28

14K 1.2K 165
                                    

Keizaro tengah berjalan kaki, ia menuruti kata dokter untuk banyak gerak.

Walau hanya sendiri ia tetap tersenyum, dari banyaknya submisif hamil hanya ia yang berolah raga sendiri di hari minggu ini. Keizaro duduk sebentar dibangku taman, ia merasa pinggangnya selalu pegal.

Keizaro memejamkan matanya,  menikmati cuaca pagi ini, terasa segar. Tangannya mengelus perut yang semakin hari semakin terasa besar, kadang Keizaro ngeri sendiri membayangkan jika perutnya pecah.

"Minumlah."

Keizaro membuka matanya, saat mendengar suara seseorang. Ia mendengkus tak suka, mendapati Maxim menyodorkan sebotol air.

"Minum, pasti kau haus," ucap Maxim mengabaikan tatapan Keizaro yang tak nyaman atas kehadirannya.

Keizaro tak munafik ia memang haus, karena itu ia menerimanya, membuat senyuman Maxim mengembang. Keizaro memutar bola matanya, Ini baru pagi tapi sudah dalam suasana buruk karena kedatangan Maxim, entah kenapa sebuah kebetulan ini terasa menyebalkan.

"Kei ... bagaimana kabarmu?" tanya Maxim tiba-tiba.

"Tentu saja baik," sahut Keizaro. Ia mengusap bibirnya yang sedikit basah setelah minum.

Maxim tersenyum, ia menatap Keizaro lembut. Submisif ini dulu begitu manja padanya, merengek adalah hal yang selalu pria itu lakukan. Andai saja ia tak bodoh, dan merasa bosan dalam hubungannya dengan Keizaro, mungkinkan saat ini keduanya masih sama, sama-sama saling mencintai?

"Berapa bulan?" tanya Maxim lagi.

"Delapan," ucap Keizaro seadanya. Ia tak mau banyak berbasa-basi dengan si empu.

Maxim menunduk melihat sepatunya, ia merindukan Keizaro yang dulu. Keizaro yang cerewet dan selalu mengumpatinya, tapi sekarang semua berubah terlalu cepat. Dimana Keizaro yang sering meneriakinya? Ia merindukan Keizaro yang dulu.

Sama dengan Maxim, Keizaro juga ikut tenggelam dalam lamunan. Ia masih ingat bagaimana dulu ia memberikan dirinya pada Ardan karena pengkhianatan Maxim, jika boleh diputar kembali Keizaro ingin memilih untuk tak percaya pada Ardan. Ardan dan Maxim sama saja. Keizaro tersenyum nanar saat mengingat kembali penolakan Ardan tadi, dimana ia mengajak sang suami untuk berolah raga. Pria itu menyuruhnya mandiri dan melakukannya sendiri, jadi selama ini ia kurang mandiri?

Keizaro menghela napas lelah, mengingat persoalannya dengan Ardan membuat hatinya berdenyut nyeri sampai tak sadar air mata merembes keluar dan melupakan kehadiran sang mantan kekasih disampingnya.

Selama ia hidup, Keizaro belum mendapatkan apa yang ia inginkan ia rasa. Sampai kapan semua rasa sakit ia rasakan? Benarkan ini karma dari sang ayah?

"Kei ... " Maxim memegang bahu Keizaro lembut, ia tak tahu kenapa submisif itu menangis dalam diam. Maxim tak banyak bertanya ia langsung memeluk si manis, mengusap punggung yang semakin bergetar.

"Katakan ... ceritakan semuanya, aku akan mendengar. Aku bukan hanya mantan kekasihmu Kei, kita dulu teman dekat. Anggap aku sekarang temanmu," bisik Maxim khawatir.

"Aku lelah," sahut Keizaro di sela isakannya.

"Apa semua dominan seperti itu Max? Mereka hanya memikirkan perasaannya, aku terluka Max." Keizaro meremat punggung Maxim. Tolong biarkan sekali ini saja ia mencurahkan segalanya, bukankah dulu Maxim memang teman dekatnya?

"Apa dokter itu menyakitimu eum?" tanya Maxim, ia tak mendapat jawaban hanya tangis Keizaro yang semakin terdengar pilu.

Maxim ikut sakit, andai dulu ia tak mengkhianati Keizaro. Mungkin ia tak akan melihat tangis kepedihan ini, Maxim mengepalkan tangannya. Persetan dengan Keizaro yang sudah menjadi pasangan orang lain, ia akan ikut andil membahagiaan si empu. Keizaro temannya.

Keizaro menceritakan segalanya, membeberkan fakta yang belum pernah Maxim tahu membuat dominan itu iba. Takdir terlalu kejam pada manusia serapuh Keizaro, Maxim mengusap pipi si manis.

"Jangan merasa sendiri, kau punya aku. Maaf untuk kesalahan masa lalu, tapi aku berjanji akan selalu ada untukmu Kei. Tidak, aku tak mengharapkan kita kembali bersama. Aku hanya ingin menebus kesalahanku dan tentunya karena kau temanku," tutur Maxim.

Keizaro menggigit bibir bawahnya, benarkah ia memiliki teman lagi? Maxim memang kekasih yang buruk tapi dia bukanlah teman buruk, jika kalian lupa Keizaro dulu menerima Maxim karena si empu yang baik dan selalu ada untuknya.

"Jadi sekarang berhentilah menangis." Maxim tersenyum cerah, "baby ... jangan buat papamu sedih," sambung Maxim, ia mengusap perut Keizaro.

Maxim pikir untuk mendapat maaf dari Keizaro adalah hal sulit ternyata ia lupa, sosok dihadapannya ini tetaplah seorang submisif yang lemah dan rapuh. Walau Keizaro sempat berandal tidak menutup hatinya yang lembut. Maxim tak mengharapkan Keizaro menjadi miliknya kembali, tapi ia berjanji atas dirinya sendiri. Kebahagiaan Keizaro adalah yang utama.

Maxim masih mengusap perut Keizaro, ia gemas sendiri. Tak menyangka Keizaro akan segera memiliki anak, mengingat ia masih sibuk mengurus skripsinya.

Sedangkan Keizaro hanyut akan usapan Maxim. Andai Ardan bisa seperti Maxim, ia berusaha tak kembali menangis saat Maxim asik berceloteh dengan perutnya hal yang tak pernah Ardan lakukan.

Maxim mendongak menatap wajah sendu Keizaro, kedua bola hitam itu kehilangan binarnya, meredup seolah direnggut paksa. Luka Keizaro sudah membusuk layaknya tak ada obat yang bisa menyembuhkan luka itu.

Maxim tersenyum getir, jika Keizaro dapat mendengar isi hatinya. Percayalah ia akan menutup telinganya karena saat ini Maxim meraung pada semesta menuntut keadilan pada makhluknya yang diperlakukan tak adil oleh keluarga dan pasangannya. Maxim ingin mendekap Keizaro sepanjang waktu, menguatkan submisif itu.

Ardan alderic.

Dominan bajingan yang begitu tega menyakiti Keizaro. Jika pria itu mau melepas Keizaro, Maxim tak akan keberatan untuk melindungi Keizaro bahkan akan dengan senang hati ia menyayangi bayi yang belum lahir itu. Keizaro yang malang, hidupnya begitu rumit jika Maxim berada diposisi Keizaro maka ia tak berani jamin masih bisa bernapas, ia akan mengakhiri hidupnya. Maxim lemah dan bodoh karena itu ia mengapresiasi Keizaro yang hebat sudah bertahan sejauh ini.

"Jangan anggap aku mantanmu Kei tapi anggak aku temanmu, teman seperti dulu sebelum aku mengungkapkan perasaan. Jangan segan dan jangan merasa malu menceritakan semuanya padaku, aku akan mendengarkan. Jika kau butuh sesuatu katakan padaku, walau aku hanya mahasiswa biasa, aku masih bekerja part time dibengkel, jadi tak perlu khawatir," tutur Maxim.

Inilah yang menjadi alasan kedua kenapa ia tak bisa dengan mudah merebut Keizaro dari Ardan. Ia hanyalah seolah mahasiswa biasa, dia bukan keluarga kaya atau bahkan seorang penerus perusahaan. Maxim hanya anak yang lahir dari keluarga menengah, di sela kuliahnya ia menjadi pegawai dibengkel milik pamannya.

"Terima kasih Max. Kau teman yang baik," ucap Keizaro.

____

Jangan lupa follow yaa ....

Sorry alurnya lambat, sengaja.

Komen banyak gue double up!!


Pak Dokter! [End]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang