24

13.5K 1.2K 150
                                    

Semua menantu menginginkan mertua yang baik dan penuh perhatian jika mendapatnya itu keberuntungan tiada tara. Tapi tak semua keberuntungan bisa di raup begitu saja. Keizaro mungkin beruntung memiliki mertua sebaik Maria tapi tidak dengan suaminya, ia pikir setelah Ayden pergi semua akan baik-baik saja. Ardan akan menerimanya, nyatanya tidak.

Bahkan ini sudah bulan ke tujuh kehamilannya, Ardan semakin menjauh dari jangkauannya seolah tak tersentuh. Keizaro merasa dirinya seolah di anggap angin lalu, apapun yang ia lakukan tak pernah bisa membuat Ardan untuk menatapnya.

Keizaro mengelus Momo yang berada dipangkuannya, ia menelisik ke luar jendela, di luar hujan deras semakin membuat rasa sepi merayapi diri.

"Ay ... apakah aku tak bisa sepertimu? Mereka pikir aku penyebab kepergianmu," tutur Keizaro sendu.

Semua orang menyalahkannya, terutama Ana sampai sekarang ia sudah tak berhubungan dengan Ana. Wanita itu seolah benar-benar membuangnya, bahkan sang ayah ikut membela ibunya. Jika memang ia bukan putra Ana, bukankah ia masih putra sang ayah? Ia menjadi kambing hitam dari perbuatan ayahnya di masa lalu.

Brak

Keizaro terhenyak saat suara pintu ditutup kasar, ia tersenyum tipis saat melihat Ardan pulang.

"Aku tak tahu kau mau makan apa, tapi aku sudah membuat kari ayam." Keizaro menghampiri Ardan.

Tak ada sahutan, Ardan memilih melepas jasnya lalu merebahkan diri di sofa.

"Ar, kau tak mau makan dulu?" tanya Keizaro lagi. Seakan tak pernah sakit Ardan mengabaikannya, seolah ia baik-baik saja dengan semuanya.

"Bisakah kau diam? Aku lelah, jika aku mau makan aku akan pergi ke dapur bukan merebahkan diri. Kenapa kau cerewet sekali," sahut Ardan kesal.

Keizaro menelan salivanya, entah sejak kapan ia tak berani menatap Ardan. Entah sejak kapan ia tak berani berteriak atau bahkan melewan Ardan, Keizaro menggigit bibir bawahnya, ia hanya duduk membatu di sofa yang berhadapan dengan Ardan.

Ia mengusap Momo, berusaha tenang dan tak memperlihatkan bahwa setiap tutur kata Ardan menyakitinya. Keizaro ingin memperlihatkan hasil cek rutinnya pada Ardan tapi ia tak berani, Ardan selalu menolak saat diminta menemaninya ke dokter. Keizaro pikir jika Ardan tahu ia hamil, dominan itu akan peduli padanya. Nyatanya tidak, Ardan tetaplah Ardan yang begitu mencintai Ayden sampai pada saat Ayden pergi saja Ardan tetap setia dengan perasaannya.

Terlalu tenggelam dalam lamunan, Keizaro sampai tak sadar Ardan sudah duduk ia merasa terganggu dengan suara anjing dipangkuan Keizaro.

"Anjing sialan bawa dia pergi! Suaranya sungguh mengganggu!" sentak Ardan membuat lamunan Keizaro buyar.

"Ah, maaf ... ak-aku akan membawa Momo pergi. Istirahatlah lagi, maaf Ar." Keizaro beranjak, ia terkejut dengan teriakan Ardan. Dengan langkah buru-buru ia pergi, membawa Momo ke ruangan milik anjing putih itu.

Keizaro duduk lesehan di karpet bulu, ia kembali melamun, mungkin karena tak ada hal yang harus ia lakukan karena itulah ia suka melamun.

Hanya Momo yang akan menemaninya selama ia kesepian, Keizaro tak memiliki teman dekat selain anjing putih itu. Apa ia begitu menyedihkan? Hanya seekor anjing yang selalu menjadi tempatnya bercerita, Keizaro tak bisa jujur dengan masalah sesungguhnya pada Maria, ia takut Ardan semakin membencinya jika mengadu pada Maria.

Keizaro beranjak saat mendengar suara deru mobil, ia langsung melihat dari jendela. Keningnya mengerut saat melihat mobil Ardan keluar dari gerbang, bukankah pria itu tadi mengeluh lelah? Lantas kenapa ia pergi lagi. Keizaro melepas Momo, ia berniat menyusul Ardan khawatir terjadi sesuatu padanya terlibat tengah hujan lebat.

Walau sedikit sulit menyetir dalam keadaan hamil, Keizaro tetap memaksakan diri, bukankah ia sudah biasa kemana-mana sendiri jadi ini bukan hal besar.

Keizaro menghentikan mobilnya setelah setengah jam membuntuti Ardan, saat Ardan turun dari mobil ia juga ikut turun.

Keizaro baru sadar jika Ardan pergi ke tempat peng-istirahatan terakhir Ayden, bahkan Ardan tampak membawa bunga di tangannya.

Keizaro tetap melangkah lebih dekat tak peduli pakaiannya ikut basah, Keizaro bisa melihat dan mendengar suara Ardan di posisinya sekarang.

"Bagaimana kabarmu Ay?"

Keizaro tersenyum kecut saat mendengarnya, Ardan tak pernah menanyakan hal itu padanya tapi lihat yang katanya lelah pergi menemui Ayden.

"Kau tahu, aku sangat merindukanmu. Padahal ini baru beberapa bulan, rasanya menyakitkan saat tahu kau pergi jauh dan tak bisa kembali," tutur Ardan.

"Seharusnya dari awal aku sudah menceraikan Kei, andai aku bertindak lebih cepat mungkin kau akan tetap ada di sini. Maaf aku tak bisa untuk tidak membenci submisif yang telah membuatmu pergi."

Keizaro yang mendengar itu merasa hatinya diremas, jadi bukan hanya Ana yang menyalahkannya? Melainkan Ardan juga?  Keizaro menutup mulutnya, pantas saja Ardan semakin dingin padanya, ternyata di matanya ia seorang pelenyap, Keizaro masih setia mendengarkan aduan Ardan pada Ayden, semuanya tentang kerinduan Ardan dan kebencian dominan itu padanya.

Sekeras apapun Keizaro berjuang tetap saja ia tak terlihat di mata Ardan, Ardan sudah tenggelam dalam samudera perasaannya pada Ayden.

Keizaro submisif kuat yang mampu mendengar ocehan sang dominan pada mantan kekasihnya, bahkan ia masih setia berdiri ditempatnya saat Ardan sudah beranjak pergi, bukannya ikut pergi justru Keizaro melangkah mendekati rumah abadi Ayden.

"Kau bilang dia akan menjadi milikku, kau bilang dia akan mencintaiku. Tapi nyatanya sampai sekarang dia masih Ardan-mu, aku bukanlah siapa-siapa dihidupnya. Ay, kenapa semua orang membenciku. Siapa ibuku sebenarnya? kenapa kau pergi begitu saja membiarkan semua kekacauan ini terlimpah padaku sendiri," tutur Keizaro, ia terduduk lemas.

"Katakan padaku! Kenapa kau pergi begitu cepat, kau bilang akan menunggu anakku lahir, ada atau tak adanya dirimu sama saja tetap membuat mereka begitu menyayangimu," sambungnya.

Keizaro menunduk sendu, apa ia harus menggugat Ardan? Ia sudah tak tahan dengan segalanya. Tak apa ia bisa merawat anaknya sendiri.

Seharusnya dari awal ia tak usah memaksakan diri, Ardan sudah jauh dari jangkauannya, yang Ardan cintai hanyalah Ayden.







Pak Dokter! [End]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang