Ardan menatap frame foto ditangannya, ini sudah beberapa tahun setelah kejadian itu tapi saat melihat fotonya kembali, selalu saja membuatnya sesak. Ardan pernah tertawa lebar dan tercetak jelas dalam foto itu bersama dunianya.
"Apa kau merindukanku juga?" ucap Ardan, ia terkekeh.
Cinta selalu membuat siapapun bodoh dan lemah, menyedihkan. Jika waktu bisa diputar kembali Ardan enggan untuk mengenal cinta, itu kata dengan rasa yang mengandung racun. Melihat bagaimana Keizaro mencintai prianya, itu mengingatkan bagaimana ia juga dulu pernah seperti itu.
Tok
Tok
Ketukan pintu membuyarkan lamunan sang dokter, ia mendongak melihat Chelsee yang berdiri di ambang pintu.
"Tak mau ikut makan bersama dokter?" tanya si empu.
"Ya, aku sepertinya tak bisa ikut. Ada sesuatu yang harus aku cek," sahut Ardan.
"Ayolah dokter Ardan, kau sudah lama tak makan bersama kami," tutur Chelsee.
Ardan menghela napas, ia menyerah dengan celotehan wanita itu, alhasil ia beranjak ikut bersama rekannya yang lain.
Ardan sungguh tengah tak memiliki mood baik, tapi saat sampai di restorants dan disoraki rekannya yang lain membuatnya tersenyum tipis.
"Lihat pengantin baru ini, seharusnya kepala rumah sakit memberinya cuti lebih banyak," ucap Victor, yang di setujui yang lain.
"Ya, dokter Ardan yang paling bisa di andalkan sepertinya dokter mahde akan kehilangan kewarasannya jika ditinggal dokter Ardan begitu lama," sahut Chelsee.
Ardan hanya terkekeh dengan tutur kata rekan-rekannya, ia jarang makan bersama dengan yang lain karena selalu membawa bekalnya sendiri dari rumah tapi sepertinya mulai hari ini ia harus banyak bergaul dengan mereka agar tak gila karena banyak berpikir.
Ardan hanya diam saat yang lain membahas hal-hal random, ia tak begitu tahu dengan flm-flm atau lainnya seperti yang mereka bahas.
"Senang rasanya, sudah lama dokter Ardan tak bergabung makan bersama," celetuk Liu tiba-tiba.
"Eum, dia selalu membawa bekal sendiri. Ah, tentu saja pasti sekarang yang membuatkan bekal itu submisifnya, ah ... membayangkannya saja pasti begitu manis perlakuannya," timpal Victor.
Ardan hanya diam, dibuatkan bekal oleh Keizaro? Omong kosong apa yang ia dengar, bahkan tak pernah sekalipun Keizaro membuatkan teh untuknya. Bocah itu hanya tahu caranya bermain game, menghabiskan uang, dan tentunya berpacaran dengan prianya.
Mereka tak henti-henti menggoda Ardan, sedangkan yang digoda hanya bisa tersenyum tipis dan sesekali menyahuti dengan kebohongan. Keizaro tak selembut dan sebaik yang mereka kira, Ardan bahkan nyaris kehabisan kesabaran pada submisif itu.
Drtt ... drtt ...
Obrolan mereka berhenti saat telepon masuk pada ponselnya, Ardan mengerutkan keningnya saat nama Keizaro tertera di sana.
"Aku permisi sebentar." Ardan beranjak dari duduknya, ia mengangkat panggilan dari sang istri.
"Hallo,"
"Hallo, kenapa lama sekali mengangkatnya?!"
Ardan menjauhkan ponselnya saat suara cempreng itu berteriak, bisa saja gendang telinganya pecah.
"Katakan, ada apa?" tanya Ardan.
"Kau suamiku kan?"
Ardan mengerutkan keningnya, saat pertanyaan bodoh meluncur dari si empu.
"Pak dokter, tolong aku ... aku ditahan dikantor polisi. Jangan tanya kenapa tapi cepatlah datang, mereka terus merecokiku."
"Cepatlah datang, jika tidak aku akan dipenjara. Cepat sekarang juga."
Ardan berdecak, masalah apa lagi yang dibuat bocah ingusan itu. Sepertinya sehari saja Ardan tak bisa hidup tenang.
Ardan kembali ke meja yang dimana para rekannya masih makan, ia terpaksa berpamitan dan meminta bantuan Chelsee untuk memintakan izin pada Mahde, ia buru-buru dan tak ada waktu lagi meminta izin Mahde. Mereka tak bertanya banyak saat melihat Ardan yang tengah terburu-buru.
_____
Di sinilah Ardan duduk disamping Keizaro berhadapan dengan polisi. Keizaro menerobos lampu merah dan melakukan balap liar.
"Sekali lagi maaf Pak atas kecerobohan yang dilakukan adik saya, saya sangat merasa bersalah dan siap membayar dendanya," tutur Ardan.
"Jika sampai kejadian ini terulang lagi kami akan sangat bertindak tegas."
Keizaro melirik Ardan yang setuju-setuju saja dengan ucapan polisi, semuanya pria itu yang bereskan. Keizaro hanya diam, layaknya seorang adik yang hanya bisa bergantung pada kakak. Seharusnya dari awal ia menghubungi Ardan, ia malah menghubungi kedua orang tuanya dan mendapat teriakan kekesalan ditelepon, sepertinya ia akan mendapat pituah dari ibunya.
Setelah semuanya selesai, keduanya akhirnya diberi izin pulang. Tentu saja Ardan memberikan sejumlah uang yang tak kecil membayar denda, sudah Ardan katakan yang bisa dilakukan Keizaro hanya menghabiskan uang.
"Kelasmu sudah selesai?" tanya Ardan yang di angguki Keizaro.
"Langsung pulang ke rumah, jadilah submisif baik dan patuh. Selalu saja berbuat hal yang merugikan diri sendiri , aku akan menyita kunci motormu. Aku yang akan mengantar jemput kuliahmu dan jika aku tak bisa, supir di rumah mama yang akan melakukannya," tutur Ardan.
"Itu tak adil, motor adalah belahan jiwaku," ucap Keizaro kembali ke setelan awal dengan kekeras kepalaannya.
"Berhentilah membantah. Mulai sekarang menurut dengan apa yang kukatakan, dan ya ... jangan lupa untuk putuskan kekasihmu itu. Kekasih yang bahkan tak bisa membantumu di saat kau kesulitan." Ardan berucap tegas membuat Keizaro mengepalkan tangannya.
"Kau tak bisa seperti, kau-"
"Berhenti membantah, kubilang. Kau ... kau merepotkan asal kau tahu."
Setelah mengatakan itu Ardan pergi begitu saja, meninggalkan Keizaro yang masih berdiri di depan kantor polisi. Tatapan Ardan terasa semakin tajam, Keizaro bahkan tadi ia tak bisa melawan.
____
Tipis-tipis dulu🤧
KAMU SEDANG MEMBACA
Pak Dokter! [End]
RomancePerjodohan yang membuat dua kepribadian berbeda kontras itu terpaksa harus menikah karena orang tua. Keizaro yang terkenal berandal kampus menjadi pasangan sang dokter muda Ardan yang di siplin dan banyak aturan, jiwa Keizaro terasa terkekang saat b...