Hari ini rumah sakit mengadakan rapat, kepala rumah sakit merekrut dokter ahli bedah.Ardan duduk tenang menunggu siapa yang dimaksud Mahde, Chelsee sudah kesal karena menurutnya ini menyita waktunya. Padahal rumah sakit sama sekali tak kekurangan dokter, sedari tadi Chelsee menggerutu tak jelas karena merasa jadwalnya sudah selesai dan rapat ini menunda jam pulangnya.
Tok
Tok
Mahde masuk di ekori oleh pria dibelakangnya yang menunduk sopan.
"Hallo rekan-rekan maaf menyita waktu kalian semua, saya hanya ingin memperkenalkan dokter ahli bedah, yang akan bergabung dengan tim kita." Mahde memberikan senyuman tipis. "Silahkan dokter Ayden," sambungnya.
Ayden mendongak, ia menampilkan senyuman manis memberikan sapaan hangat yang begitu ramah.
"Perkenalkan saya Ayden, senang bisa bergabung dengan para dokter hebat di rumah sakit ini. Salam kenal semua, mohon kerja samanya." Ayden membungkuk sopan.
Sahutan demi sahutan diterima Ayden, senyumannya sama sekali tak luntur.
"Dokter Ayden ini lulusan Harvard Medical School, bukankah itu menakjubkan ada dokter lulusan universitas baik lain, selain dokter Ardan." Mahde berucap bangga.
Ardan yang namanya disebutkan hanya diam, tak sengaja tatapan bersi robok dengan Ayden, membuat Ardan langsung membuang pandangannya, enggan menatap si empu.
Perkenalan singkat ini dibumbui rapat ringan mengenai kondisi para pasien dan juga beberapa kendala, Ardan melirik arlojinya ini sudah pukul lima sore.
Hanya Ardan yang menjadi pendiam selama rapat, bahkan tak ada sepatah katapun yang keluar dari mulutnya sampai rapat selesai. Bahkan sampai orang-orang sudah keluar dan tersisa dirinya dengan si dokter baru.
"Ardan."
Suara itu, suara yang masih sama dengan Ayden yang dulu. Ardan diam, ia tak mau menatap Ayden.
"Bagaimana kabarmu?" tanya si empu, ia menghampiri Ardan.
"Maaf untuk waktu itu," sambungnya dirasa tak ada jawaban dari Ardan. Ia menunduk, menatap sepatunya.
"Kenapa ikut bergabung di rumah sakit ini?" Ardan mendongak, setelah sekian lama diam. Ia menatap Ayden hampa. "Kau penjahat Ay ... setelah sekian lama, kenapa datang lagi," sambungnya.
Ayden tertohok, ia menelan salivanya. Ardannya, ah, bukan lagi. Keduanya sudah usai, Ardan bukan lagi miliknya dan ia sendiri pelaku yang sudah melukai Ardan.
"Sudahlah." Ardan beranjak, ia melirik Ayden sekilas sebelum melangkah pergi.
Ayden, pria yang menjadi masa lalu Ardan selama mengenyam pendidikan di luar negeri. Ardan pernah jatuh sejatuh-jatuhnya pada Ayden, menjadikan Ayden dunianya sebelum semuanya runtuh karena Ayden yang mengakhiri segalanya tanpa sebab. Sampai sekarang Ardan tak mengerti salahnya dimana, kenapa Ayden mengakhiri hubungan yang sudah terjalin hampir lima tahun itu.
Ayden cinta pertama juga patah hati pertamanya, Ardan bahkan nyaris enggan menyelesaikan studinya karena hubungan yang usai tanpa penjelasan itu.
Dan hari ini dengan raut tanpa dosa, Ayden kembali seolah tak ada apapun di antara keduanya. Hari ini sama dengan hari dimana Ardan dan Ayden pertama kali bertemu.
Di sini Ardan yang bimbang sedangkan ditempat lain sang istri, Keizaro tengah memukuli Maxim dengan brutal. Napasnya naik turun, kentara akan amarah yang membungbung tinggi.
"Keparat! Kau berengsek!"
Keizaro terduduk lemas, kedua tangannya mengepal dengan derai air mata. Bagaimana bisa ia diperlakukan dengan begitu kejam, Maxim bajingan itu mengkhianatinya.
Keizaro datang ke apartement si empu untuk mengadu perihal kakaknya yang sudah kembali, tapi yang ia dapat bukan ketenangan tapi Maxim yang tengah bergelung mesra dengan seorang wanita.
"Aku mencintaimu, bahkan walau aku sudah menikah aku tetap mencintaimu. Aku enggan mengakhiri hubungan kita, kau keterlaluan Max," ucap Keizaro lirih. Ia menunduk, memeluk kedua lututnya.
Maxim meraih tangan Keizaro memohon pengampunan atas kesalahannya.
"Maaf .. ak-aku juga mencintaimu Kei, aku hanya sedang bosan dengan hubungan kita, jadi ak-"
"Jadi kau mengencani gadis?" sela sang submisif.
Maxim menggeleng ribut, ia memeluk Keizaro tapi se empu enggan ia terpukul dengan kenyataan. Keizaro berdiri, ia menatap Maxim lamat, bagaimana bisa sosok itu melukainya dengan begitu kejam, lantas harus kemana Keizaro mengadu setelah ini. Ia terisak pelan.
"Mari akhiri semua ini, kau bebas sekarang Max. Kencani gadis manapun, mulai sekarang kita usai dan jangan ganggu aku lagi."
Setelah mengatakan itu Keizaro melangkah pergi, meninggalkan Maxim yang penuh sesal. Keduanya tak pernah bertengkar hebat, tapi hari ini semuanya selesai.
______
Ardan menatap pintu utama tanpa ekspresi, ia sedikit terkejut saat pintu terbuka lebar dengan kasar. Di sana, Keizaro setengah berlari menghampirinya dengan derai air mata, keadaannya begitu kecau bahkan lebih kecau dari malam dimana ia menangis karena Ana.
Keizaro menubruk Ardan tiba-tiba, ia memeluk si empu dengan erat. Isakan pelan terdengar menyakitkan ditelinga Ardan, dalam benaknya ia bertanya-tanya kenapa dengan istrinya ini? Bukankah tadi ia pergi karena di desak Ana, apa mertuanya itu mengatakan hal buruk lagi?
"Ada apa?" Ardan melepas pelukan Keizaro, ia menangkup kedua pipi Keizaro yang basah. Keizaro menggeleng pelan, Ardan mengangguk lalu kembali menarik Keizaro ke dalam pelukannya.
Ia mengusap kepala Keizaro, dadanya terasa basah karena air mata sang submisif.
"Bantu aku, bantu aku melupakan segalanya." Keizaro mendongak, ia berkata serak. Kedua bola mata hitam kelam itu menatap Ardan penuh harap, hanya Ardan harapannya. Bukankah wajar Keizaro berlari pada Ardan? Karena seharusnya sejak awal ia menjadikan Ardan sebagai pondasinya.
"Maxim mengkhianatiku," sambung Keizaro disusul lagi dengan air mata. Seharusnya sejak awal ia menuruti ucapan Ardan, Ana benar Ardan pria baik tak seharusnya ia menyakiti Ardan dengan tidak mengakhiri hubungannya dengan Maxim. Sejak awal seharusnya, ia memilih Ardan.
Ardan menghapus air mata yang berlomba-lomba keluar itu, menangkup kedua pipi Keizaro kembali.
"Maaf ... maaf selalu merepotkanmu, aku ... aku merasa sendiri sekarang, maaf menjadikanmu pelarian, ak-aku ... aku tak bermaksud," tutur Keizaro pelan, ia merasa tak tahu diri sekarang.
Ardan menggeleng pelan, itu bukan masalah baginya.
"Bantu aku melupakannya." Keizaro melepaskan jaketnya, membuat kening Ardan mengerut. "Mari lakukan hal yang seharusnya sudah kita lakukan sejak lama," sambung si empu.
"Tidak ... tidak seperti ini, kau akan menyesal," ucap Ardan.
Keizaro menggeleng. "Tidak, kau suamiku bukankah ini wajar. Lagipula anggap saja kau menolongku, ini keinginanku pak dokter," ucapnya.
Keizaro mengecup bibir Ardan, mengajak si empu bertukar saliva dengannya. Tapi masih tak ada balasan dari sang dominan, membuatnya berdecak kesal.
"Lakukan seakan kita saling mencintai." Keizaro berucap lirih, memohon atas Ardan yang masih tenggelam dengan pikirannya.
______
Karena banyak yang mau ini dilanjut duluan, jadi gue up. Kudu rame, kalau kagak gue pundung nih.
KAMU SEDANG MEMBACA
Pak Dokter! [End]
RomancePerjodohan yang membuat dua kepribadian berbeda kontras itu terpaksa harus menikah karena orang tua. Keizaro yang terkenal berandal kampus menjadi pasangan sang dokter muda Ardan yang di siplin dan banyak aturan, jiwa Keizaro terasa terkekang saat b...