"Sudah siap?" Ardan membenarkan kancing lengan kemejanya, ia melirik Keizaro yang baru saja turun.
Keduanya akan pergi ke rumah Ana, karena undangan wanita itu.
"Ayo!" Keizaro tampil dengan biasanya, celana hitam robek dan jaket hitam kesayangannya.
Keduanya segera pergi, Ardan mengendarai mobil dengan tenang sedangkan Keizaro asik memakan cemilan sambil memainkan game favoritenya, terkadang ia mengumpat atau bahkan memukul-mukul ponselnya.
Sampai tak terasa mobil terparkir apik dihalaman rumah besar ber-cat putih dipadukan dengan abu. Sebelum turun Keizaro menghela napas terlebih dulu, entahlah kata orang rumah yang diberi lentera seorang ibu itu menghangatkan tapi itu tak berlaku bagi Keizaro, ia selalu membuat benteng pertahanan sebelum bertemu Ana.
Keduanya turun beriringan. Saat Ardan memencet bel rumah, tak lama dari itu pintu utama dibuka menampilkan pembantu rumah.
"Tuan silahkan masuk." Riana mempersilakan sang Tuan untuk masuk.
"Ah, akhirnya kalian datang! Ibu sudah menunggu dari tadi." Ana menghampiri keduanya begitu antusias, ralat melainkan antusias akan kehadiran Ardan.
"Ibu sengaja mengundang kalian makan malam bersama, sekalian ibu ingin mengenalkan Ardan pada kakak Kei," sambung Ana.
Keizaro membuang pandangannya, sudah ia duga ibunya akan mengenalkan Ardan dan Ayden sesegera mungkin. Karena mau bagaimanapun saat pernikahan keduanya, Ayden tak bisa datang karena tengah sakit.
"Ah, iya bu." Ardan berucap canggung.
Seperti biasa Ana mulai membicarakan anak kebanggaannya, ia memuja semua yang bersangkutan dengan Ayden dan disahuti seadanya oleh Ardan.
Bahkan sampai pembantu menyajikan makananpun ia belum selesai dengan kalimat-kalimat memujanya, seakan melupakan fakta jika yang dibandingkan tengah menatapnya sendu, Keizaro hanya diam saat sang ibu terus berceloteh sesekali membandingkan dirinya dengan Ayden.
Sampai pada akhinya sang pangeran kebanggaan sang ibu datang dengan senyuman teduhnya, Ayden semakin hari semakin manis tampilannya seakan dikemas begitu menarik. Keizaro iri, ia ingin terlihat semanis itu tapi ia tak nyaman.
"Duduk sayang ... pasti kalian sudah kenalkan? Ardan ini Ayden saudaranya, Kei, kalian pasti sudah saling kenal bukankah Ayden masuk ke rumah sakit yang sama denganmu?" tutur Ana antusias.
Berbeda dengan Ayden dan Ardan yang membeku ditempat, selama ini Ardan tak tahu jika mantan kekasihnya ini kakaknya Keizaro, istrinya. Ia pikir kakak Keizaro bukanlah Ayden, kurang komunikasi membuatnya terjebak dalam situasi seperti ini.
"Kenapa kalian diam?" Ana membuyarkan pikiran keduanya yang sudah bercabang.
"Ah ya, salam kenal Ayden." Ardan mengulurkan tangannya, bertingkah seolah keduanya bukanlah sepasang raga yang pernah menjalin kasih, seolah tak pernah ada perasaan yang menjadikan keduanya menjadi sosok yang begitu penuh cinta.
"Senang mengenalmu." Ayden balas menjabat tangan Ardan sebentar, ia melirik Keizaro yang tampak diam menatap makanan dihadapannya.
Ayden menggigit bibir bawahnya, kenapa Keizaro begitu beruntung menikah dengan Ardan? Ardan dominan baik, pintar, tampan dan mapan, Ayden sedikit iri pada Keizaro yang dinikahi pria seperti Ardan.
Syukurlah hanya ia dan Ardan yang tahu akan hubungan ini, ia yakin Keizaro sama sekali tak tahu begitupun ibunya. Ayden merasa menyesal karena menolak tawaran ibunya akan perjodohan ini, jika ia tahu dominan itu Ardan mungkin, Ayden mengnggelengkan kepalanya. Sejak awal ialah yang meninggalkan Ardan tak seharusnya ia berpikir seperti ini.
"Kau bekerja di rumah sakit yang sama dengannya?" Keizaro menatap Ayden.
"Eum, dua hari lalu aku baru masuk." Ayden menyahut enggan menatap balik sang adik.
Ana tersenyum tipis. "Lihat, jika kamu dulu ikut perkataan ibu mungkin kamu bisa masuk rumah sakit yang sama dengan Ardan, bukannya masuk teknik itu karena ikut-ikutan anak nakal se-gankmu itu," timpalnya.
"Tidak semuanya harus sama dengan Ayden," sahut Keizaro jengkel.
"Apanya? Dalam hal kebaikan itu sebuah keharusan dicontoh adik dari kakaknya, bagian mana yang buruk dari kakakmu itu? Ayden tak pernah mencotohkan yang buruk," tutur Ana kesal.
Brak
Keizaro menggeprak meja membuat semuanya terkejut, Ayden memegang dadanya yang berdenyut nyeri.
"Persetan! Terus saja Ayden Lihat aku, aku juga anakmu bukan?! Kenapa selalu dia!" Keizaro menunjuk Ayden yang tengah memegangi dadanya, untung saja ada Ady yang baru saja datang ia dengan sigap memegang bahu Ayden sebelum tersungkur dari kursinya.
Ardan yang melihat Ayden seperti kesakitan langsung bangkit dari kursinya menghampiri Ady, ia mengusulkan pada Ady untuk membawa Ayden ke rumah sakit.
Sedangkan Ana dengan mata tajamnya menghampiri Keizaro penuh amarah.
Plak
Satu tamparan mendarat dipipinya, membuat Keizaro meringis.
"Jika ada apa-apa terjadi pada Ayden, kamu! Kamu yang ibu salahkan!" Ana berteriak lalu berlari mengekori Ady yang sudah lebih dulu menggendong Ayden pergi bersama Ardan.
Keizaro seakan tersadar, ie meremat celananya. Sedangkan Ardan sudah hilang entah kenapa, mungkin ia juga ikut mengkhawatirkan Ayden? Keizaro tak tahu, mungkin karena jiwa kedokterannya langsung keluar saat melihat keadaan Ayden yang kacau.
Tinggal di sini Keizaro sendiri dengan perasaan perih, rasa bersalah terhadap keadaan Ayden dan rasa sakit atas segala ucapan sang ibu.
"Katakan jika aku bukan anaknya, maka aku akan berhenti bicara dan berhenti protes atas segala ucapannya," gumam Keizaro lirih.
Keizaro terduduk di kursi, ia menatap kosong pada kursi-kursi dihadapannya. Selama ini ialah yang selalu ditinggalkan dalam hal apapun.
"Ay ... lempar bolanya!"
Teriakan perempuan dengan rambut pendek membuat bocah sebelas tahunan itu berlari riang melempar bolanya.
Keluarga bahagia, itulah kata orang-orang komplek. Mereka kagum pada keluarga ini.
Asik bermain tak membuat mereka sadar jika cuaca mendung, sampai rintik hujan jatuh barulah mereka menyadari hal itu.
"Ayah ayoo pulang, Ayden nanti sakit!"
Ana berteriak, Ady langsung berlari mulai menggendong Ayden dan menutupi Ana dengan jaketnya, melupakan bocah lain yang duduk menatap ayah dan ibunya berlari bersama kakaknya.
Keizaro, bocah delapan tahun itu hanya diam sampai hujan deras. Ia bingung kenapa kedua orang tuanya meninggalkannya begitu saja.
"Ibu ... ayah, kak Ay ... jangan tinggalin Kei."
Keizaro menghapus air matanya kasar, saat cairan bening itu keluar tanpa izin, bayangan masa lalu membuatnya ngilu. Benar-benar Keizaro yang malang, andai ia bisa melawan dari kecil mungkin ia tak akan memiliki ingatan menyedihkan ini.
Menyesal memenuhi ajakan sang ibu untuk makan malam, nyatanya semuanya berantakan yang ada Ardan juga ikut meninggalkannya. Apa Ardan akan sama seperti ibu dan ayahnya? Keizaro menggigiti jarinya, ia tak mau sampai harapannya ikut pergi. Keizaro akan melakukan apapun untuk membuat Ardan tetap bersamanya.
_____
Lanjut ... lanjut ...
Pasti dilanjutko, tenang ae. Boleh kritik sarannya buat tanda baca atau kepenulisan gue dalam tata bahasa ya ...
Btw jangan lupa ikut PO BROKENNN!
tiktok : @flo3025__
Ig ; @flo30619
Jangan lupa follow!
KAMU SEDANG MEMBACA
Pak Dokter! [End]
RomancePerjodohan yang membuat dua kepribadian berbeda kontras itu terpaksa harus menikah karena orang tua. Keizaro yang terkenal berandal kampus menjadi pasangan sang dokter muda Ardan yang di siplin dan banyak aturan, jiwa Keizaro terasa terkekang saat b...