebelum ia menikah dengan Keizaro. Mencari cinta? Bahkan Ardan merasa rasa akan kata itu sudah habis dan tak bisa lagi dicari.

Ardan pernah jatuh sejatuh-sejatuhmya pada sosok yang berhasil membelenggu perasaannya, hidup dalam kubangan yang indah mengatas namakan segalanya dengan cinta, tapi pada akhirnya ia tenggelam dalam kubangan kepahitan tersebut, sendirian.

Ardan tak pernah berpikir akan menikah atau bahkan memiliki keluarga harmonis, ia sudah melupakan semuanya karena hal-hal itu hanya meninggalkan rencana tanpa perwujudan baginya.

Tak pernah merasakan cinta? Keizaro salah, bahkan Ardan pernah menjadi pria paling menyedihkan karena perasaannya.

Anak muda penuh cinta? Ardan sudah melewatinya, ia pernah saling mencintai sampai merasa dunia ini digenggamannya. Kenapa perkataan Keizaro begitu menohok seolah dirinya memang dominan dingin tanpa cinta? Keizaro menilainya seolah ia paling tahu, dirinya bagaimana.

Ardan mungkin salah karena memaksakan kehendak tapi menjalin kasih dengan pria lain saat kau sudah terikat secara sakral itu hal paling gila dan kasar, walau Ardan tak memiliki rasa pada Keizaro setidaknya menghargai hubungan pernikahan itu harus.



Pak Dokter! [End]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang