16

12.2K 985 130
                                    

Keizaro mengeluarkan semua bajunya, ia menghela napas. Kenapa penampilannya begitu berandal, bagaimana nanti kata anaknya. Mengingat itu membuat Keizaro tersenyum kecil, ia tak menyangka akan memiliki anak.

Ia mengelus perutnya, sepertinya ia benar-benar akan berhenti kuliah. Sudahlah, ia rasa memfokuskan diri pada kehamilan dan juga rumah tangganya bukanlah hal buruk. Keizaro akan membicarakan hal ini pada Ardan.

Keizaro mengemas semua pakaian yang sudah tak akan ia pakai lagi, ia meringis geli melihat celana robeknya, itu mengerikan. Demi neptuna bagaimana bisa, ia begitu gemar memakainya.

Tanpa ia sadari Ardan sudah pulang, bahkan sang dominan melihat semua gerak-geriknya di ambang pintu.

"Kau sedang apa?" ucapnya membuat si empu mengalihkan atensinya.

"Ya! Kau sudah pulang?! Kenapa aku tak mendengar suara mobilmu, maaf ya ... tadi aku fokus mengemasi pakaian," tutur Keizaro. Ia menghampiri Ardan, membawa jas putih si empu agar digantungkan.

"Kau akan kabur atau apa? Sampai mengemasi hampir semua pakaian," ucap Ardan, ia duduk di sofa.

"Aku akan memberikan pakaian itu ke yayasan penyalur donasi, kupikir aku tak akan memakainya lagi," jelas Keizaro.

Ardan mengangguk mengerti, ia menyandarkan punggungnya mencari kenyamanan di sofa, membiarkan Keizaro melanjutkan aktivitasnya.

"Bangunkan aku nanti," ucap Ardan.

"Lebih baik makan dulu dan mandi, barulah tidur," ucap Keizaro yang di abaikan Ardan, submisif itu mengerucutkan bibirnya, bagaimana bisa Ardan yang selalu bertanya bagaimana hari-harinya kini mengabaikannya malah memilih tidur. Apa pasien hari ini banyak? Ah, orang-orang terlalu santai dalam kesehatan, ayolah kasian sekali suaminya yang harus kelelahan, tapi tak apa Ardan dapat uang juga dari sana.

Keizaro buru-buru menyelesaikan urusannya, ada sampai tiga koper yang ia kemasi. Besok ia akan kirim ke yayasan penyalur donasi.

Keizaro memijat keningnya, ia merasa pening setelahnya.

"Pasti lelah ya, sehat-sehat daddy." Keizaro terkikik membayangkan anaknya yang mengatakan itu, ia mencium pipi sang dominan sekilas.

Kata orang hadirnya anak dalam sebuah pernikahan adalah anugerah dan kunci kebahagiaan, Keizaro berharap hadirnya sang anak membawa keduanya dalam hubungan yang tertaut akan perasaan. Keizaro menyayangi Ardan, ia bersungguh-sungguh akan hal itu. Jika cinta, rasanya ia memang orang yang jatuh pertama pada Ardan. Keizaro terlalu mudah tenggelam pada samudera perasaan, apa semua anak yang kurang perhatian dan kasih sayang semurah ini dalam perasaan? Keizaro dulu menerima Maxim karena kasihan terlebih juga karena pria itu begitu peduli padanya, dan sekarang? Ia sudah mulai menempatkan hatinya pada Ardan, yang akan menjadi ayah anaknya.

Banyak hari yang sudah ia lewati bersama Ardan, awal yang dulu sangat ia benci, kini menjadi hal yang sangat Keizaro syukuri.

"Jika suatu saat, aku benar-benar tenggelam tolong susul aku, tolong jangan biarkan aku tenggelam sendirian. Ardan apapun itu, aku akan berjuang lebih keras. Terkadang jika kita ingin bersanding dengan sosok sepertimu seharusnya kita juga sejajar dan aku akan berusaha untuk hal itu. Maaf tak bisa semanis submisif lain, maaf tak bisa selembut yang lain, tapi sungguh aku benar-benar akan berusaha." Keizaro berucap lirih, menatap kedua mata terpejam itu. Wajah tenang Ardan sangat memesona.

Hampir setengah jam lebih Keizaro menikmati Ardan yang tertidur. Ia langsung membangunkan sang dominan, Ardan tampak kelelahan terlihat bagaimana ia mengeliat sebelum bangun.

"Mandilah, lalu makan. Aku akan siapkan semuanya," bisik Keizaro.

"Eum, iya." Ardan bangkit, ia segera pergi ke kamar mandi.

Keizaro menggeleng pelan, tak biasanya Ardan malas bangun.

Drrrttt .... drttt .... drrt

Keizaro meraih ponsel Ardan di atas meja, keningnya mengerut saat nama Ayden tertera dilayar. Keizaro langsung mengangkatnya.

"Hallo Dan ... jadi kau akan menemaniku besok kan?"

"Tolong jemput aku ya, sepertinya akan terlambat jika kita pergi dengan kendaraan terpisah."

Keizaro masih diam membiarkan Ayden bicara.

"Hallo Ardan?"

"Ardan?"

"Kamu dengar tidak?"

"Awas saja jika kamu tak menjemputku."

Keizaro langsung mematikan panggilan sepihak, ia malas mendengar celotehan Ayden. Sejak kapan keduanya dekat? Keizaro rasa keduanya baru kenal beberapa bulan lalu, ia menepuk keningnya. Ayolah, seharusnya ia mengerti keduanya bekerja di rumah sakit yang sama, jadi wajar saja Ardan dan Ayden mudah akrab.

"Ardan." Keizaro menghampiri sang suami saat si empu baru saja keluar dari kamar mandi.

"Kenapa?" tanya Ardan.

"Ayden menghubungimu barusan, dan aku mengangkatnya," ucap Keizaro.

Ardan membelalakkan matanya, ia langsung merebut ponselnya dari tangan Keizaro.

"Bagaimana kamu melakukan itu? Itu tak sopan Kei, mau bagaimanapun itu privasi, kau tak bisa mengangkat panggilan telepon yang masuk ke ponselku sembarangan!" tutur Ardan wajahnya mengeras, kentara akan rasa kesalnya.

Keizaro menelan salivanya, tak biasanya Ardan seperti ini. Padahal itu hanya sebuah telepon dari Ayden, kenapa Ardan harus semarah ini?

"Kenapa semarah ini? Bukankah Ayden bukan siapa-siapa, lagipula itu Ayden. Jika kau dan Ayden bermain dibelakangku baru kau wajar marah," cetus Keizaro mengeluarkan isi pikirannya.

Ardan mendengus. "Jaga pikiran dan ucapanmu, belajarlah untuk menghargai privasi orang lain."

Ardan melangkah pergi melewati Keizaro yang terdiam akan ucapannya.

Apa seburuk itu? Keizaro menunduk, itu memang salahnya kan? Keizaro melirik Ardan yang tengah ganti baju. Keizaro buru-buru pergi.

Ia langsung menyiapkan makan untuk Ardan, walau begitu Keizaro masih tersinggung akan ucapan Ardan. Rasanya ingin menangis saat Ardan menatapnya tajam ditambah perkataannya.

Keizaro tersenyum tipis saat melihat Ardan menuruni tangga.

"Aku tak jadi makan, ada sesuatu yang harus ku urus," ucap Ardan tiba-tiba saat menghampiri sang istri, berhasil membuat senyuman di wajah manis Keizaro lenyap.

Ardan tak menunggu jawaban Keizaro, ia langsung melangkah pergi. Namun, Keizaro menahan tangannya, berhasil menghentikan langkah Ardan.

"Ardan, aku minta maaf atas perbuatanku tadi. Jangan marah, kumohon." Keizaro ingin menangis, ia tak pernah sesensitif ini, tapi sungguh ia merasa sesak saat Ardan bahkan enggan melihatnya.

"Aku tak akan lagi melakukan hal itu, Ardan ... makanlah dulu, lagipula ini sudah malam. Memangnya jadwalmu belum selesai?" tutur Keizaro.

Ardan menarik tangannya kasar, tanpa sepatah katapun ia pergi begitu saja. Membuat linangan yang sudah menumpuk sedari tadi tumpah begitu saja.

Lain dengan Keizaro yang merasa bersalah, Ardan memilih pergi menemui Ayden. Submisif itu mengeluh nyerinya kambuh, membuatnya khawatir.

"Maaf Kei ... tapi Ayden membutuhkanku. Aku tak bisa mengabaikannya."

________

Follow ya

Ig ;@flo30
Tiktok ; @flo3025__
Wp ; @flo3025

Banyakin komen ya

Dan yah yukkk buru beli book broken, gue nungguin lohhh🤧

Pak Dokter! [End]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang