Hari ini rencananya Joy akan bertemu dengan Bi Ajeng di terminal setelah beberapa hari lalu ia memberikan kabar bahwa ibunya mengizinkannya.Tas gendong di bahunya. Joy berharap bahwa ia nanti dapat menemukan titik terang mengenai Aleia.
"Hati-hati, jangan lupa do'a dulu sebelum berangkat," ucap Joanna sembari tersenyum tipis.
"Iya Mom."
Taksi yang ia tunggu akhirnya datang. Joy pergi ke terminal untuk menemui Bi Ajeng di sana.
🕯
Seperti biasa Angelo berkutat dengan pianonya. Sedangkan Elena memperhatikannya dari lantai dua.
"Dasar sad boy," ucap Elena yang mendengar Angelo memainkan lagu sedih.
Angelo kembali teringat akan Aleia. Angelo masih bertanya-tanya mengenai apa yang sebenarnya terjadi pada Aleia, ia menghilang tanpa jejak.
Elena yang masih setia memperhatikan Angelo.
"Dia melamun lagi."
Jari-jarinya kembali menari menyentuh tuts memainkan lagu lain.
"See you again," celetuk Elena.
Elena kemudian duduk di sofa dekat pembatas kaca. Ia memejamkan mata sembari menikmati alunan melodi.
🕯
Joy menyenderkan kepala sembari menatap pemandangan yang ada di luar melalui kaca jendela bus.
"Kapan ya Papa bisa sayang sama gue. Kayak Papa sayang sama kak Aaron," Lirihnya.
"Non," panggil Bi Ajeng sembari menepuk pelan pundak Joy.
"Iya bi." Pandangannya kini terarah ke Bi Ajeng yang ada di sampingnya.
"Bibi mau kasih sesuatu buat Non."
"Sesuatu? Apa itu bi?" tanyanya yang penasaran.
"Ini Non." Bi Ajeng menyodorkan sebuah kotak kecil. Joy kemudian meraihnya dan membukanya pelan-pelan.
"Gelang. Ini buat aku bi?" tanyanya kembali.
"Iya Non.... bibi sengaja ngumpulin uang buat beli gelang ini, buat kenang-kenangan aja sih Non dari bibi."
"Bi..... makasih ya, Joy sayang sama Bibi." Joy tersenyum.
"Bibi juga sayang sama Non, Bibi juga sudah anggap Non seperti anak bibi sendiri."
"Sekali lagi makasih ya bi, Joy janji akan jaga gelang pemberian bibi ini baik-baik."
"Iya Non." Bi Ajeng terdiam sejenak. "Bibi harap Allah akan selalu lindungi Non," ucapnya dalam hati.
🕯
"Galau mulu lo," ucap Elena sembari menuruni tangga.
Angelo seketika melihat ke arah tangga. Ia tak memberi respon apapun, hanya tatapan sekilas.
"Buat apa masih ingat masa lalu yang gak akan bisa kembali lagi," kata Elena lagi.
"Kalau gue bisa putar waktu gue gak akan biarin dia pulang sendiri waktu itu."
Elena benar-benar tidak tahu apa yang harus ia lakukan untuk menghibur Angelo. Pasalnya akhir-akhir ini ia selalu terlihat lesu.
"Gue hanya berharap satu hal." Angelo terdiam sejenak. "kabar tentang Aleia."
"Kita berdoa aja, berharap semoga ada titik terang."
"Daripada lo galau terus di rumah, lebih baik lo pergi kemana gitu atau ngelakuin kegiatan lain. Ya... supaya lo bisa sedikit lupa sama masalah lo ini," sambungnya lagi.
"Ya mungkin gue akan coba."
🕯
Setelah 5 sampai 6 jam mereka akhirnya sampai ke terminal. Untuk masuk ke jalan menuju Desa Neglasari, mereka membutuhkan kendaraan roda dua.
Bi Ajeng mencari tukang ojek untuk mengantarkan mereka. Tak lama kemudian Bi Ajeng melihat deretan motor yang berjejer rapi. Beberapa orang duduk di tempat pos ronda.
"Mang, ojek ya."
"Iya bu, mau diantar ke mana?" tanya tukang ojek itu dengan ramah.
"Ini ke Desa Neglasari."
"Sama neng geulis ini juga."
"Iya mang."
Tukang ojek itu mengangguk kecil. Ia kemudian memanggil satu temannya yang asik berkutat dengan korannya.
"Mang!"
Tukang ojek yang merasa namanya dipanggil seketika menoleh.
"Ada apa?"
"Ini ada 2 pelanggan bawa barang-barang, mang sama ibu ini sedangkan saya sama neng geulis."
"Halah bisa aja kamu Dra." Tukang ojek itu memasang wajah datar.
Sedangkan tukang ojek yang bernama Hendra itu hanya cengengesan.
"Ayo neng," ucap Hendra yang tampak ramah.
Joy hanya mengangguk dan tersenyum.
Hendra segera menaiki motor supra nya dan disusul oleh Joy yang masih setia dengan tasnya. Setelah itu mereka pun berangkat menuju Desa Neglasari.
Awalnya jalan yang mereka lewati itu mulus. Lama kelamaan berubah menjadi jalan yang tak beraspal dengan pepohonan dan semak-semak yang ada di sekitarnya.
Jarak yang mereka tempuh memang cukup jauh karena Desa itu termasuk daerah terpencil.
"Neng, maaf ya jalannya jelek."
"Gak apa-apa mang."
"Saya teh gak pernah liat neng. Kalo boleh saya tau, neng teh orang mana?"
"Saya dari jakarta mang."
"Oh gitu." Tukang ojek berjaket warna hitam itu mengangguk pelan.
Di sisi lain Bi Ajeng terus memperhatikan wajah tukang ojek itu dari kaca spion motor. Ia seperti merasa tak asing dengan wajah tukang ojek yang ada di depannya.
"Loh! Ini Mang Dadang?!"
"Ibu teh kenal sama saya?"
"Mang Dadang lupa ya sama saya."
"Aduh... Iya saya nggak ingat."
"Mang...ini saya Ajeng anaknya pak Edi, masa Mang Dadang lupa."
"Oalah, iya-iya saya ingat."
Sepanjang perjalanan Mang Dadang dan Bi Ajeng sibuk bernostalgia masa-masa sewaktu ayah Bi Ajeng masih hidup.
Di sisi lain Joy merasa tidak asing dengan jalan yang ia sudah ia lewati sebelum mereka melewati jalanan yang rusak. Terdapat Hutan belantara yang di sekitarnya dan jalannya yang mulus serta lampu jalan itu, membuatnya kembali teringat dengan mimpi yang sempat ia alami.
BERSAMBUNG
---
Jangan lupa tinggalkan jejak ya
⬇️⬇️⬇️
KAMU SEDANG MEMBACA
Ghost : A Mystery
HorrorMendaki adalah salah satu kegiatan yang Joy lakukan sewaktu liburan. Namun pendakian kali ini berbeda. Dua temannya menghilang. Dalam proses pencarian ia malah menemukan sebuah rumah yang berdiri di tengah hutan tepatnya di lereng gunung, jauh dari...