20

14.1K 1.1K 181
                                    

Saat pulang Keizaro sudah mendapati Ana di depan rumah dengan raut yang tak bisa dijelaskan, tangannya dilipat di dada kentara si empu menunggunya.

"Kemana saja?" ucap Ana.

Keizaro tak menjawab, ia melenggang masuk rumah sebelum tangannya dicekal Ana. Wanita itu menatap si bungsu dengan tatapan tajam seolah tengah menghadapi seorang musuh.

"Aku lelah bu, aku ingin masuk." Keizaro menyahut pelan, energinya sudah habis walau hanya untuk sekedar berbincang.

Ana mendengus, ia meraih kedua bahu Keizaro menekan si empu.

"Sudah kukatakan jangan beri tahu Ardan tentang kehamilanmu, apa kau tak mengerti?!" sentak Ana tiba-tiba, amarahnya sudah di ubun-ubun.

Keizaro tersenyun kecut, ia mendongak menatap kedua mata yang entah kapan terakhir kali menatapnya hangat.

"Kenapa? Bukankah Ardan suamiku, kenapa aku harus menyembunyikan hal ini?" cecar Keizaro.

"Karena Ardan di-"

"Dia kekasih Ayden," sela Keizaro. Ia terkekeh, lelucon yang sangat menyedihkan. Sekarang ia tahu kenapa Ana menyuruhnya menyembunyikan kehamilan ini, karena wanita itu tengah mendekatkan Ayden dan Ardan.

Dan sekarang Ayden dan Ardan menjalin kasih, lalu ia? Ia terpuruk sendirian, seolah cangkang kosong yang tak berguna akan adanya.

"Ya, jika kau tahu dia kekasih Ayden. Lalu kenapa kau bertingkah seolah paling terluka?"

Pertanyaan paling bodoh yang pernah Keizaro dengar, ia merutuki wanita yang sayangnya ibunya ini.

"Jika Ayden tahu Ardan sudah menikah, lalu kenapa dia mendekati suamiku! Ayden jalang, dia perebut dia submisif rendah yang mau berhubungan dengan dominan yang sudah menikah!" teriak Keizaro seolah mendapat kembali kekuatannya. Ia menatap Ana rendah, ibu dan kakak sulungnya sama-sama penjahat.

Plak

Ana menampar pipi sang anak, napasnya turun naik mendengar ucapan Keizaro.

"Beraninya kau ... beraninya mulut itu mengatakan hal serendah itu," ucap Ana. Wajahnya memerah akan amarah, ia menunjuk wajah Keizaro dengan luapan yang siap meledak.

"Kau yang rendahan! Kau ... kau yang tak pernah berguna, apa pantas mulutmu mengatakan hal serendah itu. Kau yang merebut Ardan, kakakmu jauh lebih dulu mengenal Ardan. Mereka kekasih dari dulu, kau seharusnya sadar. Kau orang ketiga dalam hubungan keduanya!" pekik Ana.

Tutur kata Ana terasa berdengung, Keizaro mundur beberapa langkah. Ia menggeleng pelan, tak percaya dengan fakta yang di ucapkan Ana.

Wanita itu terkekeh sinis, ia melempar amplop coklat yang sedari tadi ia pegang tepat pada wajah si bungsu.

"Lihat itu, dan berhenti memojokkan putra sulungku."

Setelah mengatakan hal itu, Ana beranjak pergi. Ketukan sepatu hak tingginya nyaring terdengar saat berjalan dengan angkuh seolah berhasil melumpuhkan musuhnya.

Keizaro membuka amplop itu, ia tersenyum miris saat mendapati banyak foto-foto manis antara Ayden dan Ardan. Bahkan ada foto di mana keduanya masih mengenyam pendidikan, keduanya sudah bersama begitu lama. Benarkah dirinya yang menjadi orang ketiga? Keizaro mengusap foto dimana Ardan memeluk Ayden mesra, keduanya memakai baju couple.

Apa pernah Keizaro berfoto seperti ini? Kapan ia menghabiskan kencan dengan Ardan? Sampai saat ini bahkan Keizaro tak tahu kehidupan Ardan, jadi ternyata Ardan kekasih Ayden dari jaman kuliah? Atau cinta mereka bersemi kembali saat Ayden kembali ke sini.

Keizaro mengusap air matanya yang kembali merembes keluar, sesak rasanya mendapati fakta lain tentang sang dominan. Keizaro pikir dengan jari yang dilingkari cincin ia sudah menjadi orang terdekat Ardan, ternyata ia salah. Ardan milik Ayden jauh sebelum ia mengenal pria itu.

Jika tahu akhirnya begini, Keizaro memilih tak mau mengenal Ardan sejak awal. Jika ia tahu Ardan dan Ayden pasangan, ia juga tak mau melangsungkan pernikahan.

"Jika kau masih mencintai kakak, kenapa kau bertingkah seolah kita layak menjadi pasangan. Seakan kita benar-benar submisif dan dominan yang terikat takdir, ini terlalu sakit Ardan." Keizaro mengusap foto Ardan.

Berbeda dengan Keizaro yang menangisi fakta rumah tangganya. Di tempat lain, Ayden menangis dalam dekapan Ardan karena memikirkan nama baik dirinya di mata sang adik. Ia tak mau Keizaro menganggapnya jalang, perkataan Keizaro beberapa lalu begitu terngiang dalam telinganya, seolah suara itu terus berbisik menertawakan dirinya.

"Sudahlah jangan menangis." Ardan mengusap punggung Ayden yang bergetar, ia mengkhawatirkan kondisi Ayden jika terus menangis, ia takut si empu kembali harus di rawat.

Submisif di sini menumpahkan segala tangisnya pada dominan yang ia cintainya, sedangkan yang di sana menangis dengan memeluk dirinya sendiri.

Beginikah kehidupan pernikahan? Ayden memiliki banyak orang yang menyayanginya, tak bisakah sang kakak berbagi pada sang adik merelakan satu orang saja untuknya. Keizaro sudah terlalu jauh, bahkan ia sudah mengandung anak Ardan tapi kenapa hanya ia yang disalahkan dalam hal ini.

Tak bisakah Ayden mengalah sekali saja, Keizaro sakit juga. Walau ia tak sakit seperti Ayden, tapi hatinya jauh terluka bahkan jika luka akan perkataan seseorang bisa dilihat, maka saat ini lumuran darah tergenang akan lukanya. Jika Ayden ingin Ardan tak apa, tapi jangan juga ibunya. Kenapa Ana harus terus membela Ayden tanpa melihat lukanya, bungsu Ana juga terluka tapi hanya si sulung yang selalu dilihat Ana.

"Bu ... aku tak pernah membencimu tapi aku terluka saat matamu menatapku dingin, perkataanmu setajam pisau. Entah berapa sayat tutur kata itu menggores hati, tolong jahit kembali bu. Anakmu bukan hanya Ayden tapi ada Kei juga."

_____

Banyakin votement!

Masa kalian gak mau PO book broken🤧

Masa kalian gak mau PO book broken🤧

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.


Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
Pak Dokter! [End]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang