31

18.5K 1.3K 202
                                    

Gemerincing lonceng terdengar nyaring,  suara langkah kaki membuat senyuman tercetak di wajah tegasnya. Ia menatap anak yang terasa baru kemarin lahir tapi lihat sekarang bayi kecil itu sudah bisa berlari dengan membawa balon di tangannya.

Ardan terkekeh, ia langsung merentangkan tangan, saat Daniel berhambur kepelukannya.

"Selamat sore daddy," ucap sang anak manis, ia tumbuh menjadi anak yang ceria dan juga pintar.

"Sore, daddy menunggumu dari tadi," ucap Ardan ia menciumi pipi sang anak, gemas.

"Papa bersiapnya sangat lama," sahut Daniel.

Sedangkan Keizaro hanya tersenyum tipis saat sang anak membawa dirinya dalam perbincangan. Hari ini, hari pertama Daniel masuk sekolah dan ya Ardan merayakan hal itu dengan makan bersama di luar.

Ardan mungkin tak bisa menerimanya tapi setidaknya Ardan selalu antusias dalam hal apapun jika mengenai Daniel, hal sekecil apapun Daniel selalu dirayakan. Sampai sekarang Keizaro masih berdiri kokoh mempertaruhkan hidupnya demi senyum sang anak.

Lima tahun sudah dimana ia harus berjuang melahirkan Daniel, walau ini sudah lima tahun tetap saja, tembok besar dalam hubungan rumah tangganya tak pernah roboh seolah semua ditakdirkan seperti itu.

'Semua berubah jika ada anak'

Kalimat itu terasa omong kosong di telinga Keizaro, tatapan Ardan tetap tatapan lima tahun lalu. Bohong jika Keizaro kuat, suatu saat jika ia bisa pergi ia akan segera berlari menjauh dari duri ini.

"Apa kau urus semuanya dengan baik?" tanya Ardan membuat lamunan si empu buyar.

Keizaro mengangguk, ia melakukan semua dengan benar. Urusan Daniel, rumah, semua sudah ia selesaikan.

"Papa ... kenapa papa melamun, apa Daniel membuat papa bersedih?" Daniel turun dari pangkuan Ardan, ia menghampiri Keizaro yang tersenyum tipis.

"Tidak, kau hebat sayang tadi saat perkenalan kau tak malu, papa bangga sekali," ucap Keizaro.

"Daddy ... selama tiga hari ini, wajah papa pucat. Dia juga selalu ketiduran saat aku belajar, daddy ... bukankah daddy dokter?" Daniel beralih pada sang daddy, pertanyaannya di angguki Ardan. "Lalu kenapa saat papa sakit, daddy tak pernah ada. Papa sakit daddy, coba periksa dia," sambungnya.

Ardan merasa tertohok dengan ucapan sang anak, ia melirik Keizaro yang hanya diam. Benarkah Keizaro sakit? Ia menatap lamat wajah yang memang sedikit pucat.

"Aku tak apa, hanya kelelahan." Keizaro berucap seolah tahu apa yang dipikirkan Ardan.

Semua berlangsung lama saat makanan datang, keluarga kecil itu menikmati makanannya di barengi dengan celotehan Daniel, anak itu seolah tak lelah menceritakan hal-hal random.

Keizaro hanya menyahut sesekali dan menyuapi sang anak, entahlah ia tak terlalu mementingkan perutnya, prinsipnya harus Daniel dulu baru dirinya. Hal terindah dalam hidup, adalah dimana Daniel memanggilnya papa saat pertama kali, ia menyaksikan dan mendampingi pertumbuhan Daniel.  Keizaro masih tak menyangka, dirinya bisa merawat seorang anak.

Wajah Daniel sangat mirip dengan Ardan, yang mirip dengannya hanya mata. Padahal dirinya yang berjuang, mengandung, melahirkan, tapi Daniel malah menjiplak wajah Ardan.

"Daddy ... saat sekolah tadi, papanya Winnie di antar oleh daddynya. Mereka pergi bersama, kenapa daddy tak seperti daddynya Winnie, kita tak pernah berlibur bertiga bahkan kita tak pernah bepergian bertiga, jika dengan daddy berarti tidak dengan papa, jika dengan papa berarti tidak dengan daddy. Kenapa dad, pa?" tutur Daniel polos melirik keduanya bergantian membuat Ardan menghentikan makannya.

"Karena tak bisa," sahut Ardan, enggan menjelaskan. Ucapan sang anak memang benar, ia selalu tak mau saat bepergian jika dengan Keizaro. Lebih baik berdua dengan Daniel atau Daniel saja dengan Keizaro.

"Sayang ... aa ... jangan terus bicara, tak baik eum." Keizaro menyuapi Daniel kembali.

Semakin besar semakin rasa penasaran Daniel bertambah, Keizaro kadang berpikir haruskah ia berpisah? Selama lima tahun ini keduanya bahkan seperti sudah berpisah bukan layaknya pasangan. Pernah Keizaro meminta berpisah tapi tetap saja Ardan dengan segala ke-egoisannya menyuruh Keizaro pergi dari rumah tapi harus tanpa anak.

Sudah sering Keizaro memikirkan untuk kabur, ia berencana mencari kerja sebelum kabur untuk mengumpulkan uang. Keizaro rasa itu hal benar.

Keduanya menghabiskan waktu sampai petang, bahkan Daniel sudah tidur dipangkuan Keizaro. Keizaro memesan taxi, walau keduanya satu atap si submisif selalu takut jika satu kendaraan dengan sang suami. Karena saat ia meminta untuk di antar atau dijemput, Ardan tak pernah bisa dan selalu menolak karena itulah Keizaro selalu memesan taxi. Dalam benaknya, Ardan tak mau ada dirinya.

Selama perjalanan Keizaro terus mengusap kepala sang anak, penyangga dan kekuatan terbesarnya saat ini hanyalah Daniel.

Dan di sinilah Keizaro, ia sudah sampai di rumah yang menjadi saksi pernikahannya selama lima tahun lebih ini. Ia segera turun saat melihat mobil Ardan sudah terparkir di halaman.

Keizaro membawa Daniel ke kamar, ia membaringkannya di ranjang lalu mengecup kening Daniel sebelum meninggalkan bocah itu.

"Kau bekerja?" cetus Ardan saat  mendengar langkah kaki Keizaro.

"Eum, aku-"

"Untuk apa? Apa uang dariku kurang, tugasmu hanya mengurus rumah dan Daniel, apa itu sulit bagimu?" cecar Ardan, ia kesal saat mendapati surat panggilan jika Keizaro diterima bekerja.

"Aku hanya ingin," sahut Keizaro seadanya tak mungkin ia mengatakan ingin mengumpulkan uang untuk kabur.

"Berhenti," ucap Ardan mutlak tak mau dibantah. "Berhenti bekerja," sambungnya.

"Kau tak bisa melarangku, aku hanya ingin bekerja dan itu tak akan mengganggu pekerjaan rumah atau bahkan Daniel, aku akan mengutamakan Daniel," tutur Keizaro.

"Omong kosong, sudah kukatakan untuk berhenti. Sekarang kau bisa berkata seperti itu tapi bisa saja nanti kau lalai, sudahlah ... tak usah bertingkah, hanya urus Daniel apa sulit bagimu?" Ardan menatap dingin si manis, "jika kau memang tak mau mengurus Daniel biar aku yang urus dan kau bisa pergi dari rumah ini sekalian tanpa terbebani anakku."

Setelah mengatakan itu Ardan beranjak pergi, membuat Keizaro terduduk di anak tangga. Ia mengusap wajahnya kasar, lalu bagaimana ia akan pergi? Mengandalkan uang dari mana? Uang pemberian Ardan selalu dirincikan di setiap bulan dan jika ada sesuatu yang tak sesuai maka Ardan akan menanyakannya.

"Aku lelah Ar, sampai kapan semua seperti ini?" gumam Keizaro lirih.

_______

Udah lima tahun nih, dalam 2 hari wkwkwk ..

Pak Dokter! [End]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang