19

14.4K 1.3K 288
                                    

"Aku hamil."

Ucapan Keizaro membuat Ardan membelalak tak percaya, si empu mensejajarkan tubuhnya dengan sang submisif. Menatap Keizaro, mencari kebohongan dari kedua bola mata hitam yang redup akan binarnya.

Keizaro tersenyum tipis, ia menghapus air matanya. Ardan bukan patah hati pertamanya, tapi Ardan patah hati terhebatnya.

Keizaro merutuki dirinya, terlalu berharap jika perasaan yang ternanam baru-baru ini akan terbalas. Seharusnya ia sadar, dibanding Ayden ia kalah telak. Ia kalah dalam hal apapun, Keizaro bisa melawan musuhnya tapi tidak dengan orang yang dicintai Ardan.

Ayden. Kakaknya selalu beruntung dalam hal apapun.

"Jangan becanda." Ardan berceletuk dibarengi dengan kekehan, berusaha menenangkan peperangan batin dan otaknya.

Keizaro menggeleng pelan, ia tak tahu wajah setenang Ardan bisa menggoreskan luka sedalam ini. Dihari ulang tahunnya, Keizaro pikir ulang tahunnya kali ini akan dirayakan bersama suami, tapi ternyata perayaan yang ia dapatkan adalah sebuah luka.

Selain Maxim, ternyata Ardan juga berkhianat. Apa semua dominan memang seperti itu? Keizaro merasa putus asa, dikala tali harapannya diputus dengan tarikan kencang sebuah badai, ia pikir badai pernikahannya tak akan sehebat ini.

Keizaro mengusap rahang Ardan, ia tersenyum getir.

"Aku tak tahu, wajah setenang ini bisa menciptakan luka yang begitu besar," ucapnya.

Ardan terdiam dengan ucapan Keizaro kali ini, ia sadar diri. Ialah yang salah, wajar saja Keizaro marah padanya.

"Kau pernah bertanya, apa aku pernah membenci Ayden 'kan?" Keizaro menatap lekat mata sang suami.

"Maka jawabannya kali ini, aku pernah membencinya dan hari ini, aku sangat membencinya."

Ardan mencekal telapak tangan Keizaro yang mengusap rahangnya, ia tak terima dengan ucapan Keizaro akan Ayden.

"Apa kau marah aku membenci Ayden?" ucap Keizaro seakan hapal isi pikiran Ardan.

"Apa segitu cintanya kah kau padanya sampai tak boleh ada yang membencinya, tapi mau bagaimana lagi? Sebagai seorang submisif, aku begitu sakit dikhianati oleh suamiku dan orang ketiganya adalah kakak sendiri. Ini terlalu kejam Ardan."

Keizaro membawa tangan Ardan pada permukaan perutnya, Ardan mengkhianatinya padahal di dalam sana ada darah daging dominan itu.

"Sudah tiga bulan. Sebenarnya aku tak berniat menyembunyikan ini tapi ibu menyuruhku untuk diam," tutur Keizaro. "Aku tak tahu, jika ayah dari bayi ini akan menggugatku di saat aku mengandung benihnya. Ah, benar-benar menyedihkan," sambungnya.

Ardan membisu, hatinya mencelos saat telapak tangannya menyentuh permukan perut Keizaro.

"Apa kau akan menggugatku? Tak apa jika begitu, aku tak masalah membesarkan anak ini sendiri, kau tak perlu khawatir. Aku akan memberikan yang terbaik untuk anakku." Keizaro melepas tangan Ardan, ia berdiri dengan lemah. Energinya terasa terkuras.

"Aku akan pulang dulu, makanlah cake nya. Aku membuat itu bentuk perayaan ulang tahunku, selamat siang Ardan." Keizaro membungkuk sebelum pergi.

Saat membuka pintu ia mendapati Ayden yang berdiri di luar, ia yakin kakaknya mendengar segalanya.

"Kupikir kau tak sejalang ini, kakak." Keizaro memberikan senyuman manis setelah berbisik ditelinga sang kakak, lalu ia melangkah pergi membiarkan wajah Ayden yang memerah akan amarah.

Ayden langsung masuk dengan raut penuh amarah, ia menampar Ardan yang telah berani membokar segalanya. Akan ditaruh dimana wajahnya, Keizaro sudah tahu akan hubungannya dengan Ardan, dominan ini benar-bebar bajingan.

Ardan hanya diam saat Ayden menamparnya, ia masih tenggelam dengan fakta jika Keizaro tengah hamil. Fakta yang membuatnya sesak, bingung harus melakukan apa. Haruskah ia tetap berpisah dengan Keizaro di saat sang submisif mengandung anaknya? Itu sangat kejam, Ardan tak mau melakukan itu.

Sedangkan diperjalanan Keizaro menghentikan mobilnya di taman kota, ia turun dengan paper bag biru. Keizaro duduk dibangku taman, mengeluarkan kue yang ia bawa.

Lilin dikue coklat itu dinyalakan, Keizaro menatap dalam diam kue dihadapannya.

"Selamat ulang tahun Kei," gumamnya sendu. Keizaro meniup lilin lalu menyatukan kedua telapak tangannya, melapalkan harapan dan segala permintaan pada semesta.

"Sayang ... nanti jika kita hanya berdua, jangan bersedih ya." Keizaro mengusap perutnya.

Ia pikir selama ini Ardan memang sibuk ternyata sibuknya Ardan bukan karena pasien tapi karena kekasih gelapnya.

Keizaro mencomot kue, lalu memakannya perlahan dibarengi dengan air mata, kue coklat kesukaannya bahkan terasa pahit saat dimakan dalam kondisi hati yang berlumur darah.

Tetes demi tetes hujan mulai turun, seolah sengaja ingin menutupi wajah kacau submisif terpuruk itu. Keizaro tetap memakan kuenya dibawah guyuran hujan, tak peduli dengan air hujan yang membuat kuenya hancur, ia enggan beranjak.

Hujan tak pernah bosan jatuh membasahi bumi, walau jatuh berkali-kali hujan akan tetap selalu datang. Keizaro iri pada bumi, yang di datangi hujan di saat butuh ketenangan dan kesejukan.

"Kau tahu sayang ... mulai saat ini papamu ini tak akan merayakan ulang tahunnya, papa sakit sayang ... rasanya begitu menyesakkan pada tanggal ini. Papa harap saat kamu lahir, takdir dan dunia sedikit ramah padamu. Papa bukan anak yang beruntung, papa bukan anak kesayangan ayah dan ibu, tapi papa akan memberikan apa yang tak pernah papa dapatkan dari seorang ayah dan ibu," tutur Keizaro serak, ia mengusap perutnya.

"Terima kasih sudah menemani papa dihari ulang tahun papa saat ini, jangan malu ya saat kamu lahir nanti, papa tak semanis dan papa tak sebaik submisif lain tapi percayalah papa akan sangat menyayangumu," sambung Keizaro.

Kepada siapa ia harus mengadu? Kepada siapa ia harus meminjam bahu? Ia terluka parah saat kepercayaannya dinodai dengan pengkhianatan, ia merasa dunia mengguncangnya begitu hebat. Semua terlalu tiba-tiba, semua terlalu cepat sampai Keizaro bingung hubugan iblis itu terjalin kapan, hubungan biadab suami dan kakaknya itu terikat sejak kapan, Keizaro tertipu wajah tenang dengan tutur kata lembut sang dominan, terjebak akan rasa yang bersarang terlalu dalam.

"Dibawah guyuran hujan, aku memohon pada semesta. Agar tak ada orang yang bernasib sama sepertiku, karena rasanya begitu menyakitkan, cukup aku yang tahu rasanya."



______

Banyakin komenn dan vote!!!

Pak Dokter! [End]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang